Dalam tanaman yang digunakan sebagai obat, terkandung senyawa-senyawa aktif
farmakologis dan senyawa toksik. Untuk memenuhi syarat obat bahan alam, yang
meliputi karakteristika, khasiat, serta keamanannya, senyawa toksik dan aktif
farmakologis perlu dipisahkan. Keterkaitan antara dosis dan respon pun perlu
diperhatikan dalam pemberian obat. Euphorbia hirta L. (patikan kebo) digunakan
sebagai tumbuhan obat tradisional dengan aktivitasnya yang beragam, misalnya
infus daunnya digunakan sebagai ekspektoran untuk bronkitis dan asma, buahnya
yang digiling diberikan pada anak-anak sebagai laksatif dan infus akar digunakan
untuk menghilangkan sakit kepala karena sengatan matahari/panas.
Ekstraksi dilakukan terhadap herba patikan kebo dengan menggunakan etanol
70%. Kemudian ekstrak etanol difraksinasi dengan cara ekstraksi cair–cair dengan
menggunakan pelarut n-heksana, kloroform, etil asetat, n-butanol dan diperoleh
fraksi n-heksana, kloroform, etil asetat, dan n-butanol (dan fraksi airnya).
Aktivitas biologi dari tiap fraksi diuji dengan panduan uji-uji farmakologi.
Sebagai pemandu awal penelitian herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.) ini, dilakukan uji bioaktivitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test. Dari hasil
Brine Shrimp Lethality Test tersebut, didapatkan panduan ekstrak dan fraksi yang
bersifat aktif biologis dan mungkin memiliki aktivitas farmakologi. Ditemukan
bahwa ekstrak etanol, fraksi etil asetat, n-butanol dan air adalah fraksi aktif biologis dan mungkin memiliki aktivitas farmakologi berdasarkan uji Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT), dengan nilai LC50 di antara 30 dan 1.000 bpj, yaitu
berturut-turut sebesar 163,9; 39,9; 40,7; 58,7 bpj. Ekstrak dan fraksi aktif biologis
dan mungkin memiliki aktivitas farmakologi dilanjutkan dengan uji antioksidan
serta inhibisi .-glukosidase. Fraksi penanda sitotoksik berdasarkan uji Brine
Shrimp Lethality Test (nilai LC50 di bawah 30 bpj) yaitu fraksi n-heksana dan
fraksi kloroform (masing-masing sebesar 8,2 bpj dan 8,8 bpj) dilanjutkan dengan
ii
uji terhadap sel kanker Raji (Limfoma Burkitt) dengan metode MTT (3-[4,5-
Dimetiltiazol-2-il]-2,5-difeniltetrazolium bromida) assay.
Dalam pengobatan India, telah dibuktikan pentingnya Euphorbia hirta L. sebagai
sumber potensial antioksidan alam. Oleh karena itu, peneliti menguji ekstrak dan
fraksi herba Euphorbia hirta L. sebagai sumber tanaman yang menjanjikan dalam
kesehatan, makanan dan industri kosmetik. Pada uji aktivitas farmakologis,
ekstrak etanol dan fraksi etil asetat yang memiliki aktivitas antioksidan mendekati
asam askorbat pada konsentrasi 5 bpj dengan metode DPPH (in vitro). Terhadap
ekstrak etanol dan fraksi etil asetat yang positif antioksidan dilakukan pengujian
antidiabetes in vitro dengan menggunakan metode inhibisi enzim .-glukosidase.
Pada uji tersebut, diketahui ekstrak etanol dan fraksi etil asetat memiliki IC50
sebesar 7,97 ± 0,37 µg/ml dan 16,14 ± 4,45 µg/ml. Hasil ini paling mendekati 1-
deoksinojirimisin sebagai pembanding, sehingga dapat dilanjutkan dengan uji
toleransi glukosa dengan berbagai pembebanan (dimulai dari polisakarida,
kemudian disakarida dan monosakarida) untuk membuktikan aktivitasnya in vivo.
