Sangat pesatnya perkembangan teknologi saat ini seiring dengan pemanfaatan yang dilakukan
oleh masyarakat terhadap akibat dari teknologi itu sendiri. Alih-alih mematikan perusahaan
yang sebagian kecil dialami oleh pelaku usaha, justru perkembangan teknologi menghasilkan
model bisnis baru, salah satunya yaitu sharing economy. Sharing economy yang
memanfaatkan berlebihnya suatu asset, seperti rumah, kendaraan, lahan parkir menjadi yang
sangat berkembang saat ini. Berlebih disini dalam artian asset yang tidak terpakai, yang
kemudian ditingkatkan utilitasnya kepada orang lain yang membutuhkan dengan
memanfaatkan teknologi.
Salah satu industri yang mengalami dampak langsungnya adalah industri logistik dan supply
chain, yang melahirkan istilah sharing logistic. Di Indonesia, industri ini sedang mengalami
pertumbuhan yang bagus seiring dengan berjamurnya e-commerce atau toko daring yang
membutuhkan jasa pengiriman untuk mengirimkan produk mereka. Tak hanya itu, iklim yang
dibangun akibat berkembangnya teknologi juga membuat UMKM merubah mindset bisnis
mereka dimana usaha mereka yang relative kecil mampu bersaing dengan perusahaan besar.
Sharing logistic diharapkan mampu menjadi jembatan untuk UMKM agar dapat bersaing
dengan perusahaan besar dalam pengurangan biaya distribusi.
Ketidakefisiensi yang dilakukan UMKM dikarenakan bisnis yang kecil, terbatasnya
pendanaan, tidak mampu bersaing dengan perusahaan besar yang pada akhirnya
memunculkan risiko-risiko yang dihadapi oleh UMKM. Untuk itu penelitian ini dilakukan
untuk menjawab risiko-risiko yang muncul akibat pengimplementasian konsep sharing logistic
dan juga strategi seperti apa yang mampu menghilangkan bahkan meminimalisir risiko-risko
yang diterjadi. Identifikasi risiko didapatkan melalui literature review dari jurnal, lalu risikorisiko
tersebut dikelompokkan menjadi transporter dan provider. Dalam pengukuran
menggunakan AHP, data yang didapat berdasarkan faktor-faktor yang diteliti, Kuisioner yang
didapatkan tidak bisa memuat banyak pertanyaan karena akan berdampak pada psikologis
responden. Namun AHP memiliki tingkat konsistensi yang baik, tingkat kompleksitas yang
tinggi, dan dapat mengukur tingkat prioritas yang mana dibutuhkan dalam pemetaan risiko.
Hasil penelitian ini adalah bahwa beberapa risiko dominan terjadi dalam penerapan konsep
berbagi logistik. Untuk kategori pengirim atau pengangkut terdapat risiko kapasitas alat
transportasi yang tidak sesuai sebesar 34% , risiko keterlambatan pengiriman sebesar 21%
dan risiko pelatihan dan kualitas tenaga kerja transportasi yang tidak sesuai sebesar (17,8%)
menempati 3 risiko terbesar yang penting menurut responden. Sementara untuk kategori
penyedia layanan, risiko penipuan dan kecurangan dalam manajemen bisnis sebesar 19,4%,
risiko kegagalan dalam pengawasan dan pengendalian kualitas barang sebesar 17,9% dan
risiko kegagalan dalam memprediksi permintaan sebesar 16,5% menempati posisi 3 teratas
risiko yang penting menurut responden. Adapun risiko lainnya, baik dalam kategori
transporter dan penyedia layanan bukan risiko penting untuk dipertimbangkan dalam
penerapan berbagi logistik oleh para ahli. Mitigasi yang dilakukan untuk mengurangi risiko
dalam penelitian ini berkaitan erat dengan transparansi data, baik tentang produk/barang
yang dikirim, pengemudi, kendaraan dan juga informasi oleh manajemen perusahaan, yang
semuanya dapat digabungkan dalam platform teknologi yang akan digunakan oleh pengguna.