digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Khairul Anam
PUBLIC yana mulyana

Salah satu fokus perhatian dalam masalah kesehatan adalah penyediaan obat antiinfeksi secara keberlanjutan untuk mengatasi penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian ketiga terbesar di dunia. Jenis obat yang tersedia relatif terbatas. Sementara itu beberapa mikroorganime patogen telah resisten terhadap obat yang ada. Berkaitan dengan hal ini, penelitian untuk mencari obat-obatan baru senantiasa perlu dilakukan terutama dari tumbuhan yang secara tradisional telah digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit termasuk penyakit infeksi. Masyarakat Indonesia secara tradisional telah menggunakan tumbuhan untuk mengatasi berbagai penyakit termasuk penyakit infeksi, namun penggunaannya belum banyak dibuktikan secara ilmiah. Sementara itu, informasi pengunaan tumbuhan dalam pengobatan tradisional merupakan salah satu pendekatan untuk menemukan obat baru dan Dewan Riset Nasional mengagendakan untuk mengembangkan obat bahan alam melalui pemanfaatan sumberdaya hayati Indonesia maka penelitian untuk mencari obat antimikroba baru dari tumbuhan yang ditemukan di Indonesia sangatlah relevan. Terminalia catappa L. merupakan salah satu tumbuhan yang banyak tumbuh di Indonesia dan secara tradisional digunakan sebagai obat. Seperti marga Combretaceae yang lain, tumbuhan ini juga dilaporkan bersifat antimikroba. Di Indonesia, juga ditemukan jenis Terminalia lain. Berdasarkan penelitian pendahuluan diketahui bahwa Terminalia muelleri Benth. memiliki aktivitas paling kuat sebagai antimikroba dibandingkan 17 jenis tumbuhan suku combretacea lainnya. T. muelleri Benth. belum banyak diteliti, sehingga menarik untuk dikaji lebih lanjut dengan harapan akan diperoleh antimikroba yang poten.Tujuan penelitian ini adalah memverifikasi penggunaan T. muelleri sebagai antimikroba. Adapun tujuan khususnya adalah menelaah potensi antimikroba, mengisolasi dan menentukan struktur kimia senyawa aktif aktifnya, serta menelaah mekanisme kerja antimikroba senyawa aktif terhadap sel mikroba. Strategi yang ditempuh adalah dengan pendekatan kimia dan aktivitas antimikroba, sehingga isolasi senyawa aktif dari daun T. muelleri Benth. dilakukan terarah dipandu dengan uji antimikroba. Uji antimikroba dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan bakteri Escherichia coli ATCC 25923, Staphylococcus aureus ATCC 25922 dan fungi Candida albicans ATCC 10132. Potensi antimikroba isolat ditelaah melalui penentuan nilai konsentrasi hambat minimal (KHM) terhadap berbagai bakteri dan fungi serta kesetaraannya dengan antibiotik pembanding. Mekanisme kerja antimikroba isolat ditelaah melalui pengamatan pengaruh isolat aktif terhadap morfologi mikroba dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dan Transmission Electron microscope (TEM). Parameter yang diamati terhadap hasil SEM adalah perubahan bentuk atau morfologi sel dibandingkan kelompok kontrol, sedangkan terhadap hasil TEM adalah kelengkapan dan kerusakan komponen sel serta pola kerusakan dinding sel. Isolat aktif dikarakterisasi secara spektroskopi dan dielusidasi struktur kimianya Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa ekstrak etilasetat lebih aktif terhadap mikroba uji dibandingkan ekstrak n-heksana, dan ekstrak metanol. Fraksinasi ekstrak etilasetat dilakukan menggunakan kromatografi cair vakum dengan fase diam silika gel 60H dan fase gerak : n-heksana, diklorometana, etilasetat, dan metanol secara gradien. Hasil fraksinasi diuji aktivitas antimikrobanya dan diketahui fraksi EH