Saat ini pengobatan malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum, berdasarkan
rekomendasi WHO adalah menggunakan kombinasi terapi berbasis artemisinin. Artemisinin
merupakan salah satu metabolit sekunder yang terkandung di dalam tanaman Artemisia annua L.
yang digunakan sebagai antimalaria. Rendahnya jumlah artemisinin secara alami menyebabkan
mahalnya biaya pengobatan berbasis artemisinin. Upaya peningkatan kadar artemisinin melalui
sintesis kimia pun sulit dilakukan. Oleh karena itu dilakukan upaya peningkatan kadar artemisinin
melalui rekayasa genetik. Gen-gen pengkode enzim-enzim kunci dalam jalur biosintesis artemisinin
telah diteliti dan diketahui. FPS atau farnesil pirofosfat sintase merupakan enzim yang berperan
dalam mengkatalisis reaksi yang memproduksi farnesil pirofosfat yang merupakan prekursor
pembentukan beberapa senyawa isoprenoid termasuk artemisinin. Overekspresi gen FPS ke dalam
tanaman A. annua L telah dilakukan oleh para peneliti namun hanya menghasilkan artemisinin
paling banyak yaitu 1% dari bobot kering. Adanya mekanisme post transcriptional gene silencing
yang merupakan bentuk pertahanan diri tanaman terhadap DNA asing yang masuk, diduga menjadi
penyebab kurang efisiennya transformasi gen fps ke dalam A. annua L sehingga artemisinin yang
dihasilkan relatif rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menambahkan gen antisilencing p19 ke
dalam plasmid yang telah mengandung gen fps, pCAMBIA-FPS, dalam upaya meniadakan
pertahanan diri tanaman ketika plasmid tersebut ditransformasikan. Strategi yang dilakukan untuk
mengkonstruksi pCAMBIA-FPS-p19 yaitu dengan memotong plasmid pCAMBIA-p19, sebagai DNA
sisipan dan pCAMBIA-fps, sebagai vektor menggunakan enzim Xhol. Fragmen DNA sisipan yaitu gen
p19 diligasi dengan vektor pCAMBIA-fps dan ditransformasikan ke dalam E.coli DH5????????????±?¸ ? ?ÿ ?
hasil analisis migrasi, PCR, restriksi, dan urutan DNA dapat disimpulkan bahwa gen p19 telah
berhasil disisipkan ke dalam plasmid pCAMBIA-fps.