digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling umum terjadi. Prevalensi hipertensi meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk usia lebih dari 18 tahun di Indonesia sebesar 25,8%. Selain itu respon masingmasing individu terhadap obat antihipertensi berbeda. Kebanyakan pasien hipertensi akan memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, Obat antihipertensi digunakan dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Saat ini masih terbuka peluang untuk menemukan obat antihipertensi yang efektif dan lebih aman dari tanaman. Banyak tanaman di Indonesia yang memiliki efek menurunkan tekanan darah, antara lain matoa (Pometia pinnata) yang sudah digunakan oleh masyarakat Pajang-Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek antihipertensi matoa dan mengetahui mekanisme kerjanya. Uji diuretik-saluretik dilakukan sebagai uji awal dalam menyeleksi terhadap tiga bagian tanaman matoa yang berkhasiat antihipertensi yang paling besar. Uji dilakukan terhadap tiga simplisia yaitu daun, biji dan kulit buah matoa. Simplisia terpilih dilanjutkan ke tahap pemisahan berikutnya sehingga diperoleh fraksi dan subfraksi. Rancangan penelitian yang digunakan pada setiap pelaksanaan uji aktivitas in vivo dan in vitro adalah randomized control group design. Uji mekanisme kerja antihipertensi dilakukan terhadap ekstrak, fraksi dan subfraksi terpilih, yang meliputi diuretik-saluretik, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Calcium Channel Blocker (CCB), alfa bloker, beta bloker serta kadar Oksida Nitrat (NO) dengan pereaksi Griess. Kemudian dilakukan uji toksisitas akut terhadap ekstrak simplisia terpilih. ii Uji diuretik-saluretik dilakukan terhadap semua simplisia matoa dengan dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 150 mg/kg bb. Ekstrak etanol daun, kulit buah dan biji matoa memiliki aktivitas diuretik pada tikus jantan galur Wistar tapi yang berkhasiat saluretik-natriuretik hanya ekstrak daun matoa dosis 50 mg/kg bb sehingga daun dipilih untuk penelitian lebih lanjut. Pemberian ekstrak etanol daun matoa sampai dosis 5.000 mg/kg bb tidak menyebabkan kematian mencit dan tidak menimbulkan gejala klinis yang berbeda terhadap kelompok kontrol. Perkembangan bobot badan mencit selama 14 hari menunjukkan pola perkembangan bobot badan yang mirip dan tidak berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol. Tidak ada hewan yang mati selama pengujian sehingga diketahui bahwa dosis letal 50 (LD50) lebih besar dari 5.000 mg/kg bb. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun matoa aman dan praktis tidak toksik. Fraksinasi ekstrak etanol daun matoa dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair dengan menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat, sehingga diperoleh fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air. Fraksi n-heksana sangat kecil sehingga tidak dilanjutkan. Uji efek antihipertensi terhadap ekstrak dan fraksi air dan etil asetat daun matoa dengan penginduksi NaCl-prednison selama 28 hari dilanjutkan dengan terapi selama 28 hari dilengkapi dengan pemeriksaan kolagen dan indeks organ jantung menunjukkan bahwa ekstrak dan fraksi memiliki efek sebagai antihipertensi, tetapi fraksi air tidak berbeda bermakna secara statistik. Uji parameter indeks organ jantung menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok normal. Ekstrak dan fraksinya menurunkan jumlah kolagen secara kualitatif. Subraksinasi, dilakukan pada fraksi etil asetat secara kromatografi cair vakum. Hasil uji efek diuretik-saluretik menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun dan semua fraksinya memiliki efek diuretik dan fraksi etil