digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2012_TS_PP_HILDA_LIONATA_1-COVER.pdf
Terbatas agus slamet
» ITB

Indonesia diberkati dengan potensi tenaga air sebanyak 75.000 MW (Pekerjaan Departemen Umum, 2011). Untuk memanfaatkannya di daerah pedesaan, menjaga ketersediaan air di sungai merupakan salah satu unsur penting. Hutan harus dilestarikan untuk menyediakan layanan hidrologi dan menjamin ketersediaan air. Hutan di pulau Jawa, menderita kerusakan paling parah ketika wilayahnya berkurang dari 5.070 juta hektar di tahun 1950 hingga tersisa 897.978 ha di tahun 2009 (www.fwi.org). Berupa negara kepulauan dan banyak desa tersebar membawa tantangan, terutama dalam hal elektrifikasi. Sekitar 14,5 dari 43,5 juta rumah tangga belum terlistriki (The Worldbank, 2005). Upaya untuk meningkatkan pelistrikan dari tenaga air telah dilakukan selama puluhan tahun baik oleh pemerintah dan dukungan lembaga pembangunan lainnya. Namun, menyediakan listrik dan memastikan pelistrikan yang berkelanjutan di daerah pedesaan adalah dua hal yang berbeda. Empat puluh empat dari 80 mikro hidro yang memasok listrik ke Perusahaan Listrik Negara dan 111 mikro hidro 180 yang langsung memasok rumah konsumen di Indonesia tidak lagi operasi (Budiono, 2003). Banyak cerita konstruksi mikrohidro yang berakhir menjadi monumen pembangunan di Indonesia. Masyarakat perlu dipersiapkan untuk pengembangan hidro mikro. Mengetahui aspek lingkungan dan sosial memegang peran kunci dalam pelistrikan pedesaan berbasis masyarakat, internalisasi biaya dari kedua aspek itu menjadi perlu guna mempelajari bagaimana keduanya berkontribusi terhadap pengembangan hidro mikro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya aktual pengembangan mikro hidro dengan internalisasi biaya lingkungan dan sosial, mengetahui harga pokok listrik sebenarnya dan harga yang masyarakat bayar saat ini. Dengan demikian, skema manajemen untuk listrik yang berkelanjutan dari mikro hidro berbasis masyarakat dapat ditawarkan. Satu mikro hidro berbasis masyarakat di desa Cibuluh dan terletak di dalam Cagar Alam Gunung Simpang serta dijaga oleh kelompok konservasi berbasis masyarakat yang disebut Raksabumi dipilih sebagai lokasi penelitian. Di tahun 2012, hidro mikro di desa Cibuluh akan berusia 6 tahun dan masih beroperasi. Aspek ekologis dihitung melalui Metode Penilaian Kontingensi dan Produktivitas untuk menghitung jasa hutan dalam menjamin ketersediaan air untuk hidro mikro. Data primer Penilaian Kontingensi dikumpulkan dari 40 responden dan 2 responden yang dirujuk untuk Metode Produktivitas. Data penilaian sosial dan teknis dikumpulkan menggunakan metode triangulasi. Kunjungan awal ke desa Cibuluh dilakukan tanggal 19 -22 Mei 2010 dan kunjungan kedua dilakukan pada 24-28 Juli 2010. Penilaian layanan hutan dari Penilaian Kontingensi dan Produktivitas adalah 8.880.000/tahun dan 6.624.000 rupiah/tahun, total 15.504.000 juta di tahun 2010. Nilai dari 2004 hingga 2010 adalah Rp. 85.221.951 dengan tingkat inflasi Bank Indonesia. Nilai ini juga mencerminkan apresiasi masyarakat terhadap upaya konservasi hutan yang telah dilakukan oleh Raksabumi. Aspek sosial yang diketahui dengan metode triangulasi berkontribusi 43% dari total anggaran, Rp. 268.965.000. Jumlah total biaya teknis dalam membangun mikrohidro adalah Rp. 235.000.000 yang meliputi biaya konstruksi dan pelatihan pemeliharaan dan operasi. Biaya aktual total pengembangan mikro hidro 20 kW di Cibuluh dengan mengintegrasikan ketiga aspek adalah Rp. 556.746.951 di tahun 2010. Dengan demikian harga produksi untuk menghasilkan listrik di tahun 2010 adalah 1.000 rupiah/ kW. Semakin mikro hidro dapat beroperasi hingga usia v pakainya, harga produksi pun menurun. Biaya untuk menghasilkan 1 kW listrik dari mikrohidro di Cibuluh lebih mahal dari harga PLN (Rp. 415 - 1.330/kW) dan daya beli masyarakat di Cibuluh (Rp. 450/kW). Mikrohidro diperkirakan dapat memastikan elektrifikasi di Cibuluh sampai usia pakainya dengan modal sosial yang telah terbangun. Inovasi dan pengembangan teknologi kincir air tradisional yang telah ada di masyarakat harus dipelajari lebih lanjut untuk memastikan elektrifikasi berkelanjutan di daerah terpencil.