digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Devy Deliana Putri
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 1 Devy Deliana Putri
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 2 Devy Deliana Putri
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 3 Devy Deliana Putri
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 4 Devy Deliana Putri
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

PUSTAKA Devy Deliana Putri
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

Pada tahun 2017, Pemerintah Indonesia menjadi salah satu negara yang berinisiatif mengurangi pembakaran gas suar bakar dengan Kebijakan Zero Routine Flaring 2030 yang dideklarasikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ke Bank Dunia. Maka diperlukan instrumen regulasi teknis untuk mendukung komitmen ini. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi ( Ditjen Migas) di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No. 31 tahun 2012 tentang pelaksanaan pembakaran gas suar bakar pada operasi minyak dan gas bumi dan Peraturan Menteri ESDM No. 32 tahun 2017 tentang pemanfaatan dan penetapan Harga Flare gas dalam Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi. Namun, tingkat pencapaian pengurangan gas suar masih belum sesuai dengan yang diharapkan oleh Pemerintah Indonesia. Tugas Akhir ini dilakukan dengan menggunakan metode sistem dinamik, Kesenjangan antara kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan dapat diukur, penyebab perbedaan dijelaskan, dan strategi untuk memperbaiki situasi dikembangkan menggunakan system thinking. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa saat ini ada banyak faktor yang menghambat implementasi Untuk Hambatan Perusahaan Minyak adalah 1) Sifat gas suar bakar, 2) Tidak ada fasilitas yang tersedia, 3) Kurangnya komitmen, 4) Proyek tidak ekonomis, maka, hambatan bagi Pemerintah hambatannya adalah 1) Peraturan, 2) Diskriminasi harga, 3) Proses panjang proses penawaran, akhirnya, hambatan untuk Pembeli Gas adalah 1) Kesulitan dalam mendapatkan data, 2) Sifat gas suar bakar, 3) Proyek tidak ekonomis dan 4) Biaya teknologi yang tinggi Secara keseluruhan, kebijakan ini memiliki tujuan yang bermanfaat dan harus dilanjutkan. Oleh karena itu, dapat ditingkatkan dari keadaan saat ini untuk mendukung efektivitas sistem. KESDM harus memodifikasi strategi implementasi. Berdasarkan analisis dengan menggunakan metodologi sistem thinking, maka intervensi pemerintah yang harus dirumuskan untuk memperbaiki situasi adalah: 1) Meningkatkan komitmen Perusahaan dalam sistem, 2) Meningkatkan Pengukuran Data Akurat, 3) meningkatkan proses penawaran, 4) meningkatkan alternative pendanaan atau pembiayaan.