digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Dwi Risky Febrian Dhini
PUBLIC Sandy Nugraha

Kantor memiliki urgensi akan kebutuhan pencahayaan yang nyaman mengingat pentingnya aktivitas visual yang mengharuskan penggunanya untuk bekerja di dalam ruangan secara efektif dan efisien dengan durasi rata-rata 8 jam per hari. Fenomena ruang yang terjadi di kantor adalah penataan layout ruangan yang terbatas karena lebih mengutamakan daya tampung pekerja di dalam ruangan tersebut. Akibatnya banyak ruang kantor yang tidak memperhatikan posisi jarak dan sudut meja kerja terhadap bukaan pencahayaan. Hal ini dapat meningkatkan potensi gangguan visual yang menyebabkan pengguna ruang menjadi tidak nyaman dalam bekerja. Ketidaknyamanan tersebut berdampak pada menurunnya produktivitas kerja pengguna. Dalam jangka panjang, apabila ketidaknyamanan tersebut terus berlangsung dapat memicu terjadinya sick building syndrome. Sebagai alternatif untuk meminimalkan terjadinya hal tersebut, konsep zona adaptif dibahas melalui penataan layout dengan pengaturan jarak dan sudut bidang kerja terhadap bukaan pencahayaan. Penelitian ini merupakan pengembangan lanjutan dari road map penelitian zona adaptif visual dengan pengaturan lokasi dan metode yang berbeda. Penelitian zona adaptif visual sebelumnya masih terbatas pada lokasi di iklim sub tropis dengan metode simulasi digital tanpa melibatkan responden. Penelitian ini menggunakan gabungan antara respon pengguna melalui uji visual, pengukuran langsung, dan simulasi digital. Uji visual dilakukan untuk mengetahui tingkat produktivitas kerja menggunakan writing test pada kertas buram dengan durasi 1 menit. Pengukuran illuminansi menggunakan lightmeter dan kamera DSLR dengan lensa fisheye 8mm. Simulasi digital dilakukan untuk mendapatkan nilai indeks silau DGP menggunakan software AftabAlpha. Metode eksperimental digunakan dengan sampel ruang kerja kantor yang memiliki bukaan kaca pada dinding sudut yang menghadap utara dan barat di iklim tropis. Berbeda dari penelitian sebelumnya, penelitian ini menguji zona adaptif pada 12 pengaturan sudut dan 3 pengaturan jarak. Skenario pengaturan sudut dilakukan sepanjang sudut 360° dengan jeda per skenario adalah 30°. Pengaturan jarak dilakukan pada 3 sampel yang terdiri dari jarak 1 meter, 2,5 meter, dan 4 meter dari bukaan pencahayaan. Pengumpulan data dilakukan selama 6 kali dalam bulan Maret, April, dan Mei. Hasil penelitian pada studi kasus ini mengungkapkan bahwa, nilai indeks silau DGP >0,25 tergolong dalam kategori tidak nyaman. Semakin dekat arah hadap bidang kerja terhadap bukaan pencahayaan maka nilai indeks silau DGP semakin tinggi. Penerapan zona adaptif dapat mereduksi gangguan visual secara signifikan dengan menggeser bidang kerja sejauh 2,5 meter dan merotasi sudut bidang kerja miring (30° dan 330°) atau membelakangi bukaan pencahayaan (0° dan 270°). Selain pengaturan jarak dan sudut, ditemukan bahwa kontras antara pencahayaan di area bidang kerja dan luasan sudut pandang merupakan faktor yang menentukan tingkat kenyamanan visual dan produktivitas kerja. Alternatif penerapan zona adaptif visual pada area ruang kerja kantor dengan jarak 1 meter dari jendela, maka kombinasi pengaturan sudut yang terbaik adalah menjauhi/tidak memiliki view langsung dengan jendela. Sedangkan area kerja dengan jarak 2,5 meter dari jendela, dapat dikombinasikan dengan rotasi sudut miring ±30°. Pada area kerja dengan jarak 4 meter dari jendela, maka pengaturan sudut diarahkan mendekati/memiliki view langsung dengan jendela. Adanya keterbatasan waktu dan sampel lokasi penelitian menyebabkan rekomendasi penerapan zona adaptif visual ini akan lebih efektif diterapkan pada ruang kantor dengan studi kasus serupa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan memperluas baik sampel lokasi maupun waktu pengukuran, sehingga konsep zona adaptif visual sebagai alternatif dalam meningkatkan kenyamanan visual dan produktivitas kerja dapat diterapkan secara empiris pada berbagai alternatif ruang kerja kantor di iklim tropis sepanjang tahun.