Isolasi terhadap senyawa aktif yang terdapat pada fraksi aktif biologis yang
mungkin memiliki aktivitas farmakologi etil asetat dilakukan dengan kromatografi
kolom menggunakan Sephadex LH-20 dengan fase gerak metanol:air elusi
berangsur (gradien). Hasil kromatografi lapis tipis dari hasil kromatografi kolom
dikelompokkan berdasarkan kemiripan profil kromatografi lapis tipis. Subfraksi
AU dielusi lebih lanjut dengan metanol:air 50:50 dan diperoleh isolat AU176,
yang setelah dielusidasi struktur diketahui merupakan kuersitrin. Isolat AU176
(kuersitrin) diuji aktivitas .-glukosidase inhibitor in vitro dan diketahui memiliki
nilai IC50 sebesar 65,38 ± 0,17 µg/ml. Kuersitrin merupakan aldosa reduktase
inhibitor.
Pembebanan uji ”toleransi glukosa” tidak hanya dengan glukosa tetapi dilakukan
bertahap dengan menggunakan amilum 5 g/kg bb, maltosa dan sukrosa 3 g/kg bb
serta juga glukosa 2 g/kg bb. Hasil uji antidiabetes dengan pembebanan amilum
menunjukkan aktivitas antidiabetes akarbose, sebagai pembanding, ekstrak etanol
0,57 mg/kg bb dan 0,285 mg/kg bb berbeda secara bermakna (p<0,05) terhadap
kontrol serta kurva evolusi gula darah berada di bawah grafik kontrol. Hal ini
menandakan bahwa akarbose tepat digunakan sebagai pembanding serta adanya
pengaruh ekstrak dan fraksi uji terhadap penekanan kadar gula darah. Dari uji
”toleransi glukosa” oral dengan pembebanan dengan maltosa/sukrosa, diperoleh
hasil akarbose dan semua dosis ekstrak etanol dan fraksi etil asetat uji
menunjukkan aktivitas antidiabetes secara bermakna terhadap kontrol (p<0,05)
serta kurva evolusi gula darah berada di bawah grafik kontrol. Hal ini menyatakan
bahwa ekstrak dan fraksi uji mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan dengan
demikian prospektif untuk penelitian lanjut untuk penelitian anti diabetes. Arah
garis kurva regresi ini menunjukkan kecepatan obat dalam menurunkan kadar gula
darah setelah pembebanan menuju kadar gula darah normal. Pada uji toleransi
glukosa dengan pembebanan glukosa, hanya metformin sebagai pembanding yang
memiliki nilai regresi paling mendekati nilai regresi mendekati 1, setelah kontrol.
Oleh karena itu, terlihat bahwa mekanisme kerja ekstrak etanol dan fraksi etil
asetat lebih menyerupai mekanisme kerja akarbose, yaitu mereduksi absorpsi pati,
dekstrin, dan disakarida dari usus dengan menginhibisi aksi .-glukosidase brush
iii
border usus, dibandingkan dengan metformin yang mengurangi absorpsi glukosa
dari usus.
Dengan demikian, analisis mekanisme penghambatan suatu obat terhadap
karbohidrat dapat dilakukan dengan uji ”toleransi glukosa” dengan berbagai
pembebanan dimulai dari polisakarida sampai dengan monosakarida. Hal ini
merupakan metode baru, di mana umumnya uji ”toleransi glukosa” dilakukan
hanya dengan pembebanan glukosa. Uji ”toleransi glukosa” dengan pembebanan
glukosa kurang mencerminkan keadaan klinis, di mana pada uji laboratorium,
bukan hanya menerima asupan glukosa, tetapi juga sukrosa dan amilum yang
berasal dari makanan. Dari hasil uji toleransi glukosa dengan berbagai
pembebanan karbohidrat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penghambatan dari
herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.), khususnya ekstrak etanol dan fraksi etil
asetat adalah diduga menekan perubahan disakarida (maltosa dan sukrosa)
menjadi monosakarida (glukosa). Hal ini diperkuat dengan hasil pada uji toleransi
glukosa dengan pembebanan glukosa 2 g/kg bb di mana hanya metformin yang
menunjukkan penurunan tercepat kadar gula darah kembali ke normal. Namun,
ekstrak etanol dan fraksi etil asetat herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.)
