digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia sudah bergabung dengan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang menyebabkan Indonesia harus berkompetisi secara internasional. Ekonomi kreatif dipercaya dapat menjadi salah satu sektor yang dapat menangkap kesempatan di MEA. Sehingga kreativitas dan pengetahuan menjadi aset yang tak ternilai dalam persaingan dan pembangunan ekonomi. Perkembangan ekonomi Indonesia yang mengandalkan sumber daya alam telah mencapai titik jenuh karena berkurangnya sumber daya alam, sehingga dalam jangka panjang tidak lagi dapat diandalkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. Selama dekade terakhir, Indonesia berusaha meningkatkan daya saing baik dari segi produk maupun sumber daya manusia untuk dapat bersaing di wilayah regional dan internasional. Masalah dan tantangan yang dihadapi ekonomi nasional juga secara langsung di hadapi kota Yogyakarta dalam konteks lokal. Di tengah upaya untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan, kota Yogyakarta dituntut untuk mengoptimalkan potensi kreativitas sumber daya manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan kota Yogyakarta untuk menjadi kota kreatif berdasarkan indeks Charles Landry, dan melihat ekosistem industri kreatif sub sektor paling potensial yang mempengaruhi Yogyakarta dalam mencapai tujuan dari kota kreatif. Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah kualitatif dan kuantitatif. Pertama, peneliti mendefinisikan indeks menjadi kota kreatif oleh indeks kota kreatif Charles Landry. Analisis ini mencakup Suvei, Pengamatan, dan Wawancara lima puluh responden yang terkait dengan penelitian. Lima puluh responden mengerjakan kuesioner dan wawancara terkait topik penelitian. Wawancara yang telah dilakukan kemudian direkam oleh peneliti dan ditranskrip dengan kata demi kata. Analisis Perbandingan menggunakan teori deskriptif yang telah dianalisis sebelumnya dan dengan wawancara mendalam. Temuan dari analisis ini adalah Yogyakarta memenuhi tujuh dari sepuluh indeks yang lebih dari tingkat sedang. Tujuh indeks tersebut adalah Kekhasan, Keterbukaan, Kewirausahaan, Strategi kepemimpinan, Pengembangan Bakat, Profesionalisme, dan Komunikasi. Namun demikian, Kerangka Politik Publik, Penempatan Tempat, dan Kemampuan Hidup adalah indeks yang masih dalam tingkat sedang. Berdasarkan analisis, Yogyakarta memiliki tiga subsektor teratas yang mempengaruhi kota. Seni Rupa, Seni Pertunjukan, dan Musik menjadi subsektor yang paling berpengaruh di Yogyakarta. Ekosistem dari ketiga subsektor ini telah lengkap dari rantai nilai penciptaan, pasar, apresiasi dan pengarsipan. Selain itu, industri kreatif ini telah membangun ekosistem yang menopang ekonomi kreatif sebagai industri dan memfasilitasi minat dan karya warga. Ada banyak infrastruktur pendidikan, studio, acara, dan festival yang terjadi di Yogyakarta. Ini membuat tujuan menjadi kota kreatif terlaksana.