2018_DS_PP_GRESSY_NOVITA_1-COVER.pdf
PUBLIC yana mulyana 2018_DS_PP_GRESSY_NOVITA_1-BAB_1.pdf
PUBLIC yana mulyana 2018_DS_PP_GRESSY_NOVITA_1-BAB_2.pdf
PUBLIC yana mulyana 2018_DS_PP_GRESSY_NOVITA_1-BAB_3.pdf
PUBLIC yana mulyana 2018_DS_PP_GRESSY_NOVITA_1-BAB_4.pdf
PUBLIC yana mulyana 2018_DS_PP_GRESSY_NOVITA_1-BAB_5.pdf
PUBLIC yana mulyana 2018_DS_PP_GRESSY_NOVITA_1-PUSTAKA.pdf
PUBLIC yana mulyana
Nimodipin (NMP) termasuk obat Biopharmaceutics Classification System (BCS)
kelas II, mempunyai kelarutan rendah, dan permeabilitas tinggi. Untuk obat-obat
seperti ini disolusi merupakan faktor penting yang menentukan (rate limiting step)
laju absorpsinya dan akan berpengaruh terhadap ketersediaan hayatinya. NMP
mempunyai dua polimorf yaitu modifikasi I dan II. Polimorf yang tersedia di
pasaran adalah modifikasi I merupakan bentuk metastabil. Perbedaan polimorf
akan memberikan sifat fisika yang berbeda seperti struktur internal, titik lebur,
kelarutan, disolusi dan kompresibilitas. Hal yang mungkin menyebabkan
terjadinya transformasi polimorf adalah rekristalisasi pelarut, penggilingan,
pemanasan, dan kompresi yang umumnya dilakukan dalam proses manufakturing
tablet. Untuk bahan aktif yang tersedia dalam bentuk polimorf metastabil dan
tergolong pada BCS kelas II perlu dicermati akan terjadinya perubahan polimorf
dalam rangka menjamin kualitas produk sediaan yang diinginkan.
Upaya peningkatan kelarutan dapat dilakukan dengan metode rekayasa kristal.
Rekayasa kristal dilakukan melalui proses kokristalisasi antara bahan aktif dengan
koformer untuk membentuk senyawa kokristal. Senyawa kokristal dilaporkan
dapat memperbaiki kelarutan, laju disolusi, stabilitas, ketersediaan hayati, dan
sifat kompresibilitas dari bahan aktif obat. Pemilihan senyawa koformer dan
metoda pembuatannya sangat mempengaruhi keberhasilan pembentukan senyawa
kokristal ini.
Keberadaan eksipien dan energi mekanik yang ditimbulkan akibat proses
manufaktur dapat mempengaruhi kelarutan dan laju disolusi bahan aktif. Laju
disolusi NMP pernah dilaporkan berbeda nyata untuk tiap batch produksi. Untuk
bahan-bahan yang bermasalah dalam disolusi tabletnya perlu dikaji pengaruh
eksipien terhadap laju disolusi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap fenomena fisika yang terjadi
dalam usaha peningkatan kelarutan dan disolusi NMP melalui teknik rekayasa
kristal menggunakan senyawa koformer farmasi dan dengan penambahan eksipien
yang berfungsi sebagai pengisi.
Penelitian ini merupakan proses multitahap yang terdiri dari 1) tahapan
karakterisasi bahan aktif NMP akibat pengaruh rekristalisasi pelarut, energi
termik, dan mekanik terhadap padatan NMP serta uji kelarutannya, 2) rekayasa
kristal untuk peningkatan kelarutan dimulai dengan pemilihan koformer,
penapisan, dan karakterisasi interaksi yang terjadi, pengujian kelarutan dan
disolusi, 3) pengaruh eksipien yang berfungsi sebagai pengisi terhadap
peningkatan kelarutan dan disolusi NMP.
Bahan aktif NMP dikarakterisasi kesesuaian difraktogram PXRD, termogram
DSC, dan FTIR-nya, dibandingkan dengan referensi. Kemudian padatan diberi
perlakuan penggilingan, pemanasan, rekristalisasi dalam pelarut dan kompresi,
hasilnya dikarakterisasi (PXRD, DSC, mikroskop polarisasi, dan SEM).
