Semburan Lumpur Sidoarjo terjadi sejak tanggal 29 Mei 2006 dan terus berlanjut
hingga saat ini. Pusat atau titik semburan Lumpur Sidoarjo terletak di Desa Siring,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Pengaliran lumpur
dari pusat semburan ke Kali Porong apabila tidak dilakukan sesuai dengan
komposisi lumpur dan air yang tepat dapat mengakibatkan pendangkalan pada
sungai. Karenanya, diperlukan studi yang dapat memberikan rekomendasi
manajemen pengaliran lumpur dari pusat semburan ke Kali Porong tanpa
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Aliran lumpur berbeda dengan aliran air. Aliran Lumpur Sidoarjo memiliki material
clay. Aliran ini dapat dimodelkan dengan software FLO-2D. Pemodelan dilakukan
untuk mengetahui pola aliran dan alternatif manajemen penanganan yang
direkomendasikan. Setelah pola aliran lumpur diketahui, selanjutnya akan
diusulkan rekomendasi alternatif solusi untuk manajemen pengaliran lumpur.
Aliran lumpur dari pusat semburan dimodelkan dalam empat skenario pemodelan
yaitu skenario kondisi eksisting, skenario 1, skenario 2 dan skenario 3. Adapun
pemodelan lumpur dari saluran pelimpah ke Kali Porong dimodelkan dalam dua
kondisi yaitu kondisi musim kering dan musim basah. Berdasarkan hasil
pemodelan, lumpur dapat mengalir ke Kali Porong. Selanjutnya, diusulkan dua
alternatif solusi yaitu alternatif 1 (tanpa menggunakan saluran pelimpah) dan
alternatif 2 (dengan menggunakan saluran pelimpah). Selain kedua alternatif
tersebut, disiapkan sistem cadangan pada saat semburan lumpur sesaui dengan nilai
standar deviasi.
Berdasarkan hasil perhitungan, kapasitas pompa lumpur dan pompa air yang
dibutuhkan adalah untuk kapasitas pompa lumpur 896.23 liter/detik dan kapasitas
pompa air 512.53 liter/detik, sedangkan kapasitas pompa air pada sistem cadangan
adalah 1,359.80 liter/detik. Berdasarkan hasil pemodelan pola operasi waduk
lumpur, pada alternatif 1 didapatkan kebutuhan pompa lumpur sebanyak 7 buah dan
pompa air sebanyak 11 buah, pada alternatif 2 didapatkan kebutuhan pompa lumpur
sebanyak 5 buah dan pompa air sebanyak 8 buah, sedangkan pada sistem cadangan
diperlukan penambahan pompa lumpur sebanyak 2 buah dan buah pompa air sebanyak 3 buah. Lokasi penempatan alat pompa lumpur dan pompa air disesuaikan
dengan lokasi terjadinya penumpukan lumpur berdasarkan hasil pemodelan
numerik.
Kedua alternatif solusi dan sistem cadangan tersebut dihitung rencana anggaran
biaya yang dibutuhkan. Dalam satu tahun, rencana anggaran biaya untuk
pengendalian dan pemeliharaan lumpur pada kondisi eksisting sebesar Rp
175,820,468,000.00. Pada alternatif 1, rencana anggaran biaya untuk pengendalian
dan pemeliharaan lumpur sebesar Rp 181,444,214,628.57, biaya konstruksi sebesar
Rp 92,577,949,136 dan biaya overhaul per-5 tahun sebesar Rp 29,882,744,751.
Pada alternatif 2, rencana anggaran biaya untuk pengendalian dan pemeliharaan
lumpur sebesar Rp 175,232,881,961.91, biaya konstruksi sebesar Rp
86,284,465,030 dan biaya overhaul per-5 tahun sebesar Rp 21,988,796,743. Pada
sistem cadangan, rencana anggaran biaya untuk pekerjaan pengendalian dan
pemeliharaan lumpur Sidoarjo sebesar Rp164,509,946,304.76, total biaya
konstruksi sebesar Rp 62,644,052,072 dan total biaya overhaul per- 5 tahun
sebesar Rp 10,761,428,888. Selanjutnya, dari kedua alternatif dilakukan
perhitungan nilai NPV selama 20 tahun dengan tingkat inflasi di Indonesia 5.2%.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai NPV, apabila semburan lumpur diprediksi akan
berhenti dalam kurun waktu 6 tahun maka alternatif 1 lebih menguntungkan untuk
dilaksanakan dari pada alternatif 2. Akan tetapi, apabila lumpur diprediksi akan
berhenti dalam kurun waktu lebih dari 6 tahun maka alternatif 2 lebih
menguntungkan untuk dilaksanakan dari pada alternatif 1.