digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK RATNA MEGAWATI WIDHARNA
PUBLIC yana mulyana

Dalam tanaman yang digunakan sebagai obat, terkandung senyawa-senyawa aktif farmakologis dan senyawa toksik. Untuk memenuhi syarat obat bahan alam, yang meliputi karakteristika, khasiat, serta keamanannya, senyawa toksik dan aktif farmakologis perlu dipisahkan. Keterkaitan antara dosis dan respon pun perlu diperhatikan dalam pemberian obat. Euphorbia hirta L. (patikan kebo) digunakan sebagai tumbuhan obat tradisional dengan aktivitasnya yang beragam, misalnya infus daunnya digunakan sebagai ekspektoran untuk bronkitis dan asma, buahnya yang digiling diberikan pada anak-anak sebagai laksatif dan infus akar digunakan untuk menghilangkan sakit kepala karena sengatan matahari/panas. Ekstraksi dilakukan terhadap herba patikan kebo dengan menggunakan etanol 70%. Kemudian ekstrak etanol difraksinasi dengan cara ekstraksi cair–cair dengan menggunakan pelarut n-heksana, kloroform, etil asetat, n-butanol dan diperoleh fraksi n-heksana, kloroform, etil asetat, dan n-butanol (dan fraksi airnya). Aktivitas biologi dari tiap fraksi diuji dengan panduan uji-uji farmakologi. Sebagai pemandu awal penelitian herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.) ini, dilakukan uji bioaktivitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test. Dari hasil Brine Shrimp Lethality Test tersebut, didapatkan panduan ekstrak dan fraksi yang bersifat aktif biologis dan mungkin memiliki aktivitas farmakologi. Ditemukan bahwa ekstrak etanol, fraksi etil asetat, n-butanol dan air adalah fraksi aktif biologis dan mungkin memiliki aktivitas farmakologi berdasarkan uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), dengan nilai LC50 di antara 30 dan 1.000 bpj, yaitu berturut-turut sebesar 163,9; 39,9; 40,7; 58,7 bpj. Ekstrak dan fraksi aktif biologis dan mungkin memiliki aktivitas farmakologi dilanjutkan dengan uji antioksidan serta inhibisi .-glukosidase. Fraksi penanda sitotoksik berdasarkan uji Brine Shrimp Lethality Test (nilai LC50 di bawah 30 bpj) yaitu fraksi n-heksana dan fraksi kloroform (masing-masing sebesar 8,2 bpj dan 8,8 bpj) dilanjutkan dengan ii uji terhadap sel kanker Raji (Limfoma Burkitt) dengan metode MTT (3-[4,5- Dimetiltiazol-2-il]-2,5-difeniltetrazolium bromida) assay. Dalam pengobatan India, telah dibuktikan pentingnya Euphorbia hirta L. sebagai sumber potensial antioksidan alam. Oleh karena itu, peneliti menguji ekstrak dan fraksi herba Euphorbia hirta L. sebagai sumber tanaman yang menjanjikan dalam kesehatan, makanan dan industri kosmetik. Pada uji aktivitas farmakologis, ekstrak etanol dan fraksi etil asetat yang memiliki aktivitas antioksidan mendekati asam askorbat pada konsentrasi 5 bpj dengan metode DPPH (in vitro). Terhadap ekstrak etanol dan fraksi etil asetat yang positif antioksidan dilakukan pengujian antidiabetes in vitro dengan menggunakan metode inhibisi enzim .-glukosidase. Pada uji tersebut, diketahui ekstrak etanol dan fraksi etil asetat memiliki IC50 sebesar 7,97 ± 0,37 µg/ml dan 16,14 ± 4,45 µg/ml. Hasil ini paling mendekati 1- deoksinojirimisin sebagai pembanding, sehingga dapat dilanjutkan dengan uji toleransi glukosa dengan berbagai pembebanan (dimulai dari polisakarida, kemudian disakarida dan monosakarida) untuk membuktikan aktivitasnya in vivo. Isolasi terhadap senyawa aktif yang terdapat pada fraksi aktif biologis yang mungkin memiliki aktivitas farmakologi etil asetat dilakukan dengan kromatografi kolom menggunakan Sephadex LH-20 dengan fase gerak metanol:air elusi berangsur (gradien). Hasil kromatografi lapis tipis dari hasil kromatografi kolom dikelompokkan berdasarkan kemiripan profil kromatografi lapis tipis. Subfraksi AU dielusi lebih lanjut dengan metanol:air 50:50 dan diperoleh isolat AU176, yang setelah dielusidasi struktur diketahui merupakan kuersitrin. Isolat AU176 (kuersitrin) diuji aktivitas .-glukosidase inhibitor in vitro dan diketahui memiliki nilai IC50 sebesar 65,38 ± 0,17 µg/ml. Kuersitrin merupakan aldosa reduktase inhibitor. Pembebanan uji ”toleransi glukosa” tidak hanya dengan glukosa tetapi dilakukan bertahap dengan menggunakan amilum 5 g/kg bb, maltosa dan sukrosa 3 g/kg bb serta juga glukosa 2 g/kg bb. Hasil uji antidiabetes dengan pembebanan amilum menunjukkan aktivitas antidiabetes akarbose, sebagai pembanding, ekstrak etanol 0,57 mg/kg bb dan 0,285 mg/kg bb berbeda secara bermakna (p<0,05) terhadap kontrol serta kurva evolusi gula darah berada di bawah grafik kontrol. Hal ini menandakan bahwa akarbose tepat digunakan sebagai pembanding serta adanya pengaruh ekstrak dan fraksi uji terhadap penekanan kadar gula darah. Dari uji ”toleransi glukosa” oral dengan pembebanan dengan maltosa/sukrosa, diperoleh hasil akarbose dan semua dosis ekstrak etanol dan fraksi etil asetat uji menunjukkan aktivitas antidiabetes secara bermakna terhadap kontrol (p<0,05) serta