Pada tanggal 28 September 2018 pukul 18.02 WITA terjadi bencana gempa
dengan intensitas Mw 7.4. Pusat gempa (epicenter) berada di 26 km utara
Donggala dan 80 km barat laut kota Palu dengan kedalaman 10 km. Gempa yang
terjadi kali ini termasuk kejadian yang luar biasa, dikarenakan gempa ini memicu
dua bencana alam lainnya dalam waktu yang hampir bersamaan yaitu tsunami
setinggi 11.30 m dan likuifaksi besar-besaran yang menimpa Kota Palu, sumber
gempa diyakini bersumber dari sesar Palu-Koro.
Fokus pada bencana likuifaksi yang terjadi khususnya yang terkena dampak
paling besar yaitu daerah Petobo dan daerah Balaroa, likuifaksi adalah peristiwa
dimana berubahnya prilaku tanah pasir lepas jenuh air akibat meningkatnya
tekanan air pori yang disebabkan rapid load atau cyclic load. Daerah Petobo
mengalami pergeseran tanah yang diakibatkan likuifaksi sepanjang 2.20 km dan
kerusakan yang terjadi meliputi area sekitar 158 Ha dan keliling 6.58 km.
Tujuan dari tesis ini adalah untuk melakukan rekonstruksi kejadian likuifaksi yang
menyebabkan pergeseran tanah hingga ratusan meter. Metode analisis untuk
merekonstruksi kejadian tersebut menggunakan metode numerik beda hingga
dengan program bantu Flac2D. Input Motion sebagai data utama selain data tanah
diperoleh dari hasi pencatatan BMKG-JICA dan kemudian dilakukan dekonvolusi
hingga dasar model menggunakan program bantu Deep Soil. Input Motion hasil
dekonfolusi digunakan sebagai data masukan pada program Flac2D untuk
mensimulasikan kondisi tanah saat terjadi gempa.
Berdasarkan hasil analisis rekonstruksi yang telah dilakukan diketahui bahwa
pergeseran tanah selama durasi gempa hanya mencapai 4 m. Kemudian setelah itu
dilakukan analisis post earthquake untuk mensimulasikan pengaruh excess pore
pressure selama kondisi statik. Pemodelan statik ini dilakukan dengan mereduksi
nilai kekakuan tanah relatif terhadap nilai Ru yang terbentuk selama durasi
gempa. Dari hasil analisis ini didapat besaran pergeseran tanah mencapai lebih
dari 100 m.
Hasil analisis menunjukan bahwa pergeseran tanah yang besar tidak terjadi selama
durasi gempa, melainkan terjadi saat gempa selesai. Pada kondisi tersebut, akibat
excess pore pressure yang terbentuk selama durasi gempa belum terdisipasi
sehingga kekakuan tanah tereduksi hingga mencapai nol akibat nilai Ru yang
mencapai 1.0 dan menyebabkan tanah kehilangan kekakuan dan mengalami phase
transformation dari solid menjadi liquid.