Berdasarkan hasil karakterisasi dipelajari perubahan yang terjadi pada NMP. Pada
proses penggilingan selama 15, 30, 60, dan 120 menit tidak menyebabkan
transformasi polimorfik pada padatan NMP. Kelarutan NMP setelah penggilingan
tidak berbeda nyata dengan bahan awal. Proses pemanasan selama 60 menit pada
suhu 60, 125, dan 150ºC tidak menyebabkan terjadinya transformasi polimorfik
NMP. Terjadi penurunan kelarutan setelah proses pemanasan. Proses rekristalisasi
melalui pelarutan selama 60 menit dengan bantuan magnetic stirrer dalam
beberapa pelarut organik (etanol, metanol, dan aseton) menyebabkan terjadinya
transformasi polimorfik sebagian modifikasi I ke II, sehingga terdapat campuran
polimorf pada hasil akhirnya. Proses kompresi terhadap NMP tunggal dengan
berbagai variasi tekanan mulai dari 4,9 sampai 29,4 kN tidak menyebabkan
transformasi polimorfik, namun terjadi sintering (hilangnya batas permukaan
karena penggabungan partikel) pada permukaan dan patahan tablet. Semakin
besar kekuatan kompresi, sintering juga semakin meluas. Akibat sintering ini,
molekul air tidak dapat menembus permukaan tablet, sehingga tablet tidak hancur
pada uji disintegrasi.
Upaya peningkatan kelarutan NMP dilakukan melalui rekayasa kristal untuk
pembentukan senyawa kokristal antara NMP dan koformer. Pemilihan koformer
berdasarkan sinton yang dimiliki. Beberapa koformer yang terpilih dilanjutkan
penapisannya menggunakan metode kontak dingin dan pengukuran PXRD-nya.
Dari hasil penapisan dan karakterisasi yang dilakukan, kokristal hanya dapat
terbentuk antara NMP dengan isonikotinamid (INA). Pola difraktogram PXRD
dari NMP dan INA berbeda dengan senyawa kokristalnya. Diagram fase biner
antara NMP dan INA menunjukkan kokristal terbentuk pada perbandingan molar
1:1. Termogram DSC menunjukkan titik lebur kokristal 112ºC, lebih rendah dari
titik lebur kedua senyawa awal. Namun pada uji kelarutan, hasilnya menunjukkan
tidak terjadi perubahan yang signifikan antara kelarutan NMP awal dan setelah
dibentuk menjadi kokristal.
Berdasarkan karakterisasi akibat perlakuan kompresi terhadap NMP yang
menyebabkan sintering dan perbedaan laju disolusi, maka dilakukan studi
pengaruh keberadaaan eksipien yang berfungsi sebagai pengisi terhadap laju
disolusi NMP. Eksipien yang dipilih adalah ?-laktosa monohidrat dan
mikrokristalin selulosa (MCC) dengan perbandingan NMP:eksipien 10:90, 20:80,
dan 30:70 b/b. Pengujian terhadap campuran NMP:eksipien dilakukan pada
campuran fisik, campuran digiling, campuran dikompresi menjadi tablet, dan
tablet yang dihancurkan kembali. Campuran NMP dan eksipien dikarakterisasi
dengan PXRD dan SEM serta uji disolusi. Difraktogram PXRD campuran
menunjukkan tidak ada perubahan atau pergeseran puncak difraksi. Uji disolusi
menunjukkan bahwa semakin besar jumlah eksipien yang digunakan semakin
tinggi jumlah NMP yang terdisolusi. Perlakuan berupa penggilingan, kompresi,
maupun gabungan kompresi dan penggilingan mempengaruhi jumlah terdisolusi.
Secara umum ?-laktosa monohidrat meningkatkan laju disolusi lebih baik
dibandingkan MCC pada semua perlakuan.
Penelitian ini telah mengungkap fenomena yang terjadi akibat berbagai pengaruh
perlakuan terhadap sifat fisika padatan NMP terutama kelarutan dan disolusi.
Pada upaya peningkatan kelarutan NMP melalui rekayasa kristal terbentuk
kokristal antara NMP-INA tetapi belum mampu memperbaiki kelarutan dan
disolusi NMP. Penambahan eksipien dan pengaruh energi mekanik terhadap
campuran NMP-eksipien dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi NMP cukup
signifikan.