digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2011_TS_PP_DWI_ADI_SAPUTRA_1-COVER.pdf
Terbatas agus slamet
» ITB

Ketimpangan kontribusi Produksi Domestik Bruto (PDB) antara pulau jawa (58%) dan luar pulau Jawa (42%) menyebabkan ketidakmerataan kesejahteraan penduduk Indonesia. Untuk mengurangi atau menghilangkan ketimpangan kontribusi PDB, maka industri berbasis sumberdaya lokal di wilayah luar jawa perlu didorong. Lampung Utara merupakan salah satu kabupaten di propinsi Lampung dimana propinsi ini memiliki kontribusi PDB sebesar 2% pada tahun 2010. Wilayah ini kaya akan ubi kayu yang berpotensi sebagai basis pengembangan industri di wilayah tersebut. Namun demikian, sebelum hal tersebut dilakukan, perlu suatu kajian yang mendalam tentang potensi ubikayu sebagai basis industri di Kabupaten lampung utara. Salah satu aspek yang perlu diketahui adalah deskripsi dan efisiensi transaksi pemasaran komoditas ini. Penelitian dimaksudkan untuk mendeskripsikan, mengevaluasi, dan memberi masukan pada transaksi pemasaran dalam tataniaga ubi kayu di Kabupaten Lampung Utara, sehingga bisa digunakan sebagai acuan untuk meningkatan kegiatan perekonomian berbasis ubi kayu di daerah Lampung Utara. Penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu deskripsi dan evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku tataniaga ubi kayu Lampung Utara terdiri dari petani, pemborong, agen, lapak dan pabrik. Interaksi strategis yang terbentuk diantara mereka adalah transaksi, kerja sama, kompetisi, dan pertukaran informasi. Selanjutnya ditemukan pula bahwa terdapat 8 pola kemungkinan transaksi dengan preferensi pelaku kepada pola petani – agen – pabrik. Namun, dalam evaluasi terhadap efesiensi pemasaran ditemukan bahwa pola transaksi dengan persentase marjin pemasaran terendah adalah pola petani – pabrik sebesar 12,07% sedangkan pola transaksi petani – agen – pabrik adalah pola yang memberikan pendapatan terbesar bagi petani. Analisis elemen marjin pemasaran menemukan bahwa biaya transportasi merupakan biaya terbesar dalam pemasaran ubi kayu di Lampung Utara sebesar 42,99% - 53,51%. Hal ini didukung oleh data kerusakan jalan di Lampung Utara sebesar 40,47%. Analisis struktur pasar dalam tingkatan pabrik adalah mendekati oligopsoni sedangkan pada tingkatan distributor adalah mendekati persaingan sempurna. Pembentukan harga pasar oleh pabrik dipengaruhi dari faktor internal yaitu, kebutuhan, kompetisi, dan suplai; beberapa faktor eksternal yaitu, harga tapioka dengan koefisien korelasi 0,807 dan iii kemunculan pabrik baru yang akan meningkatkan harga jual ubi kayu. Pemberian informasi perubahan harga tapioka Thailand kepada petani diharapkan mampu memberikan prediksi terhadap perubahan harga ubi kayu di Lampung Utara sedangkan penambahan pabrik baru berskala besar tidak disarankan mengingat kondisi suplai ubi kayu saat ini lebih rendah dari permintaannya. Volatilitas harga ubi kayu selama 2007 sampai 2009 memberikan kemungkinan keuntungan petani sebesar Rp 84,65/kg untuk varietas Thailand dan Rp 94,79/kg untuk varietas kasesa. Kemungkinan terjadinya kerugian petani akibat volatilitas harga adalah 23,72% (var. Thailand) dan 24,35% (var. kasesa). Evaluasi kekuatan pasar petani menunjukan bahwa petani responden dengan luas tanam terluas dengan 25 ha hanya memiliki kekuatan 0,0629% dibanding agen terbesar dengan kemampuan suplai 200 ton / hari memiliki kekuatan pasar 5,31% dan dibanding pabrik berdaya serap 200 ton / hari sebesar 3,57%. Oleh karena itu, kelompok tani di Lampung Utara sebaiknya memiliki atau ikut kedalam suatu keagenan atau kesubagenan untuk menguatkan kekuatan penawaran petani. Bentuk pelanggaran secara nyata terhadap UU no 5 tahun 1999 mengenai larangan monopoli dan persaingan tidak sehat tidak ditemukan. Namun, pengawasan terhadap perlindungan persaingan tidak sehat dapat difokuskan kepada persaingan harga dasar pabrik dan lapak.