digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Buta warna adalah salah satu disabilitas yang terjadi pada hampir 5-8 % penduduk dunia. Buta warna pada umumnya diturunkan dan bersifat permanen dan disebabkan oleh anomali pada cone cell. Ada banyak tes yang berfungsi untuk mengetahui apakah seseorang menderita buta warna atau tidak selama ini. Namun belum ada tes buta warna yang mampu mengkuantifikasi seorang penderita buta warna dengan detail. Kebanyakan tes buta warna tidak mampu mengetahui dengan detail warna-warna yang dapat dibedakan dan tidak dapat dibedakan oleh seseorang. Hal tersebut sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi terhadap penderita buta warna karena kebanyakan penderita buta warna kemudian dipukul rata. Selain itu, seluruh tes buta warna yang ada di dunia saat ini juga hanya mengambil sudut pandang cone cell saja padahal rod cell juga bertanggung jawab terhadap bagaimana warna direpresentasikan khususnya pada bagian contrast dan brigthness. Penelitian yang diajukan bertujuan untuk melakukan klasifikasi dengan lebih mendetail warna-warna apa saja yang dapat dilihat oleh seseorang dan warna-warna apa saja yang tidak dapat dilihat seseorang dengan cara melakukan klusterisasi warna berdasarkan cone dan rod cell yang ada pada mata manusia. Penelitian ini diciptakan untuk melengkapi dan menyempurnakan tes buta warna yang ada saat ini yaitu melakukan kuantifikasi dengan lebih detail dan juga melihat aspek rod cell dalam representasi warna. Penelitian yang diajukan memiliki tujuan untuk melakukan klusterisasi kemampuan mata manusia dalam melakukan kuantifikasi warna berdasarkan panjang gelombang dan juga frekuensi yang merupakan tanggung jawab dari cone cell . Selain panjang gelombang, perlu dilakukan kuantifikasi intensitas tertinggi sampai intensitas terendah cahaya yang merupakan tanggung jawab dari rod cell. Sistem ini berhasil melakukan klusterisasi pada cone dan rod cell. Klusterisasi dilakukan dengan cara melakukan manipulasi spektrum warna tampak dan intensitas cahaya yang dapat dilihat oleh mata dari nilai terendah sampai tertinggi. Klusterisasi dilakukan dengan pendekatan berbasis color space yang mendekati cone LMS dan rod terang gelap. Klusterisasi memiliki tujuan untuk mengetahui kemampuan cone dan rod di mata manusia. Hal ini mempermudah untuk mengetahui mana saja warna yang dapat dibedakan dengan jelas oleh seseorang dan tidak dapat dibedakan dengan jelas. Penelitian ini berhasil mengeluarkan nilai kemampuan untuk cone dan rod sehingga dapat dilihat kemampuan mata manusia ii dalam membedakan spektrum warna dan intensitasnya dengan lebih detail. Dengan melakukan kuantifikasi spektrum dan intensitas dari cahaya pada mata, penelitian ini dapat menjawab warna apa saja yang dapat dilihat dan tidak untuk setiap masing-masing individu yang unik. Sistem diuji coba kepada 269 subjek umum selanjutnya 22 subjeknya diuji dengan lebih mendalam. Hasilnya penelitian ini berhasil melakukan kuantifikasi kemampuan mata 100% subjek sampai detail terkecil dalam membedakan warna di tingkat cone dan rod. Keluaran dari sistem yang dirancang ada 2 buah yaitu angka kuantifikasi dan grafik respon cone dan rod. Angka kuantifikasi yang dikeluarkan sistem dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan cone dan rod dalam skala 0-100%. Nilai 0-100% ditentukan oleh banyaknya kluster dari cone dan rod cell. Nilai 100% berkorelasi terhadap total 48 kluster cone dan 5 kluster rod. Angka kuantifikasi 100% dikategorikan sebagai orang normal dalam definisi buta warna menurut para ahli. Angka 0% adalah definisi ketika orang tidak dapat membedakan warna apapun karena kerusakan cone atau rod . Buta warna parsial memiliki nilai antara 50%-100%. Sistem buta warna berbasiskan kluster cone dan rod cell diharapkan dapat melakukan kuantifikasi dengan lebih detail kepada para penderita buta warna. Kedepannya, jika sistem ini dapat diterapkan di dunia, harapannya sistema ini akan meminimalisir diskriminasi yang banyak terjadi kepada para penderita buta warna. Angka kemampuan ini pula dapat dikonversi dan diimplementasikan dalam alat bantu buta warna. Selain itu pula penelitian ini berhasil mendeteksi kelainan pada rod mata manusia seperti penyakit rabun senja yang sebelumnya juga tidak memiliki alat bantu kuantifikasinya. Seorang penderita rabun senja akan memiliki nilai kemampuan rod di bawah 100%. Pada akhirnya, penelitian ini juga dapat mengeluarkan grafik nilai respon cone dan rod yang merupakan hasil pemetaan dari kluster menjadi nilai respon cone dan rod. Grafik ini diharapkan dapat membantu dokter mata untuk lebih mudah menemukan kelainan yang terjadi pada cone dan rod. Jika dibandingkan dengan tes yang umum digunakan saat ini seperti ishihara dan FM Test, tes warna ini memiliki hasil yang lebih detail karena dapat mengetahui warna yang dapat dilihat dan tidak. Namun karena hasil mendetail tersebut, tes ini membutuhkan waktu cukup lama yaitu sekitar 20 menit dibandingkan tes warna lainnya yang ada.