digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Seiring dengan persyaratan teknologi dan tuntutan performa terus meningkat, biaya dan ketelitian yang dibutuhkan meningkat juga. Ada kebutuhan kuat akan perakitan yang memiliki tingkat kepresisian tinggi untuk diproduksi dengan biaya lebih murah. Metode yang terkenal untuk memberikan jaminan bagi mekanisme yang dioperasikan dengan baik disebut analisis tumpukan toleransi. Setelah menghitung berapa banyak toleransi yang akan diberikan kepada pihak pabrikan, desainer harus menetapkan toleransi dimensi dan geometris dengan mengacu pada ASME Y14.5 [1]. Institut Teknologi Bandung dan Universitas Teikyo membuat program penelitian dipayungi Asosiasi Teknologi Kogenerasi Mesin Stirling (SECOTEC) untuk merancang Mesin Stirling untuk daerah pedesaan di Indonesia. Institut Teknologi Bandung telah menerima satu mesin prototipe Stirling tipe beta yang dapat menghasilkan listrik 200 Watt. Namun karena memiliki system mekanis yang cukup kompleks, gambar teknik beserta spesifikasi geometric dari mesin stirling harus disesuaikan dengan kemampuan pabrikan di Indonesia. Oleh karena itu, Institut Teknologi Bandung perlu merancang dimensi dan geometri spesifikasi mesin Stirling baru (GD&T) sesuai dengan standar ISO dan kemampuan pabrikan. Gambar Mesin Stirling Baru telah dibuat sebagai hasil dari perhitungan tumpukan toleransi dalam rakitan. Perhitungan tumpukan toleransi telah dilakukan hanya dalam dua dimensi dikarenakan tidak adanya mekanisme kerja tiga dimensi pada mesin tersebut. Perhitungan toleransi tumpukan dua dimensi bersama dengan Direct Linearization Method (DLM) sebagai alat pemodelan matematika telah digunakan untuk menghitung tiga kriteria kunci rakitan, yang disebut Key Characteristic (KC) yang perlu dijaga oleh Mesin Stirling untuk menghasilkan kinerja yang optimal.