digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak
PUBLIC karya

Saat ini permintaan energi listrik meningkat pesat setiap tahunnya karena pertumbuhan teknologi itu sendiri. Pembuatan pembangkit listrik merupakan salah satu solusi namun hanya menimbulkan masalah lain jika pembangkit listrik menggunakan bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi listrik. Jadi berdasarkan pada kasus itu hanya energi terbarukan yang bisa menjadi bahan bakar untuk menghasilkan tenaga listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (belakangan disebut PLTSa) menjadi solusi untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu caranya adalah dengan menggunakan teknologi insinerasi. Ada beberapa kriteria untuk limbah sebagai bahan bakar PLTSa, yang terkait dengan nilai kalor, nilai kelembaban, fraksi abu, dan fraksi bahan mudah terbakar. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, co-combustion (pencampuran dengan batubara) dan pengeringan bahan bakar diterapkan. Ada tujuh jenis bahan bakar yang dianalisis dalam penelitian sebelumnya. Jenis bahan bakar A memiliki nilai konsumsi bahan bakar 11,45 ton / MWh, tipe B 3,56 ton / MWh, tipe C 3,13 ton / MWh, tipe D 5,17 ton / MWh, tipe E 3,45 ton / MWh, tipe F 7,27 ton / MWh, dan tipe G 3,46 ton / MWh. Tetapi berdasarkan analisis yang telah dilakukan bahan bakar tipe A,B,D,F tidak memenuhi kriteria kelembapan dimana kelembapan bahan bakar seharusnya diatas 50%. Dari tiga skenario bahan bakar yang memenuhi kriteria bahan bakar tipe C mengalami kerugian sebesar -Rp 11.693.931.759/tahun sehingga bahan bakar tipe C tidak layak untuk di lanjutkan sebagai bahan bakar. Bahan bakar tipe E dan G memenuhi kriteria dan menghasilkan profit dan setelah dilakukan perhitungan NPV didapatkan NPV tipe E sebesar Rp 1.221.401.729.255 dengan IRR sebesar 40% dan NPV tipe G sebesar Rp 1.761.076.419.424 dengan IRR sebesar 53%. Sedangkan dari segi pengurangan emisi karbon tipe E mengurangi emisi sebesar 31,24% dibanding PLTU dan tipe G sebesar 43,67% dibanding PLTU.