digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Milgianisa Sara
PUBLIC Alice Diniarti

COVER Milgianisa Sara
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Milgianisa Sara
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Milgianisa Sara
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Milgianisa Sara
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Milgianisa Sara
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Milgianisa Sara
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Milgianisa Sara
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

Pulau Sumba termasuk dalam daerah potensi kekeringan yang tinggi di provinsi Nusa Tenggara Timur. Perbandingan ketersediaan air, baik air tanah maupun air permukaan dalam memenuhi kebutuhan air rumah tangga di Pulau Sumba selalu mengalami defisit di musim kemarau. Musim hujan di Pulau Sumba memiliki periode temporal yang lebih pendek dengan volume curah hujan yang lebih besar dibandingkan musim kemarau. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis potensi pemenuhan kebutuhan air hingga tingkat kecamatan dengan memanfaatkan curah hujan pada wilayah pemukiman sebagai pemenuhan kebutuhan air rumah tangga di bulan-bulan kering. Data curah hujan bulanan dari Climate Hazards Group InfraRed Precipitation with Station (CHIRPS) dan observasi pos hujan, serta data luas wilayah pemukiman digunakan untuk menghitung ketersediaan air dari curah hujan di wilayah pemukiman. Data penduduk digunakan untuk menghitung kebutuhan air penduduk di tiap kecamatan. Melalui perhitungan neraca air antara ketersediaan air dan kebutuhan air rumah tangga dari jumlah penduduk menghasilkan peluang pemenuhan kebutuhan air rumah tangga sehingga dapat diketahui daerah yang mengalami kritis ketersediaan air. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa di Pulau Sumba dalam periode 2007 s.d 2016 memiliki potensi ketersediaan air yang dapat digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan air rumah tangga pada musim kemarau dengan peluang sebesar 46% dari ketersediaan air yang diperoleh dari curah hujan di wilayah pemukiman. Terdapat 17 kecamatan yang tidak mengalami kritis ketersediaan air dan 20 kecamatan yang mengalami kritis berat ketersediaan air dari peta daerah kritis air ketersediaan air hujan.