Pola konsumsi suplemen olahraga pada anggota aktif dari sebuah pusat kebugaran dipelajari dengan
penelitian observasional dengan subjek acak yang merupakan anggota aktif dari 2 pusat kebugaran.
Kemudian, pengetahuan subjek mengenai suplemen dinilai dan dibandingkan dengan mahasiswa/i
Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung tahun ke-4. Suplemen yang populer digunakan oleh anggota
kemudian diidentifikasikan kandungan steroid dengan metode Liebermann-Burchard. Penelitian ini
dilakukan di dua pusat kebugaran di Bandung (PKA and PKB) pada 100 subjek yang dipilih secara acak.
Kuesioner mendeskripsikan identitas, kebiasaan mengonsumsi suplemen dan pengetahuan akan
suplemen. Pusat kebugaran tersebut dibagi menjadi tingkat menengah-tinggi (PKA) dan pusat kebugaran
rendah (PKB) berdasarkan biaya yang dikenakan untuk menjadi anggota. Perbandingan pengetahuan akan
suplemen diperoleh dari kuesioner 100 subjek acak mahasiswa/i Sekolah Farmasi Institut Teknologi
Bandung tahun ke-4. Tingkat pengetahuan diukur dengan mengakumulasi poin untuk tiap kategori.
Pengetahuan di atas rata-rata ditunjukkan dengan nilai terakumulasi lebih dari 1 (>1). Informasi mengenai
suplemen yang populer di antara anggota digunakan untuk menentukan sampel steroid yang sesuai untuk
diuji. Uji ini meliputi penentuan LOD dan steroid di dalam sampel dengan melarutkan sampel dalam
kloroform. Larutan kloroform tersebut kemudian ditambahkan larutan asam asetat anhidrida : asam sulfat
pekat (1:1). Hasil positif dapat dilihat dengan pembentukan cincin berwarna merah-oranye di antara 2
fasa larutan. Dari hasil penelitian, diperoleh sebanyak 56% (PKA) dan 51% (PKB) subjek yang
mengonsumsi suplemen olahraga sehari-harinya. Sebanyak 49 dari 56 subyek berada pada rentang umur
17 sampai dengan 45 tahun (PKA). Sedangkan di PKB terdapat 48 dari 51 subyek yang berada pada
rentang 17 sampai dengan 35 tahun. Sebagian besar subyek yang mengonsumsi suplemen merupakan
karyawan swasta (17 di A; 10 di B), wirausahawan (20 di PKA), atau mahasiswa/i (12 di A; 35 di PKB).
Di PKA, 40 dari 56 subjek telah menjadi anggota sejak 3 tahun yang lalu. Sedangkan di PKB, data
terdistribusi lebih merata dari 3 bulan yang lalu, 1, 2 atau 3 tahun yang lalu. Secara kumulatif, juga telah
teramati sebagian besar subyek yang mengonsumsi suplemen berolahraga secara rutin 4-5 kali tiap
minggu di PKA (33) dan PKB (21). Namun di PKB sebagian besar subyek berolahraga 1-3 kali tiap
minggu (30). Dari penelitian, diperoleh subyek PKA (41,07%) memiliki persentase subyek dengan
pengetahuan di atas rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa/i farmasi (34%). Namun
perhitungan statitstik dengan metode Khi-kuadrat dengan pembetulan Yates menunjukkan tidak berbeda
bermakna yang berarti tidak ada perbedaan pengetahuan antara anggota PKA yang menggunakan
suplemen dengan mahasiswa SF-ITB (0,976) pada aras keberartian 0,05 (3,841). Sedangkan subyek yang
diperoleh dari PKB (9,80%) menunjukkan persentase yang lebih rendah terkait pengetahuan di atas ratarata dibandingkan dengan mahasiswa/i farmasi (34%). Dengan metode Khi-kuadrat, diperoleh hasil
berbeda bermakna antara pengetahuan anggota PKB yang menggunakan suplemen dengan mahasiswa/i
SF-ITB (29,325) pada aras keberartian 0,05 (3,841). Analisis kualitatif suplemen menunjukkan hasil
positif pada 3 dari 9 sampel yang diuji. 1 dari 3 sampel merupakan tablet steroid. Sedangkan 2 lainnya
dipasarkan dengan susu protein whey dalam bentuk susu bubuk. Suplemen olahraga dikonsumsi oleh
anggota aktif di pusat kebugaran yang berada di antara umur 17-35 tahun di PKB dan 17-45 tahun di PKA
serta di antaranya merupakan karyawan swasta dan mahasiswa/i di PKA dan PKB dengan PKA juga
terdapat wirausahawan. Tren ini juga terlihat di antara anggota aktif yang berolahraga 4-5 kali tiap
minggu di PKA dan 1-3 kali di PKB. Sedangkan untuk tingkat pengetahuan, terdapat tingkat pengetahuan
yang sama pada anggota aktif pusat kebugaran tingkat menengah-tinggi (PKA) dibandingkan dengan
mahasiswa/i farmasi. Anggota aktif pusat kebugaran tingkat rendah (PKB) memiliki tingkat pengetahuan
yang lebih rendah mengenai suplemen dibandingkan dengan mahasiswa/i farmasi.