mempunyai aktivitas paling kuat terhadap bakteri S. aureus. Isolasi senyawa aktif dalam fraksi EH dipandu uji antimikroba dengan metode bioautografi diperoleh isolat EHJ. Isolat EHJ menghambat pertumbuhan S. aureus (KHM 0,735 mg/ml) dan Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus (KHM 2,5 mg/ml), namun tidak menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Bacillus subtilis, Sarcina. lutea, dan gram negatif E. coli serta fungi C. albicans. Aktivitas 1 mg isolat EHJ setara dengan 0,1396 µg tetrasiklin HCl terhadap S. aureus dan 0,6455 µg terhadap Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus, setara dengan 40,6035 µg penisilin G terhadap S. aureus serta setara dengan 2,9823 dan 2,1213 µg vankomisin HCl berturut-turut terhadap S. aureus dan Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus. Aktivitas antimikroba isolat EHJ lebih lemah dari fraksinya pada konsentrasi yang sama. Hal ini mengungkapkan bahwa aktivitas antimikroba daun T. muelleri merupakan sinergisme beberapa senyawa yang dikandung di dalamnya. Aktivitas antimikroba isolat EHJ terhadap S. aureus ditelaah menggunakan SEM dan TEM. Kerja antibakteri teramati melalui hasil pemeriksaan SEM ditunjukkan oleh adanya pori, pengkerutan dan sebagian dinding sel tidak terbentuk dengan sempurna. Pada hasil pemeriksaan TEM teramati perubahan dinding sel dan nukleoida bakteri. Sebagian bakteri mempunyai dinding sel tipis dan bahkan tanpa dinding sel. Sebagian yang lain mengalami penggelembungan dinding sel. Dinding sel yang menggelembung menyebabkan peningkatam permeabelitas membran sehingga dinding sel mudah pecah. Penggelembungan dinding sel merupakan bentuk respon pertahanan diri bakteri terhadap antibiotik yang bekerja pada sintesis dinding sel. Gambaran kerusakan yang sama ditunjukkan pada hasil pemeriksaan SEM dan TEM terhadap MRSA. Kerusakan yang teramati pada struktur permukaan maupun komponen sel bakteri dapat menjelaskan kerja isolat EHJ sebagai antimikroba melalui penghambatan sintesis dinding sel. Isolat EHJ mempunyai titik lebur 249,6 – 251 o C (tanpa koreksi), Rf: 0,76 pada plat KLT silika gel 60 HF254 dalam pengembang etilasetat - asam format-air (18:1:1) serta Rf : 0,65 pada plat KLT silika gel RP-18. dalam pengembang kloroform-metanol (8:2). Berdasar hasil karakterisasi menggunakan spektrofotometri UV-Vis, IR, serta spektrometri NMR dan massa diketahui bahwa isolat EHJ adalah senyawa asam 3,4,5-trihidroksibenzoat dan dikenal sebagai asam galat. Penelitian ini telah mengkaji aspek fitokimia dan farmakologi daun T. muelleri Benth. Karakteristik simplisia daun T. muelleri Benth. belum tercantum dalam monografi Materia Medika Indonesia (MMI), maka hasil karakterisasi simplisia dalam penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk menjadi masukan bagi penyusunan MMI berikutnya. Asam galat dari daun T. muelleri Benth. untuk pertama kali dilaporkan dan berperan sebagai salah satu senyawa antimikroba dalam tumbuhan tersebut. Mekanisme kerja antimikroba asam galat terhadap S. aureus yang dikaji melalui pengaruhnya terhadap kerusakan morfologi sel S. aureus menggunakan SEM dan TEM pertama kali dilaporkan pada penelitian ini. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu landasan ilmiah untuk penggunaan T. muelleri sebagai antimikroba. Selain itu, membuka peluang penelitian lanjut untuk mengidentifikasi senyawa antimikroba lain yang belum terisolasi dari daun T. muelleri, dan menelaah keamanan ekstrak dan fraksi aktif sebelum dikembangkan sebagai sediaan obat herbal terstandar untuk digunakan dalam pengobatan penyakit infeksi.