digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Hepatitis B (HBV) dan Hepatitis C (HCV) merupakan salah satu penyakit infeksi yang penting karena tingkat prevalensinya yang tinggi dan penyebarannya sudah ke seluruh dunia. Di samping itu HBV dan HCV dapat berkembang menjadi infeksi kronis yang kemudian dapat berlanjut menjadi sirosis dan hepatoseluler karsinoma (HCC). Sebagai standar terapi yang direkomendasikan oleh WHO adalah menggunakan interferon baik sebagai monoterapi maupun kombinasi dengan antivirus lain untuk meningkatkan efikasi dan mencegah resistensi. Oleh karena interferon termasuk senyawa protein yang mempunyai masalah stabilitas oleh berbagai faktor, baik faktor formulasi maupun faktor fisiologis (pH rendah dan enzim), dan juga masalah absorpsi peroral, maka selama ini terapi menggunakan interferon diberikan melalui rute parenteral. Berdasarkan keterbatasan pada rute parenteral tersebut, maka pada penelitian ini telah dikembangkan sediaan oral interferon - 2b dalam sistem emulsi nano spontan. Penelitian diawali dengan melakukan over produksi skala laboratorium, selanjutnya dilakukan proses scale up pada bioreaktor. Scale up bioreaktor pada skala 10 liter dilakukan berdasarkan variabel koefisen transfer oksigen, kLA yang bernilai sama antara skala laboratorium dan skala bioreaktor. Jika kLA sama maka hasil yang diperoleh pada proses fermentasi akan sama tiap satuan volumenya. Untuk menentukan kLA yang sama maka dilakukan proses optimasi dengan mempertimbangkan berbagai parameter kritis yang berpengaruh terhadap proses pada skala bioreaktor. Setelah mendapatkan nilai kLA, maka diperoleh parameter kontrol proses berupa aerasi dan rpm. Selanjutnya dilakukan pula optimasi berdasarkan waktu fermentasi yaitu 40, 60, 72, 80 dan 96 jam, untuk mendapatkan jumlah interferon – 2b yang optimum. IFN hasil over produksi diformulasikan pada emulsi nano spontan (SNEDDS) sediaan oral, diawali dengan melakukan percobaan menggunakan minyak VCO iii dan asam oleat; surfaktan menggunakan 3 jenis yaitu Cremophor, Tween 20 dan Tween 80; kosurfaktan menggunakan D-alpha tocopheryl polyethylene glycol 1000 succinate ( TPGS ). Fase dispersi padat terdiri dari interferondan Hydrogenated Soy Phosphatidyl Choline ( SoyPC ) dibuat dengan melarutkan keduanya dalam dapar fosfat kemudian dibekukeringkan pada suhu -30 C. Hasil percobaan diperoleh tiga formula menghasilkan emulsi nano spontan berukuran < 50 nanometer. Berdasarkan hasil stabilita fisik produk pada berbagai kondisi penyimpanan yaitu penyimpanan pada suhu 40 C selama 15 minggu, penyimpanan pada suhu 4 C dan 25 C selama 60 minggu serta evaluasi kelarutan pada berbagai larutan dengan pH bervariasi, terbukti bahwa ketiga formula relatif stabil. Dari ketiga formula yang stabil tersebut, terdapat formula yang memiliki ukuran partikel globul terkecil yaitu formula dengan komposisi VCO :Tween80 : TPGS = 1:8:1. Pada pengamatan histologi jaringan dan cairan saluran cerna hewan percobaan (mencit) dengan menggunakan mikroskop konfokal, SNEDDS yang dilabel dengan FITC (Fluorescein-5-isothiocyanate) terbukti dapat berpenetrasi melintasi membran saluran cerna. Proses absorpsi emulsi nano mengandung FITC diikuti dengan mengamati sinyal berfluoresensi pada mikroskop konfokal pada berbagai segmen saluran cerna pada periode waktu tertentu. Sediaan SNEDDS secara cepat (5 menit setelah pemberian secara oral) masuk ke segmen usus bagian atas hewan coba dan praktis tidak ada yang terdeteksi dalam segmen kolon dalam waktu 120 menit setelah pemberian. Dalam analisa dot blot terhadap serum hewan uji setelah pemberian IFN SNEDDS oral,IFN non-SNEDDS oral dan IFN non-SNEDDS intravena,diketahui bahwa dalam bentuk sediaan SNEDSS,IFN dapat diberikan oral dan dapat sampai ke dalam system peredaran darah dalam jumlah yang cukup,sementara setelah pemberian IFN non-SNEDDS secara oral,IFN tidak terdeteksi keberadaannya dalam serum. Berdasarkan evaluasi in vivo pada hewan percobaan (mencit) terbukti bahwa sediaan oral SNEDSS dapat menghantarkan protein IFN melalui saluran cerna dan terabsorpsi dalam darah serta diperoleh ketersediaan hayati absolut (F)0-T sekitar 124 %. Sementara ketersediaan hayati IFN non-SNEDDS oral(F)0-T sangat rendah yaitu sekitar 24,45 %. Salah satu kemungkinan besar adalah karena IFN rusak di dalam saluran cerna kalau tidak terlindungi.