Indonesia, sebagai tuan rumah dari Asian Games ke-18 Jakarta Palembang 2018
menggunakan maskot sebagai salah satu elemen event identity. Melihat
perkembangannya, tampaknya ada permasalahan dimana maskot tersebut tidak
mampu membawa masyarakat khususnya Jakarta untuk meramaikan acara. Tetapi
berbeda halnya dengan setelah acara selesai, permintaan berbagai macam media
terapan maskot terutama merchendise menjadi sangat tinggi. Hampir setiap
merchendise yang dijual pada toko fisik maupun online habis terjual. Penelitian ini
menggunakan metode campuran, yaitu parallel convergen. Untuk itu metode yang
digunakan dalam menyaring data adalah wawancara, observasi, literatur yang
dilengkapi dengan data kuesioner.
Dari data-data yang didapat, yaitu kombinasi kualitatif dan kuantitatif. Secara
bahasa visual dengan menggunakan instrumen perancangan karakter, ketiga maskot
Asian Games ke-18 dirancangang dengan baik. Tetapi melihat dari pembahasan
komunikasi visual, tampaknya fenomena maskot jelang waktu pre-event tidak
mampu membuat daya tarik kepada target pasar dari Asian Games. Maskot hanya
menjadi sebuah komoditas pelengkap dari sebuah identitas brand dari acara tersebut.
Melihat komponen komunikasi, tampaknya ada beberapa kekurangan khususnya
ada pada komponen komunikator, dalam hal ini INASGOC sebagai penyelenggara
acara. Melihat dari fenomena post-event, ketiga maskot tersebut menjadi sebuah
bahasa visual yang baru di masyarakat Indonesia. Sehingga daya tarik sebuah
maskot ini dinilai tidak berjalan sebagaimana fungsi awal yang diharapkan
penyelenggara