digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Bangsa Tiongkok telah datang ke Asia Tenggara sejak abad ke-1 Masehi. Pada tahun 1850-1950, laju migrasi dari negeri Tiongkok ke wilayah Asia Tenggara meningkat drastis, termasuk di Indonesia. Mayoritas pendatang dari Tiongkok adalah pria. Saat itu mereka tidak dapat membawa istri merantau, oleh karena itu mereka menikahi wanita asli Indonesia. Pernikahan antar etnis ini kemudian menghasilkan kaum Peranakan Tionghoa, yang memiliki kultur berbeda dengan kultur bangsa Tiongkok asli. Di sisi lain, batik merupakan tradisi asli bangsa Indonesia dalam bidang tekstil, warisan budaya dan filsafat hidup sejak abad ke-13. Kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang menyebabkan peningkatan produksi katun di tanah air, berimbas pada berkembangnya industri batik di pesisir utara Jawa, salah satunya di Kedungwuni yang terletak dekat Pekalongan. Batik tulis Oey Soe Tjoen seringkali dianggap sebagai batik Peranakan Tionghoa terbaik dari segi teknik pengerjaan. Sejak 1925 hingga kini, batik Oey Soe Tjoen masih sanggup bertahan selama tiga generasi. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metodologi penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis morfologi estetik. Elemen estetik dalam batik Oey Soe Tjoen yang dianalisis adalah motif utama, isen-isen (motif pengisi), motif latar dan warna. Fokus penelitian adalah batik tulis buketan Oey Soe Tjoen dari generasi pertama. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai elemen estetik batik Peranakan Tionghoa 'Oey Soe Tjoen', sekaligus mengajak masyarakat untuk lebih mengapresiasi keanekaragaman budaya dan peran akulturasi dalam perkembangan seni rupa dan kriya Indonesia.