digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Perkembangan tata ruang dan arsitektur kota berjalan sangat pesat dan dinamis. Tidak jarang perkembangan yang hadir berjalan secara parsial, tidak menyeluruh, serta menimbulkan degradasi pada karakter dan identitas ruang kota sendiri. Hal inilah yang terjadi pada blok segitiga Tunjungan Surabaya. Pada awal perkembangannya, tepatnya pada jaman pemerintahan Belanda, blok kawasan Tunjungan tertata secara harmonis dan padu di antara arsitektur pengisinya. Kawasan muncul dengan identitas pusat komersial kota yang sangat kuat. Sejalan dengan perkembangan perkotaan, terjadi peningkatan intensitas kendaraan pribadi, gerakan arsitektur modern yang cenderung individualistis, pembaharuan zonasi guna lahan secara parsial, serta privatisasi ruang publik. Beberapa bagian pada kawasan menjadi tidak terdefinisi lagi dan kehilangan kontribusi positifnya (lost space). Padahal hakekatnya sebagai bagian dari tatanan kolektif urban fabric, perlu sinergitas baik pada unsur tatanan - tampilan, hubungan - pergerakan, serta fungsi - identitas di dalamnya. Pertalian ini coba diperkuat kembali melalui proses reinterpretasi desain pada area lost space, dengan pertimbangan kesejarahan, budaya kehidupan, dan kehadiran terhadap sekitarnya. Visinya adalah menjadi penguat pertalian urban fabric, sekaligus memperkuat karakter spasial kolektif kawasan yang telah terdegradasi.