asetat memiliki aktivitas diuretik dan saluretik. Uji penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (ACE) diukur dengan metode uji Cushman dan Cheung dengan beberapa modifikasi, menggambarkan bahwa IC50 ekstrak etanol 57,21 ± 3,78 ppm, fraksi etil asetat 60,28 ± 4,97 ppm, fraksi air 95,52 ± 4,43 ppm, subfraksi yang mengandung kuersetin kuersitrin (SFQQ) 26,78 ± 1,41 ppm, subfraksi yang mengandung kuersitrin (SFQ) 29,64 ± 1,34 ppm, kuersetin 73,11 ± 3,08 ppm dan kaptopril 1,79 ± 0,49 ppm. Yang menunjukkan efek paling kuat adalah subfraksi yang mengandung kuersetin-kuersitrin. Uji efek alfa bloker melalui uji vasodilatasi terhadap aorta kelinci dengan induksi Norepinefrin 2,9 x 10 -3 mM menyatakan bahwa, FEM 2 dan FEM 3 memiliki efek sebagai alfa bloker secara ex vivo. Ekstrak daun matoa dosis 50 mg/kg bb (EDM 1) dan 100 mg/kg bb (EDM 2), fraksi etil asetat daun matoa dosis 8,71 mg/kg bb (FEM 2) dan 13,06 mg/kg bb (FEM 3) memiliki efek sebagai sumber oksida nitrat (NO), setelah dikonfirmasi dengan metilen biru. Selanjutnya dilakukan uji iii pelepasan NO secara in vivo. Hasil penetapan kadar NO dengan pereaksi Griess menunjukkan bahwa FEM 2 pada waktu 30 menit setelah pemberian sampel uji berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol negatif. Berdasarkan hasil uji penghambatan kanal kalsium melalui uji vasodilatasi terhadap aorta kelinci dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun matoa dosis 150 mg/kg bb (EDM 3) menunjukkan efek vasodilatasi dengan persentase relaksasi yang berbeda bermakna terhadap kontrol (p<0,05) dan tidak berbeda bermakna terhadap nifedipin. SFQQ menunjukkan onset relaksasi yang sebanding dengan nifedipin tetapi berbeda bermakna terhadap kontrol. Kelompok lain yaitu EDM 2, fraksi air dosis 10,94 mg/kg bb (FAM 1), fraksi air dosis 21,88 mg/kg bb (FAM 2), fraksi air dosis 32,82 mg/kg bb (FAM 3), FEM 3, SFQ dan kuersetin memberikan efek vasodilatasi berbeda bermakna terhadap kontrol dan nifedipin (p<0,05), artinya efek vasodilatasi yang lebih kecil dari pada nifedipin. Sedangkan kelompok fraksi etil asetat dosis 4,35 mg/kg bb (FEM 1), FEM 2, tidak memberikan efek vasodilatasi. Sehingga dapat disimpulkan yang memberikan hambatan kanal kalsium adalah EDM 3 dan SFQQ. Hasil uji hambatan beta-1 di jantung kodok berdasarkan parameter frekuensi denyut jantung dinyatakan bahwa, semua kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna terhadap bisoprolol. Berdasarkan parameter amplitudo, EDM 1, EDM 2, FEM 1, SFQ dan kuersetin dinyatakan tidak berbeda bermakna terhadap bisoprolol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa EDM 1, EDM 2, FEM 1, SFQ dan kuersetin memberikan hambatan beta-1 di jantung. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun matoa dan fraksinya memiliki aktivitas antihipertensi yaitu menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik dan memberikan penurunan sebaran kolagen jantung pada tikus hipertensi yang diinduksi dengan NaCl-Prednison. Fraksi etil asetat daun matoa dosis 4,35 mg/kg bb (FEM 1) memiliki mekanisme kerja sebagai alfa bloker dan beta bloker. Fraksi etil asetat daun matoa dosis 9,71 mg/kg bb (FEM 2) memiliki mekanisme kerja sebagai diuretik-saluretik dan produksi NO, fraksi etil asetat dosis 12,06 g/ kg bb (FEM 3) mempunyai mekanisme kerja sebagai diuretik-saluretik. Fraksi air daun matoa dosis 10,94 mg/kg bb (FAM 1) memiliki mekanisme sebagai beta bloker. Subfraksi yang mengandung kuersetin kuersitrin 9 µg/ mL memiliki mekanisme sebagai ACEI, CCB dan alfa bloker, subfraksi yang mengandung kuersitrin memiliki mekanisme kerja sebagai ACEI. Ekstrak etanol daun matoa aman digunakan dan praktis tidak toksik.