digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita adalah suatu kondisi hubungan kedudukan dan peranan yang dinamis antara pria dengan wanita. Pria dan wanita mempunyai persamaan kedudukan, hak, kewajiban dan kesempatan, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maupun dalam kegiatan pembangunan di segala bidang. Dalam hal persamaan kedudukan, baik pria maupun wanita sama-sama berkedudukan sebagai subjek atau pelaku pembangunan. Dalam kedudukan sebagai subjek pembangunan, pria dan wanita mempunyai peranan yang sama dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan menikmati hasil pembangunan. Berbicara tentang wanita tentunya sangat erat kaitannya dengan peningkatan kesehatan Ibu dan Anak dan bagaimana kemudian pembangunan kesehatan digalakkan oleh Pemerintah. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal melalui tercapainya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tersebut maka perlu memperhatikan kebijakan-kebijakan antara lain meningkatkan perilaku dan pemberdayaan masyarakat. Dalam kaitan ini, perilaku hidup masyarakat sejak usia dini perlu ditingkatkan sehingga menjadi bagian dari norma hidup dan budaya masyarakat dalam meningkatkan kesadaran dan kemandirian untuk hidup sehat. Salah satu hal dalam perilaku hidup sehat adalah pemberian ASI dini. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana pemfungsian pojok laktasi sebagai sarana dan prasarana bagi para ibu menyusui yang bekerja dalam memerah ASI untuk menjaga keberlangsungan pemberian ASI kepada anaknya. Kemudian bagaimana bagaimana Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif di lingkungan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat diimplementasikan. Temuan-temuan yang didapat Penulis di lapangan kemudian dianalisis dan dibahas dengan menggunakan teori Tata Kelola Teknologi dan Pengetahuan sehingga terlihat bagaimana pengetahuan disirkulasikan melalui pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga, sehingga dapat dipahami bagaimana peran pengetahuan dalam mengembangkan kapasitas lembaga perumus kebijakan dan siapa sajakah aktor-aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan khususnya mengenai pembangunan pojok laktasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa proses konstruksi pembangunan pojok laktasi di lingkungan Pemerintah Jawa Barat terhenti di proses pembangunan fisik dan pemenuhan kelengkapan elemen. Proses pembangunan ini tidak sampai ke tahap penyebarluasan informasi keberadaan pojok latasi tersebut dan penyebarluasan pengetahuan tentang pemberian ASI kepada masyarakat sekitar sehingga tidak terjadinya sirkulasi pengetahuan kepada seluruh lapisan masyarakat yang merupakan salah satu penghambat besar dalam program pemberian ASI. Peran Pemerintah Jawa Barat dalam hal ini masih perlu digalakkan kembali supaya bisa mengedukasi masyarakat akan pentingnya pemberian ASI.