kurang menghambat absorpsi glukosa ke dalam darah, dengan demikian
mekanisme kerja ekstrak dan fraksi ini lebih menyerupai mekanisme kerja
akarbose, yang mengurangi absorpsi usus terhadap pati, dekstrin, dan disakarida
dengan menginhibisi aksi .-glukosidase brush border usus, dibandingkan dengan
metformin yang mengurangi penyerapan glukosa dari usus.
Fraksi sitotoksik, yaitu fraksi n-heksana dan kloroform, diuji sitotoksisitasnya
terhadap sel kanker Raji (Limfoma Burkitt) dengan metode MTT assay. Sel
kanker Raji (Limfoma Burkitt) dipilih karena belum ada penelitian yang menguji
ekstrak dan fraksi herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.) terhadap sel kanker ini.
Diketahui ekstrak etanol dan fraksi kloroform tidak aktif terhadap sel Raji dengan
nilai IC50 sebesar 83,68 dan 40,32 µg/ml. Fraksi n-heksana yang diketahui bersifat
sitotoksik pada uji BSLT, tidak bersifat sitotoksik pada sel Raji, karena nilai IC50
nya di atas 100 µg/ml, yaitu sebesar 228,97 µg/ml. Hal ini mungkin disebabkan
karena spesifitas fraksi n-heksana, yaitu kemungkinannya bersifat sitotoksik pada
sel kanker lain, selain sel Raji. Dari hasil ini terlihat bahwa, hasil sitotoksisitas
pada Brine Shrimp Lethality Test, tidak selalu menunjukkan sitotoksisitas ketika
diuji dengan sel kanker, demikian juga sebaliknya.
Pada uji toksisitas akut, ditemukan pada studi bahwa ekstrak etanol bersifat
praktis tidak toksik karena pada uji toksisitas akut didapatkan LD50-nya di atas
5.000 mg/kg bb. Namun untuk fraksi etil asetat nilai LD50-nya adalah di antara
1.750-5.000 mg/kg bb, yaitu sekitar 4808 mg/kg bb pada mencit betina, sehingga
disimpulkan bersifat sedikit toksik. Namun pada mencit jantan, nilai LD50-nya
lebih besar dari 5.000 mg/kg bb, praktis tidak toksik. Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan keamanan penggunaan fraksi etil asetat pada jenis kelamin yang
berbeda.
Kontribusi penelitian ini terhadap keilmuan adalah telah diperolehnya pendekatan
awal landasan penelitian herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.) dengan panduan
iv
Brine Shrimp Lethality Test, ditunjukkan kelompok aktivitas biologi (antioksidan
dan antidiabetes) sebagai obat. Pendekatan kajian mekanisme kerja antidiabetes
secara in vivo telah dikembangkan dengan metode ”toleransi glukosa” memakai
pembebanan polisakarida (amilum), disakarida (maltosa dan sukrosa) dan
monosakarida (glukosa), dalam penelitian ini telah diteliti aktivitas antidiabetes
ekstrak etanol dan fraksi etil asetat herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.) yang
menginhibisi pemecahan disakarida menjadi glukosa.
Fraksi etil asetat dari herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.) menunjukkan efek
antidiabetes, dengan tingkat keamanan LD50 4.808 mg/kg bb pada mencit betina
dan lebih besar dari 5.000 mg/kg bb pada mencit jantan.