digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Nining Yuningsih
PUBLIC Ratnasari

COVER Nining Yuningsih
PUBLIC Ratnasari

BAB 1 Nining Yuningsih
PUBLIC Ratnasari

BAB 2 Nining Yuningsih
PUBLIC Ratnasari

BAB 3 Nining Yuningsih
PUBLIC Ratnasari

BAB 4 Nining Yuningsih
PUBLIC Ratnasari

BAB 5 Nining Yuningsih
PUBLIC Ratnasari

PUSTAKA Nining Yuningsih
PUBLIC Ratnasari

Pada tahun 2018, Indonesia memiliki rasio elektrifikasi sebesar 98,30%. Beberapa wilayah yang sudah mencapai rasio elektrifikasi lebih dari 90% adalah Sumatera, Jawa, Bali dan lainnya. Sedangkan wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki rasio elektrifikasi 61,90%. Penetapan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan PT Perusahaan Listrik Negara untuk wilayah terpencil seperti NTT, sebagian wilayah Maluku jauh lebih besar daripada wilayah besar seperti pulau Jawa. Selain itu wilayah Bali dan Nusa Tenggara memiliki permasalahan lainnya yaitu curah hujan yang rendah sehingga persediaan air permukaan di wilayah NTT juga rendah. Salah satu daerah yang memiliki curah hujan yang rendah adalah kabupaten Sabu Raijua. Di sisi lain energi nuklir menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Salah satu reaktor yang saat ini dikembangkan adalah HTGR, reaktor yang dapat digunakan tidak hanya untuk pembangkit listrik tetapi juga untuk berbagai aplikasi seperti produksi hidrogen, pasokan panas proses suhu tinggi, distrik pemanasan, dan desalinasi. Sehingga tujuan pada penelitian ini adalah membuat desain pembangkit listrik tenaga nuklir dengan tipe reaktor HTGR yang mampu diterapkan pada wilayah-wilayah terpencil sehingga mampu menyelesaikan permasalahan dari sisi rasio elektrifikasi dan BPP pembangkitan, namun juga mampu menyelesaikan masalah dari sisi ketersediaan air bersih. Analisis kebutuhan daya listrik dan besarnya air berdasarkan pada kebutuhan Kabutapen Sabu Raijua yang tercantum pada data Badan Pusat Statistik (BPS) dan data World Health Organization (WHO). Analisis pembangkit listrik dengan berbagai sumber energi menggunakan The Desalination Economic Evaluation Program (DEEP) versi DEEP-5. Opsi yang digunakan untuk pembangkit listrik adalah bahan bakar yang berbeda (nuklir, minyak, batubara) dan opsi desalinasi yaitu Multi-Effect Distillation (MED), Multi-Stage Flash (MSF), Reverse Osmosis (RO). Metode perhitungan desain reaktor yang digunakan pada penelitian ini adalah program Standard Reactor Analysis Code System (SRAC) dan menggunakan Japanese Evaluated Nuclear Data Library (JENDL) 4.0 sebagai nuclear data library. Desain HTGR menggunakan modifikasi ukuran geometri, pengayaan bahan bakar dan daya dari HTTR. Modifikasi disesuaikan dengan kebutuhan desain yang digunakan untuk daerah terpencil seperti wilayah Sabu Raijua di NTT. Hasilnya menunjukkan bahwa pembangkit listrik menggunakan tenaga nuklir memiliki biaya yang paling rendah diikuti oleh sumber energi batu bara dan minyak atau gas. Selain itu, air bersih hasil desalinasi air laut dengan menggunakan metode MED dan RO memiliki biaya yang paling rendah ketika menggunakan pembangkit listrik tenaga nuklir. Sedangkan biaya yang tinggi dimiliki oleh metode MSF dengan menggunakan pembangkit listrik tenaga gas atau minyak. Usia pembangkit listrik paling lama 60 tahun adalah pembangkit listrik tenaga nuklir dengan menggunakan siklus uap sedangkan usia pembangkit paling pendek adalah pembangkit listrik tenaga gas atau minyak dengan usia 25 tahun. Emisi gas karbondioksida yang paling sedikit adalah pembangkit listrik tenaga nuklir sebesar 0,029 dan emisi paling besar adalah sumber energi dari batu bara sebesar 1,1. Desain HTGR yang dilakukan adalah melakukan modifikasi geometri HTTR dengan beberapa ukuran dan berbagai macam pengayaan bahan bakar. Hasilnya, desain HTGR memiliki waktu operasi optimal yang berbeda-beda pada tiap jenis geometri.