digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Khilmi Zain
PUBLIC Irwan Sofiyan

Semburan Lumpur Sidoarjo terjadi sejak tanggal 29 Mei 2006 dan terus berlanjut hingga saat ini. Pusat atau titik semburan Lumpur Sidoarjo terletak di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Pengaliran lumpur dari pusat semburan ke Kali Porong apabila tidak dilakukan sesuai dengan komposisi lumpur dan air yang tepat dapat mengakibatkan pendangkalan pada sungai. Karenanya, diperlukan studi yang dapat memberikan rekomendasi manajemen pengaliran lumpur dari pusat semburan ke Kali Porong tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Aliran lumpur berbeda dengan aliran air. Aliran Lumpur Sidoarjo memiliki material clay. Aliran ini dapat dimodelkan dengan software FLO-2D. Pemodelan dilakukan untuk mengetahui pola aliran dan alternatif manajemen penanganan yang direkomendasikan. Setelah pola aliran lumpur diketahui, selanjutnya akan diusulkan rekomendasi alternatif solusi untuk manajemen pengaliran lumpur. Aliran lumpur dari pusat semburan dimodelkan dalam empat skenario pemodelan yaitu skenario kondisi eksisting, skenario 1, skenario 2 dan skenario 3. Adapun pemodelan lumpur dari saluran pelimpah ke Kali Porong dimodelkan dalam dua kondisi yaitu kondisi musim kering dan musim basah. Berdasarkan hasil pemodelan, lumpur dapat mengalir ke Kali Porong. Selanjutnya, diusulkan dua alternatif solusi yaitu alternatif 1 (tanpa menggunakan saluran pelimpah) dan alternatif 2 (dengan menggunakan saluran pelimpah). Selain kedua alternatif tersebut, disiapkan sistem cadangan pada saat semburan lumpur sesaui dengan nilai standar deviasi. Berdasarkan hasil perhitungan, kapasitas pompa lumpur dan pompa air yang dibutuhkan adalah untuk kapasitas pompa lumpur 896.23 liter/detik dan kapasitas pompa air 512.53 liter/detik, sedangkan kapasitas pompa air pada sistem cadangan adalah 1,359.80 liter/detik. Berdasarkan hasil pemodelan pola operasi waduk lumpur, pada alternatif 1 didapatkan kebutuhan pompa lumpur sebanyak 7 buah dan pompa air sebanyak 11 buah, pada alternatif 2 didapatkan kebutuhan pompa lumpur sebanyak 5 buah dan pompa air sebanyak 8 buah, sedangkan pada sistem cadangan diperlukan penambahan pompa lumpur sebanyak 2 buah dan buah pompa air sebanyak 3 buah. Lokasi penempatan alat pompa lumpur dan pompa air disesuaikan dengan lokasi terjadinya penumpukan lumpur berdasarkan hasil pemodelan numerik. Kedua alternatif solusi dan sistem cadangan tersebut dihitung rencana anggaran biaya yang dibutuhkan. Dalam satu tahun, rencana anggaran biaya untuk pengendalian dan pemeliharaan lumpur pada kondisi eksisting sebesar Rp 175,820,468,000.00. Pada alternatif 1, rencana anggaran biaya untuk pengendalian dan pemeliharaan lumpur sebesar Rp 181,444,214,628.57, biaya konstruksi sebesar Rp 92,577,949,136 dan biaya overhaul per-5 tahun sebesar Rp 29,882,744,751. Pada alternatif 2, rencana anggaran biaya untuk pengendalian dan pemeliharaan lumpur sebesar Rp 175,232,881,961.91, biaya konstruksi sebesar Rp 86,284,465,030 dan biaya overhaul per-5 tahun sebesar Rp 21,988,796,743. Pada sistem cadangan, rencana anggaran biaya untuk pekerjaan pengendalian dan pemeliharaan lumpur Sidoarjo sebesar Rp164,509,946,304.76, total biaya konstruksi sebesar Rp 62,644,052,072 dan total biaya overhaul per- 5 tahun sebesar Rp 10,761,428,888. Selanjutnya, dari kedua alternatif dilakukan perhitungan nilai NPV selama 20 tahun dengan tingkat inflasi di Indonesia 5.2%. Berdasarkan hasil perhitungan nilai NPV, apabila semburan lumpur diprediksi akan berhenti dalam kurun waktu 6 tahun maka alternatif 1 lebih menguntungkan untuk dilaksanakan dari pada alternatif 2. Akan tetapi, apabila lumpur diprediksi akan berhenti dalam kurun waktu lebih dari 6 tahun maka alternatif 2 lebih menguntungkan untuk dilaksanakan dari pada alternatif 1.