digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Ahmad Aufa Adyancha
PUBLIC Sandy Nugraha

Tenun merupakan satu dari dua wastra utama di Indonesia selain batik. Namun, tidak seperti batik, belum ada fasilitas yang membantu mengedukasi dan mempreservasi tenun. Melihat hal ini, sekumpulan perancang mode Indonesia memprakarsai sebuah proyek museum tenun. Museum tenun ini memiliki target utama generasi muda. Oleh karena itu, fungsi-fungsi yang dapat menarik generasi ini seperti bengkel serta kafe ikut tersedia. Selain itu, museum tenun ini juga menfasilitasi kegiatan-kegiatan komersial dari rumah mode lokal yang menggunakan tenun di dalam karyanya. Proyek ini mencerminkan tenun secara fisik maupun filosofis. Secara fisik, bangunan ini mengusung massa yang saling berpotongan dan berhubungan serta fasad yang menggunakan corak tenun. Secara filosofis, bangunan ini merupakan cerminan tenun dengan hubungan antar ruang yang saling bersimpul dan bersilangan. Sifat-sifat ini diadopsi dari konstruksi utama tenun, yaitu benang lungsin dan pakan. Dengan keberadaan pengguna, kegiatan, dan fungsi ruang yang bermacam-macam, sirkulasi menjadi salah satu isu utama yang didesain dalam proyek ini. Pemisahan zonasi dan akses tiap fungsi disesuaikan dengan pengguna dan tingkat privasinya masing-masing. Proyek ini berlokasi di Kemang, tepatnya di Jalan Kemang Raya No. 13. Lahan berada di persimpangan antara Jalan Kemang Raya dan Kemang I, sehingga memiliki akses terhadap dua jalan. Bangunan ini terletak di lahan seluas 3780m2. Bangunan ini memiliki luas 3904m2. Dengan luas yang tidak terlalu besar, ruang-ruang luar yang terbentuk dimanfaatkan sebagai ruang terbuka publik untuk memberikan dampak positif terhadap lingkungan Kemang yang sudah padat. Dengan kata lain, bangunan ini didesain agar mampu menjadi sebuah oase urban.