digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pengurangan risiko kebakaran pada bangunan cagar budaya harus dilakukan karena kebakaran dapat merusak struktur bersejarah yang tidak tergantikan. Akan tetapi, instalasi sistem proteksi kebakaran berpotensi merusak nilai estetika dan signifikansi budaya pada bangunan cagar budaya. Oleh karenanya, diperlukan kajian mengenai metode pengurangan risiko kebakaran yang sesuai dengan tujuan konservasi bangunan cagar budaya. Penelitian ini bertujuan mengetahui metode pengurangan risiko kebakaran tanpa mengurangi nilai signifikansi budaya pada bangunan cagar budaya. Penelitian dilakukan pada Wisma Kerkhoven, salah satu fasilitas pendukung di Observatorium Bosscha. Analisis risiko dilakukan dengan pendekatan berbasis kinerja, yaitu menilai risiko dengan ketercapaian kriteria kinerja. Kriteria kinerja dalam penelitian ini terdiri dari kriteria kinerja keselamatan jiwa dan keselamatan bangunan. Bangunan memenuhi kriteria keselamatan jiwa apabila konsep RSET (Required Safe Egress) lebih kecil dari ASET (Available Safe Egress Time) terpenuhi dan memenuhi kriteria keselamatan bangunan cagar budaya apabila efek termal tidak menyebabkan kerusakan permanen pada material bangunan. Hasil analisis dengan model komputer FDS+Evac dan PyroSim menunjukkan Wisma Kerkhoven dinilai telah memenuhi kriteria kinerja keselamatan jiwa karena konsep RSET lebih kecil dari ASET dipenuhi pada seluruh skenario. Akan tetapi sebagai bangunan cagar budaya dinilai memiliki risiko tinggi terhadap bahaya kebakaran, karena parameter kerusakan permanen tercapai untuk semua skenario. Bahkan dalam waktu kurang dari lima menit, kondisi flashover pada bangunan terjadi untuk sebagian besar skenario. Untuk mengurangi risiko kebakaran, disusun rekomendasi pengurangan risiko kebakaran dengan manajemen keselamatan kebakaran, sistem proteksi aktif, dan sistem proteksi pasif. Langkah utama yang harus dilakukan adalah langkah pencegahan kebakaran yang terdiri dari penyusunan tim penanggulangan kebakaran, pembuatan SOP, pelatihan personel, serta pemeliharaan bangunan dan sistem proteksi. Apabila kebakaran tetap terjadi, risiko dikurangi dengan langkah pengurungan dan pemadaman kebakaran. Langkah ini dilakukan dengan memasang sistem deteksi dan sistem pemadam otomatis berupa sprinkler dan FM-200. Sistem berbasis gas FM-200 digunakan untuk perlindungan aset yang dapat ii rusak terhadap air. Sprinkler dapat dipasang dengan pendekatan kamuflase di mana pipa sprinkler di ekspos untuk menghindari pemotongan dan penambalan, namun warna pipa dan kepala sprinkler disesuaikan dengan warna langit-langit. Akan tetapi, dari hasil simulasi, pemasangan sprinkler saja tidak cukup untuk melindungi bangunan cagar budaya karena parameter kerusakan permanen masih sempat tercapai, sehingga diperlukan sistem proteksi pasif berupa concealed door closer, fire seal dan fire retardant. Di samping itu, langkah perlindungan akses evakuasi perlu dilakukan dengan memasang sistem tanda arah keluar pada bangunan, pemeliharaan jalur evakuasi dan pengarahan saat evakuasi oleh tim evakuasi kebakaran.