2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-COVER.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-BAB_1.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-BAB_2A.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-BAB_2B.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-BAB_2C.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-BAB_2D.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-BAB_3.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-BAB_4A.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-BAB_4B.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-BAB_4C.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-BAB_4D.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-BAB_5.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_SITI_NURBAYTI_1-PUSTAKA.pdf
PUBLIC Alice Diniarti
Antrakuinon merupakan kelompok senyawa-senyawa turunan aromatik yang
didasarkan pada kerangka 9,10-antrasendion. Di alam, antrakuinon merupakan
pigmen pada tumbuhan, serangga, bakteri dan jamur. Senyawa-senyawa
antrakuinon telah dikenal sejak lama karena penyebaran di alam cukup luas, dan
telah dimanfaatkan sebagai bahan pewarna dan juga dalam pengobatan. Dalam
pengobatan tradisional, seduhan tumbuhan (daun, kulit batang atau kulit akar)
yang mengandung antrakuinon telah digunakan untuk mengobati berbagai
penyakit, seperti penyakit jantung, artritis, batu ginjal, tuberkulosis, dan infeksi
kulit. Pengujian biologis pada tingkat senyawa murni turunan antrakuinon
menghasilkan berbagai aktivitas menarik, meliputi antioksidan, antikanker,
antimalaria, antivirus, dan antibakteri. Sebagai antibakteri, beberapa senyawa
turunan antrakuinon memperlihatkan nilai MIC kurang dari 10 ?g/mL, sehingga
kelompok senyawa ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku
antibiotik.
Pengembangan antrakuinon sebagai senyawa yang bersifat antibakteri haruslah
diikuti dengan antisipasi penyediaannya, salah satunya adalah dengan cara
sintesis. Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis turunan antrakuinon yang
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu turunan 1,2-dihidroksiantrakuinon (alizarin),
turunan 1,3-dihidroksiantrakuinon (santopurpurin) serta turunan 1,3,5,7-
tetrahidroksiantrakuinon (antrakrisin). 1,3,5,7-tetrahidroksiantrakuinon dibuat
dengan cara kondensasi simetrik dari asam 3,5-dihidroksibenzoat dalam H2SO4
pekat, sementara 1,3,-dihidroksiantrakuinon dibuat dengan cara kondensasi yang
sama tetapi tidak simetrik dari asam 3,5-dihidroksibenzoat dan asam benzoat.
Ketiga senyawa antrakuinon tersebut, yaitu alizarin, santopurpurin, dan
antrakrisin, selanjutnya dibuatkan berbagai turunannya, yang meliputi turunan Odan
C-prenil, O-benzil, O-benzoil, O-asetil, O-metil, O-silil, dan turunan tereduksi
(antron). Produk reaksi dimurnikan dengan teknik ekstraksi dan kromatografi.
Karakterisasi dan identifikasi senyawa hasil sintesis ditetapkan secara
spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) 1D dan 2D serta spektrometer massa
resolusi tinggi (HR-ESIMS). Semua senyawa hasil sintesis yang telah murni
ditentukan aktivitas antibakterinya terhadap empat bakteri patogen, yaitu
Escherichia coli, Salmonella typhi, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus,
dengan menggunakan metode mikrodilusi. Penelitian ini telah berhasil mensintesis dua puluh dua senyawa antrakuinon, yang
terdiri dari empat senyawa turunan alizarin, 1,3-dihidroksiantrakuinon
(santopurpurin) dan lima turunannya, serta 1,3,5,7-tetrahidroksiantrakuinon
(antrakrisin) dan sebelas turunannya. Empat senyawa turunan alizarin tersebut
adalah 2-asetoksi-1-hidroksiantrakuinon (1), 1,2-diasetoksiantrakuinon (2), 1,2-
bis(benzoiloksi)antrakuinon (3) dan 1-hidroksi-2-preniloksiantrakuinon (4). Lima
senyawa turunan 1,3-dihidroksiantrakuinon (5) terdiri dari 1,3-bis(benzoiloksi)-
antrakuinon (6), 2-benzoiloksi-4-hidroksi-9-okso-9,10-dihidroantrasen (7), 1-
hidroksi-3-preniloksiantrakuinon (8), 1,3-dipreniloksiantrakuinon (9) dan 1-
asetoksi-3-preniloksiantrakuinon (10). Sebelas turunan 1,3,5,7-tetrahidroksiantrakuinon
(11) terdiri dari 1,3,5,7-tetrahidroksi-9-okso-9,10-dihidroantrasen
(12), 1-hidroksi-3,5,7,9-tetrametoksiantrasen (13), 1,3,5-trihidroksi-7-metoksiantrakuinon
(14), 1-hidroksi-3,5,7-trimetoksiantrakuinon (15), 3-benziloksi-1,5,7-
trihidroksiantrakuinon (16), 1,3,7-tris(benziloksi)-5-hidroksiantrakuinon (17), 3-
(ters-butildimetilsililoksi)-1,5,7-trihidroksiantrakuinon (18), 3,7-bis(ters-butildimetilsililoksi)-
1,5-dihidroksiantrakuinon (19), 1-hidroksi-3,5,7-tripreniloksiantrakuinon
(20), 1,5-dihidroksi-2-prenil-3,7-dipreniloksiantrakuinon (21) dan 1-
benzoiloksi-3,5,7-tris(benziloksi)antrakuinon (22). Berdasarkan penelusuran
literatur, dari dua puluh dua senyawa tersebut, empat belas senyawa belum pernah
diisolasi atau disintesis sebelumnya, yaitu senyawa 4, 6-10, 13, dan 16-22,
sedangkan delapan senyawa lainnya bukan senyawa baru.
Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap dua puluh dua senyawa hasil sintesis
menunjukkan bahwa senyawa 1, 4 dan 16 memperlihatkan aktivitas sedang
terhadap E. coli dengan nilai MIC dan MBC yang sama, yaitu berturut-turut 37,5
?g/mL dan 75 ?g/mL. Senyawa 6, 9 dan 20 menunjukkan aktivitas sedang
terhadap S. aureus dan E. coli dengan nilai MIC yang sama 37,5 ?g/mL dan MBC
75-150 ?g/mL. Aktivitas sedang lainnya (MIC 37,5 ?g/mL dan MBC 75-150
?g/mL) juga ditunjukkan oleh senyawa 2 terhadap S. aureus, E. coli dan S. typhi;
senyawa 8 dan 12 terhadap S. aureus; senyawa 10 terhadap B. subtilis dan S.
aureus, senyawa 13 terhadap S. aureus, E. coli dan S. typhi; serta senyawa 22
terhadap B. subtilis dan E. coli. Sepuluh senyawa turunan antrakuinon lainnya
menunjukkan aktivitas lemah terhadap keempat bakteri uji dengan nilai MIC 75-
150 ?g/mL.