kurva evolusi gula darah berada di bawah grafik kontrol. Hal ini menyatakan bahwa ekstrak dan fraksi uji mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan dengan demikian prospektif untuk penelitian lanjut untuk penelitian anti diabetes. Arah garis kurva regresi ini menunjukkan kecepatan obat dalam menurunkan kadar gula darah setelah pembebanan menuju kadar gula darah normal. Pada uji toleransi glukosa dengan pembebanan glukosa, hanya metformin sebagai pembanding yang memiliki nilai regresi paling mendekati nilai regresi mendekati 1, setelah kontrol. Oleh karena itu, terlihat bahwa mekanisme kerja ekstrak etanol dan fraksi etil asetat lebih menyerupai mekanisme kerja akarbose, yaitu mereduksi absorpsi pati, dekstrin, dan disakarida dari usus dengan menginhibisi aksi .-glukosidase brush iii border usus, dibandingkan dengan metformin yang mengurangi absorpsi glukosa dari usus. Dengan demikian, analisis mekanisme penghambatan suatu obat terhadap karbohidrat dapat dilakukan dengan uji ”toleransi glukosa” dengan berbagai pembebanan dimulai dari polisakarida sampai dengan monosakarida. Hal ini merupakan metode baru, di mana umumnya uji ”toleransi glukosa” dilakukan hanya dengan pembebanan glukosa. Uji ”toleransi glukosa” dengan pembebanan glukosa kurang mencerminkan keadaan klinis, di mana pada uji laboratorium, bukan hanya menerima asupan glukosa, tetapi juga sukrosa dan amilum yang berasal dari makanan. Dari hasil uji toleransi glukosa dengan berbagai pembebanan karbohidrat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penghambatan dari herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.), khususnya ekstrak etanol dan fraksi etil asetat adalah diduga menekan perubahan disakarida (maltosa dan sukrosa) menjadi monosakarida (glukosa). Hal ini diperkuat dengan hasil pada uji toleransi glukosa dengan pembebanan glukosa 2 g/kg bb di mana hanya metformin yang menunjukkan penurunan tercepat kadar gula darah kembali ke normal. Namun, ekstrak etanol dan fraksi etil asetat herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.) kurang menghambat absorpsi glukosa ke dalam darah, dengan demikian mekanisme kerja ekstrak dan fraksi ini lebih menyerupai mekanisme kerja akarbose, yang mengurangi absorpsi usus terhadap pati, dekstrin, dan disakarida dengan menginhibisi aksi .-glukosidase brush border usus, dibandingkan dengan metformin yang mengurangi penyerapan glukosa dari usus. Fraksi sitotoksik, yaitu fraksi n-heksana dan kloroform, diuji sitotoksisitasnya terhadap sel kanker Raji (Limfoma Burkitt) dengan metode MTT assay. Sel kanker Raji (Limfoma Burkitt) dipilih karena belum ada penelitian yang menguji ekstrak dan fraksi herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.) terhadap sel kanker ini. Diketahui ekstrak etanol dan fraksi kloroform tidak aktif terhadap sel Raji dengan nilai IC50 sebesar 83,68 dan 40,32 µg/ml. Fraksi n-heksana yang diketahui bersifat sitotoksik pada uji BSLT, tidak bersifat sitotoksik pada sel Raji, karena nilai IC50 nya di atas 100 µg/ml, yaitu sebesar 228,97 µg/ml. Hal ini mungkin disebabkan karena spesifitas fraksi n-heksana, yaitu kemungkinannya bersifat sitotoksik pada sel kanker lain, selain sel Raji. Dari hasil ini terlihat bahwa, hasil sitotoksisitas pada Brine Shrimp Lethality Test, tidak selalu menunjukkan sitotoksisitas ketika diuji dengan sel kanker, demikian juga sebaliknya. Pada uji toksisitas akut, ditemukan pada studi bahwa ekstrak etanol bersifat praktis tidak toksik karena pada uji toksisitas akut didapatkan LD50-nya di atas 5.000 mg/kg bb. Namun untuk fraksi etil asetat nilai LD50-nya adalah di antara 1.750-5.000 mg/kg bb, yaitu sekitar 4808 mg/kg bb pada mencit betina, sehingga disimpulkan bersifat sedikit toksik. Namun pada mencit jantan, nilai LD50-nya lebih besar dari 5.000 mg/kg bb, praktis tidak toksik. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan keamanan penggunaan fraksi etil asetat pada jenis kelamin yang berbeda. Kontribusi penelitian ini terhadap keilmuan adalah telah diperolehnya pendekatan awal landasan penelitian herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.) dengan panduan iv Brine Shrimp Lethality Test, ditunjukkan kelompok aktivitas biologi (antioksidan dan antidiabetes) sebagai obat. Pendekatan kajian mekanisme kerja antidiabetes secara in vivo telah dikembangkan dengan metode ”toleransi glukosa” memakai pembebanan polisakarida (amilum), disakarida (maltosa dan sukrosa) dan monosakarida (glukosa), dalam penelitian ini telah diteliti aktivitas antidiabetes ekstrak etanol dan fraksi etil asetat herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.) yang menginhibisi pemecahan disakarida menjadi glukosa. Fraksi etil asetat dari herba patikan kebo (Euphorbia hirta L.) menunjukkan efek antidiabetes, dengan tingkat keamanan LD50 4.808 mg/kg bb pada mencit betina dan lebih besar dari 5.000 mg/kg bb pada mencit jantan.