Salah satu fokus perhatian dalam masalah kesehatan adalah penyediaan obat
antiinfeksi secara keberlanjutan untuk mengatasi penyakit infeksi yang
merupakan penyebab kematian ketiga terbesar di dunia. Jenis obat yang
tersedia relatif terbatas. Sementara itu beberapa mikroorganime patogen telah
resisten terhadap obat yang ada. Berkaitan dengan hal ini, penelitian untuk
mencari obat-obatan baru senantiasa perlu dilakukan terutama dari tumbuhan
yang secara tradisional telah digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit
termasuk penyakit infeksi.
Masyarakat Indonesia secara tradisional telah menggunakan tumbuhan untuk
mengatasi berbagai penyakit termasuk penyakit infeksi, namun penggunaannya
belum banyak dibuktikan secara ilmiah. Sementara itu, informasi pengunaan
tumbuhan dalam pengobatan tradisional merupakan salah satu pendekatan
untuk menemukan obat baru dan Dewan Riset Nasional mengagendakan untuk
mengembangkan obat bahan alam melalui pemanfaatan sumberdaya hayati
Indonesia maka penelitian untuk mencari obat antimikroba baru dari tumbuhan
yang ditemukan di Indonesia sangatlah relevan.
Terminalia catappa L. merupakan salah satu tumbuhan yang banyak tumbuh di
Indonesia dan secara tradisional digunakan sebagai obat. Seperti marga
Combretaceae yang lain, tumbuhan ini juga dilaporkan bersifat antimikroba. Di
Indonesia, juga ditemukan jenis Terminalia lain. Berdasarkan penelitian
pendahuluan diketahui bahwa Terminalia muelleri Benth. memiliki aktivitas
paling kuat sebagai antimikroba dibandingkan 17 jenis tumbuhan suku
combretacea lainnya. T. muelleri Benth. belum banyak diteliti, sehingga menarik
untuk dikaji lebih lanjut dengan harapan akan diperoleh antimikroba yang
poten.Tujuan penelitian ini adalah memverifikasi penggunaan T. muelleri sebagai
antimikroba. Adapun tujuan khususnya adalah menelaah potensi antimikroba,
mengisolasi dan menentukan struktur kimia senyawa aktif aktifnya, serta
menelaah mekanisme kerja antimikroba senyawa aktif terhadap sel mikroba.
Strategi yang ditempuh adalah dengan pendekatan kimia dan aktivitas
antimikroba, sehingga isolasi senyawa aktif dari daun T. muelleri Benth.
dilakukan terarah dipandu dengan uji antimikroba. Uji antimikroba dilakukan
dengan metode difusi agar menggunakan bakteri Escherichia coli ATCC
25923, Staphylococcus aureus ATCC 25922 dan fungi Candida albicans
ATCC 10132. Potensi antimikroba isolat ditelaah melalui penentuan nilai
konsentrasi hambat minimal (KHM) terhadap berbagai bakteri dan fungi serta
kesetaraannya dengan antibiotik pembanding. Mekanisme kerja antimikroba
isolat ditelaah melalui pengamatan pengaruh isolat aktif terhadap morfologi
mikroba dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dan
Transmission Electron microscope (TEM). Parameter yang diamati terhadap
hasil SEM adalah perubahan bentuk atau morfologi sel dibandingkan kelompok
kontrol, sedangkan terhadap hasil TEM adalah kelengkapan dan kerusakan
komponen sel serta pola kerusakan dinding sel. Isolat aktif dikarakterisasi
secara spektroskopi dan dielusidasi struktur kimianya
Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa ekstrak etilasetat lebih aktif
terhadap mikroba uji dibandingkan ekstrak n-heksana, dan ekstrak metanol.
Fraksinasi ekstrak etilasetat dilakukan menggunakan kromatografi cair vakum
dengan fase diam silika gel 60H dan fase gerak : n-heksana, diklorometana,
etilasetat, dan metanol secara gradien. Hasil fraksinasi diuji aktivitas
antimikrobanya dan diketahui fraksi EH mempunyai aktivitas paling kuat
terhadap bakteri S. aureus. Isolasi senyawa aktif dalam fraksi EH dipandu uji
antimikroba dengan metode bioautografi diperoleh isolat EHJ.
