digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Riga
PUBLIC Irwan Sofiyan

PUSTAKA Riga
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER Riga
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB1 Riga
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB2 Riga
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB3 Riga
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB4 Riga
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB5 Riga
PUBLIC Irwan Sofiyan

Artocarpus merupakan salah satu genus penting dalam famili Moraceae. Secara tradisional tumbuhan yang dikenal sebagai nangka-nangkaan ini telah banyak dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional untuk menyembuhkan peradangan, demam, malaria dan diare. Kajian fitokimia tumbuhan genus ini menunjukkan bahwa Artocarpus menghasilkan senyawa fenolik dengan ciri khas terprenilasi seperti flavonoid, stilben dan 2-arilbenzofuran dengan beragam fungsi farmakologis seperti sitotoksik, antimikroba, anti malaria dan antioksidan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa Artocarpus merupakan salah satu genus tumbuhan yang potensial menghasilkan berbagai senyawa bioaktif. Eksplorasi lebih lanjut terkait sumber alternatif senyawa bioaktif dapat dilakukan dengan teknologi yang mutakhir antara lain teknik kultur jamur endofitik. Jamur endofitik adalah mikroorganisme yang hidup secara berkoloni dalam berbagai jaringan tumbuhan seperti akar, batang, daun, umbi, buah dan bunga. Evaluasi biologi dan uji aktivitas dari ekstrak jamur endofitik yang terdapat pada tumbuhan inang Artocarpus pernah dilaporkan, akan tetapi kajian kimia terkait jamur endofitik yang diisolasi dari tumbuhan genus Artocarpus belum pernah diteliti sebelumnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah isolasi dan karakterisasi metabolit sekunder dari jamur endofitik yang berasal dari tumbuhan A. heterophyllus dan A. champeden serta menguji bioaktivitasnya yang terdiri dari uji sitotoksik terhadap sel murin leukemia P-388 dan uji anti mikroba. Isolat tunggal jamur endofitik yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari jaringan dua spesies tumbuhan Artocarpus Indonesia (A. heterophyllus dan A. champeden) yang kemudian diidentifikasi berdasarkan analisa genetika pada daerah Internal Transcribed Spacer (ITS) rDNA. Selanjutnya isolat tunggal jamur endofitik dikultivasi dalam media cair pada suhu 28 0C selama waktu kultivasi optimumnya untuk kemudian miselia dipisahkan dari medianya. Miselia diekstraksi dengan metanol sedangkan medianya diekstraksi cair-cair dengan etil asetat. Masing-masing ekstrak difraksinasi dan dimurnikan dengan berbagai teknik kromatografi yang meliputi kromatografi cair vakum, kolom gravitasi dan radial sehingga diperoleh senyawa murni. Senyawa murni ini selanjutnya ditetapkan strukturnya berdasarkan analisa data spektroskopi yang terdiri dari NMR 1D (1H dan 13C), 2D (HSQC, COSY, HMBC dan NOESY) dan spektroskopi massa (MS). Senyawa hasil isolasi diuji bioaktivitasnya yang meliputi uji sitotoksik terhadap sel murin leukemia P-388 mengikuti metode MTT yang nilainya dinyatakan dengan IC50. Senyawa murni hasil isolasi juga diuji aktivitas anti mikrobanya terhadap lima bakteri (Escherichia coli, Bacillus subtilis, Pseudomonas fluorescens, Micrococcus luteus dan Saccharomyces cerevisiae) dan satu jamur (Sporobolomyces salminocolor) menggunakan agar dilution method yang nilainya dinyatakan dalam zona hambat. Dua spesies jamur endofitik yaitu Pestalotiopsis microspora dan Diaporthe lithocarpus berhasil diisolasi dari tumbuhan A. heterophyllus dan jamur Fusarium solani diperoleh dari tumbuhan A. champeden. Ketiga jamur endofitik tersebut dilaporkan pertama kalinya dari tumbuhan inang Artocarpus. Pada penelitian ini telah berhasil diisolasi dua puluh dua senyawa murni dari ketiga jamur endofitik tersebut yang terdiri dari tiga senyawa baru dan sembilan belas senyawa yang telah dikenal. Selanjutnya dua dari sembilan belas senyawa yang telah dikenal tersebut diisolasi untuk pertama kalinya dari jamur endofitik. Dari dua puluh dua senyawa hasil isolasi, delapan senyawa diperoleh dari jamur P. microspora, lima senyawa dari F. solani dan sembilan senyawa lainnya dari D. lithocarpus. Delapan senyawa yang telah diisolasi dari P. microspora terdiri dari satu senyawa baru turunan lakton (+)-asetilpestalotin (1), tiga senyawa turunan lakton yang telah dikenal ((-)-pestalotin (2), (6S,7S,8R)-hidroksipestalotin (3) dan nekpiron D (5)), satu senyawa lignan (+)-pinoresinol (4) dan tiga senyawa seskuiterpen (+)-asam sidonoat (6), (+)-asam sidowoat (7) dan (+)-dendokarbin L (8). Lima senyawa yang berhasil diisolasi dari F. solani terdiri dari satu senyawa baru alkaloid fusarindopirolidin (12), satu senyawa turunan azaantrakuinon 7-desmetilskorpinon (13) dan tiga senyawa turunan skitalon dan isokleron yaitu 3,4,8-trihidroksi-1(2H)-naftalenon (9), 8-metoksinaftalen-1-ol (10) dan 1,8-dimetoksinaftalena (11). Selanjutnya sembilan senyawa berhasil diisolasi dari jamur D. lithocarpus yang terdiri dari satu senyawa baru asam diaportindoat (14), satu senyawa turunan trikotesen makrolida mirotesin C (15), dua senyawa antrakuinon (1,2,8-trihdiroksiantrakuinon (16) dan emodin (17)), dua turunan kumarin (skopoletin (18) dan kumarin (19)), dua turunan fenil etanol (2-feniletanol (20) dan tirosol (21)) dan arbutin (22). Penemuan tiga senyawa baru (1, 12 dan 14) dari ketiga jamur endofitik mengindikasikan bahwa jamur endofitik merupakan sumber yang potensial dalam pencarian metabolit sekunder baru. Pengujian aktivitas sitotoksik terhadap sel murin leukemia P-388 menunjukkan bahwa dua dari delapan senyawa (5 dan 7) yang diisolasi dari P. microspora menunjukkan sitotoksisitas dengan kategori aktif (IC50 6,37 dan 7,30 ?M), sedangkan senyawa 1-4 dan 6 memiliki sitotoksisitas dengan kategori sedang. Selanjutnya aktivitas sitotoksik lima senyawa dari F. solani cukup beragam dengan rentang nilai IC50 6,03-223,48 ?M. Senyawa yang diperoleh dari ekstrak EtOAc jamur F. solani (senyawa 9, 10 dan 11) memperlihatkan sitotoksisitas dengan kategori tidak aktif (IC50 > 113,30 ?M). Hasil ini berbanding terbalik dengan dua senyawa (12 dan 13) dari ekstrak MeOH-nya yang mempunyai sifat sitotoksik dengan kategori aktif (IC50 6,03 dan 7,65 ?M). Dua senyawa (15 dan 17) dari jamur D. lithocarpus menunjukkan kemampuan sitotoksik dengan kategori aktif (IC50 0,63 dan 1,52 ?M), sementara tujuh senyawa lainnya (14, 16, 18-22) tergolong tidak aktif. Analisis hubungan struktur dan aktivitas pada senyawa golongan lakton (2, 3 dan 5) menunjukkan bahwa gugus hidroksi pada atom C-9 dan C-8 diprediksi berperan penting dalam meningkatkan nilai aktivitas sitotoksiknya. Selanjutnya kehadiran cincin siklik pada senyawa seskuiterpen golongan bisabolan (6 dan 7) diduga mampu menaikkan aktivitas sitotoksiknya dibandingkan rantai asiklik pada posisi yang sama. Sementara itu pada senyawa turunan antrakuinon (16 dan 17), kehadiran gugus -CH3 (C-6) dan -OH (C-3) diduga berpengaruh signifikan dalam meningkatkan aktivitas sitotoksiknya. Hasil uji anti mikroba terhadap senyawa isolasi menunjukkan bahwa senyawa trikosen makrolida, mirotesin C (15), yang diisolasi dari D. lithocarpus memperlihatkan aktivitas anti mikroba paling baik. Senyawa 15 dapat menghambat pertumbuhan keenam mikroba dengan nilai zona hambat berkisar antara 14,17-16,00 mm. Selanjutnya aktivitas anti mikroba senyawa seskuiterpen bisabolan (+)-asam sidowoat (7) tergolong aktif terhadap lima mikroba, yaitu B. subtilis dan M. luteus, E. coli, P. fluorescens dan S. salminocolor. Dua senyawa turunan antrakuinon yaitu 1,2,8-trihdiroksiantrakuinon (16) dan emodin (17) juga menunjukkan aktivitas penghambatan pertumbuhan beberapa mikroba. Senyawa 16 aktif terhadap E. coli, B. subtilis dan S. cerevisiae, sedangkan senyawa 17 menunjukkan aktivitas terhadap E. coli, B. subtilis, P. fluorescens, M. luteus dan S. cerevisiae dengan nilai zona hambat 11,67-14,67 mm. Satu senyawa baru (+)-asetilpestalotin (1) juga memperlihatkan aktvitas anti mikroba terhadap B. subtilis dengan nilai zona hambat 12,17 ± 0,29 mm. Merujuk pada kedua hasil uji bioaktivitas senyawa isolasi ini dapat disarankan bahwa senyawa (+)-asam sidowoat (7), mirotesin C (15), dan emodin (17) mempunyai potensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai kandidat obat kanker dan anti mikroba. Ketiga senyawa ini ditemukan pada jamur endofitik tumbuhan A. heterophyllus. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa jamur endofitik dari tumbuhan A. heterophyllus dan A. champeden mampu memproduksi senyawa baru dan senyawa yang juga ditemukan pada tumbuhan inangnya. Selain itu, penemuan berbagai senyawa pada penelitian ini dapat menambah informasi terkait keanekaragaman struktur dan kerangka dari jamur endofitik tumbuhan Artocarpus.