Seiring dengan persyaratan teknologi dan tuntutan performa terus meningkat, biaya dan
ketelitian yang dibutuhkan meningkat juga. Ada kebutuhan kuat akan perakitan yang memiliki
tingkat kepresisian tinggi untuk diproduksi dengan biaya lebih murah. Metode yang terkenal
untuk memberikan jaminan bagi mekanisme yang dioperasikan dengan baik disebut analisis
tumpukan toleransi. Setelah menghitung berapa banyak toleransi yang akan diberikan kepada
pihak pabrikan, desainer harus menetapkan toleransi dimensi dan geometris dengan mengacu
pada ASME Y14.5 [1].
Institut Teknologi Bandung dan Universitas Teikyo membuat program penelitian dipayungi
Asosiasi Teknologi Kogenerasi Mesin Stirling (SECOTEC) untuk merancang Mesin Stirling
untuk daerah pedesaan di Indonesia. Institut Teknologi Bandung telah menerima satu mesin
prototipe Stirling tipe beta yang dapat menghasilkan listrik 200 Watt. Namun karena memiliki
system mekanis yang cukup kompleks, gambar teknik beserta spesifikasi geometric dari mesin
stirling harus disesuaikan dengan kemampuan pabrikan di Indonesia. Oleh karena itu, Institut
Teknologi Bandung perlu merancang dimensi dan geometri spesifikasi mesin Stirling baru
(GD&T) sesuai dengan standar ISO dan kemampuan pabrikan.
Gambar Mesin Stirling Baru telah dibuat sebagai hasil dari perhitungan tumpukan toleransi
dalam rakitan. Perhitungan tumpukan toleransi telah dilakukan hanya dalam dua dimensi
dikarenakan tidak adanya mekanisme kerja tiga dimensi pada mesin tersebut. Perhitungan
toleransi tumpukan dua dimensi bersama dengan Direct Linearization Method (DLM) sebagai
alat pemodelan matematika telah digunakan untuk menghitung tiga kriteria kunci rakitan, yang
disebut Key Characteristic (KC) yang perlu dijaga oleh Mesin Stirling untuk menghasilkan
kinerja yang optimal.