Isolat EHJ menghambat pertumbuhan S. aureus (KHM 0,735 mg/ml) dan
Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus (KHM 2,5 mg/ml), namun tidak
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Bacillus subtilis, Sarcina. lutea,
dan gram negatif E. coli serta fungi C. albicans. Aktivitas 1 mg isolat EHJ setara
dengan 0,1396 µg tetrasiklin HCl terhadap S. aureus dan 0,6455 µg terhadap
Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus, setara dengan 40,6035 µg penisilin G
terhadap S. aureus serta setara dengan 2,9823 dan 2,1213 µg vankomisin HCl
berturut-turut terhadap S. aureus dan Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus.
Aktivitas antimikroba isolat EHJ lebih lemah dari fraksinya pada konsentrasi yang
sama. Hal ini mengungkapkan bahwa aktivitas antimikroba daun T. muelleri
merupakan sinergisme beberapa senyawa yang dikandung di dalamnya.
Aktivitas antimikroba isolat EHJ terhadap S. aureus ditelaah menggunakan SEM
dan TEM. Kerja antibakteri teramati melalui hasil pemeriksaan SEM ditunjukkan
oleh adanya pori, pengkerutan dan sebagian dinding sel tidak terbentuk dengan
sempurna. Pada hasil pemeriksaan TEM teramati perubahan dinding sel dan
nukleoida bakteri. Sebagian bakteri mempunyai dinding sel tipis dan bahkan tanpa
dinding sel. Sebagian yang lain mengalami penggelembungan dinding sel.
Dinding sel yang menggelembung menyebabkan peningkatam permeabelitas
membran sehingga dinding sel mudah pecah. Penggelembungan dinding sel
merupakan bentuk respon pertahanan diri bakteri terhadap antibiotik yang bekerja
pada sintesis dinding sel. Gambaran kerusakan yang sama ditunjukkan pada hasil
pemeriksaan SEM dan TEM terhadap MRSA. Kerusakan yang teramati pada
struktur permukaan maupun komponen sel bakteri dapat menjelaskan kerja isolat
EHJ sebagai antimikroba melalui penghambatan sintesis dinding sel.
Isolat EHJ mempunyai titik lebur 249,6 – 251
o
C (tanpa koreksi), Rf: 0,76 pada
plat KLT silika gel 60 HF254 dalam pengembang etilasetat - asam format-air
(18:1:1) serta Rf : 0,65 pada plat KLT silika gel RP-18. dalam pengembang
kloroform-metanol (8:2). Berdasar hasil karakterisasi menggunakan
spektrofotometri UV-Vis, IR, serta spektrometri NMR dan massa diketahui bahwa
isolat EHJ adalah senyawa asam 3,4,5-trihidroksibenzoat dan dikenal sebagai
asam galat.
Penelitian ini telah mengkaji aspek fitokimia dan farmakologi daun T. muelleri
Benth. Karakteristik simplisia daun T. muelleri Benth. belum tercantum dalam
monografi Materia Medika Indonesia (MMI), maka hasil karakterisasi simplisia
dalam penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk menjadi masukan bagi
penyusunan MMI berikutnya. Asam galat dari daun T. muelleri Benth. untuk
pertama kali dilaporkan dan berperan sebagai salah satu senyawa antimikroba
dalam tumbuhan tersebut. Mekanisme kerja antimikroba asam galat terhadap S.
aureus yang dikaji melalui pengaruhnya terhadap kerusakan morfologi sel S.
aureus menggunakan SEM dan TEM pertama kali dilaporkan pada penelitian
ini.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu landasan ilmiah untuk
penggunaan T. muelleri sebagai antimikroba. Selain itu, membuka peluang
penelitian lanjut untuk mengidentifikasi senyawa antimikroba lain yang belum
terisolasi dari daun T. muelleri, dan menelaah keamanan ekstrak dan fraksi aktif
sebelum dikembangkan sebagai sediaan obat herbal terstandar untuk digunakan
dalam pengobatan penyakit infeksi.