digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Produksi pertanian mengalami perubahan cepat karena adanya berbagai permasalahan yang mendunia. Beberapa masalah tersebut adalah peningkatan populasi, perubahan iklim, degradasi tanah, kekurangan air, dan keamanan makanan. Sistem produksi pertanian dengan sistem akuaponik terpadu terdiri dari komponen dan variabel yang mempengaruhi kompleksitas produksi yang berkelanjutan. Dalam pendekatan beberapa metode, peneliti menggabungkan data kualitatif dan kuantitatif untuk mengembangkan dan menyimulasikan model dinamika sistem. Model tersebut mengkaji interaksi sistemis pada variabel-variabel pada aspek keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial. Selanjutnya, model digunakan untuk mengevaluasi kelayakan finansial model usaha agro-industri akuaponik terpadu berwawasan lingkungan pada beberapa skala. Hal ini bertujuan untuk memfasilitasi pengusaha skala kecil dalam mengadopsi model usaha agroindustri akuaponik terpadu. Hasil dari pemodelan ini adalah ditemukan potensi yang bagus untuk keberlangsungan sistem produksi di model usaha agro-industri akuaponik dalam beberapa skala usaha. Model penelitian dilakukan di Akuaponik CV. X sebagai objek penelitian usaha akuaponik penghasil ikan lele dan sayur kangkung. Penelitian ini merupakan sistem agro-industri berwawasan lingkungan pada usaha akuaponik terpadu dengan sinergi antar sub-sistem budidaya ikan lele, hidroponik kangkung dan Azolla, pengolahan fillet lele, pakan ikan, dan pupuk organik. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa model tersebut menghasilkan hasil yang positif dalam meningkatkan kegiatan produksi dan mendukung konsep keberlanjutan suatu usaha secara finansial. Budi daya ikan lele memiliki peran integral dalam usaha agro-industri akuaponik. Sub-sistem ini berperan sebagai produksi lele segar, penghasil pupuk organik cair, serta penyedia sarana pertumbuhan tanaman pada sub-sistem hidroponik. Kemudian, ikan lele yang diproduksi tersebut diolah menjadi fillet ikan lele untuk menambah nilai produk. Proses produksi fillet ikan lele sendiri menghasilkan limbah berupa kepala, kulit dan tulang ikan, di mana limbah tersebut dapat diolah kembali menjadi pakan ikan. Proses menghasilkan pakan ikan dari limbah dilakukan dengan proses pencacahan dan fermentasi dan penambahan Azolla dari sub-sistem hidroponik. Adanya pakan ikan buatan ini mampu menekan pengeluaran biaya pakan ikan lele dalam kegiatan usaha dan menghasilkan pendapatan lain dalam sistem usaha ini. Keseluruhan proses dalam sistem ini menerapkan pengolahan limbah yang dihasilkan untuk digunakan kembali ke proses produksi lain. Sehingga, model usaha ini menciptakan model usaha agro-industri akuaponik yang berwawasan lingkungan dan minim keluaran limbah ke lingkungan. Perhitungan kelayakan finansial diperoleh dengan ketentuan investasi yang dilakukan selama 12 bulan. Berdasarkan hasil simulasi dan perhitungan kelayakan finansial, skala terkecil model usaha agro-industri akuaponik terpadu berwawasan lingkungan yang menguntungkan adalah usaha dengan skala enam kolam. Usaha skala ini memiliki kolam yang berdiameter satu meter dengan maksimal budidaya ikan lele 2000 ekor per kolam. Hasil perhitungan kelayakan finansial usaha tersebut menunjukkan bahwa Net Present Value (NPV) model usaha berjumlah sebesar Rp. 17.310.147,05, dengan Internal Rate Of Return (IRR) sebesar 15,9% dan Discounted Payback Period (DPP) selama 7 bulan. Selanjutnya, skala usaha ini membutuhkan investasi sebesar Rp 124.829.000,00. Selanjutnya, hasil simulasi dan perhitungan kelayakan finansial ini juga menunjukkan bahwa skala usaha yang memiliki performansi finansial terbaik. Skala usaha tersebut adalah usaha agro-industri akuaponik yang memiliki 22 kolam. Diameter kolam pada skala usaha ini berukuran tiga meter dengan maksimal budidaya ikan lele sebesar 10.000 ikan per kolam. Hasil perhitungan kelayakan finansial usaha pada skala dua kolam tersebut adalah nilai investasi 858.271.400, Net Present Value (NPV) Rp. 3.467.303.027,58, Internal Rate Of Return (IRR) 43,6%, dan Discounted Payback Period (DPP) selama 4 bulan. Penelitian kemudian dilanjutkan dalam analisis pemangku kepentingan (stakeholder analysis). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sinergi dari pemimpin usaha, supervisor dan investor memiliki peran yang penting dalam pengembangan model usaha agro-industri akuaponik terpadu berwawasan lingkungan. Keterlibatan pemangku kepentingan tersebut dalam kegiatan usaha secara terus-menerus diharapkan dapat meningkatkan keberlanjutan usaha.