digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia adalah negara kepulauan. Potensi laut Indonesia sangat besar dibandingkan dengan potensi wilayah daratnya. Banyak hal yang dapat dimanfaatkan dari lautnya baik sumber daya yang ada di dalamnya maupun posisi strategis lautan Indonesia yang sedemikian rupa. Eksistensi Indonesia sebagai negara kepulauan didukung dengan adanya Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Undang-Undang No. 32/2014 tentang Kelautan. Dalam rangka pelaksanaan misi pembangunan nasional yaitu mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, dan berbasiskan kepentingan nasional, salah satu bentuk perwujudannya adalah dengan melakukan penataan ruang laut di Indonesia. Namun, untuk melaksanakan hal tersebut perlu diketahui terlebih dahulu apakah Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Undang-Undang No. 32/2014 tentang Kelautan telah terintegrasi dengan Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tingkat korelasi antara ketiga undang-undang tersebut. Penelitian korelasi antara Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Undang-Undang No. 32/2014 tentang Kelautan dilakukan dalam perspektif penataan ruang. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi tingkat korelasi antara ketiga peraturan perundang-undangan tersebut, apakah ketiganya saling menguatkan, melemahkan, atau tidak memiliki hubungan sama sekali. Metodologi penelitian yang dilakukan adalah deskriptif-kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi. Metode analisis yang dilakukan yaitu analisis korelasi dan analisis DPSIR (Driver-Pressure-State-Impact-Response). Analisis korelasi untuk melihat keterkaitan antara Undang-Undnag No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Undang-Undang No. 32/2014 tentang Kelautan, sedangkan analisis DPSIR untuk mengetahui lebih dalam mengenai hubungan fenomena pemanfaatan ruang laut dengan peraturan perundang-undangannya. Hasil analisis korelasi adalah bahwa ketiga undang-undang tersebut memiliki tingkat korelasi kuat. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan penataan ruang laut ketiga undang-undang tersebut harus dipahami secara bersamaan, sebab konteks yang dibahas adalah wilayah sehingga peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan wilayah harus dipahami bersama-sama. Hasil analisis DPSIR yang menunjukkan bahwa kurangnya implementasi peraturan perundang-undangan secara terpadu memberikan dampak yang mempengaruhi berbagai aspek baik aspek lingkungan maupun ekonomi, sosial dan budaya. Pentingnya integrasi peraturan perundang-undangan harus menjadi dasar utama dalam penyelenggaraan penataan ruang laut Indonesia. Melalui penelitian ini, dapat diketahui bahwa dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang laut di Indonesia, perlu dilakukan integrasi peraturan perundang-undangan yang melandasi kegiatan tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya tumpang tindih dan meningkatkan peluang keberhasilan dalam pewujudan penataan ruang laut di Indonesia. Oleh karena itu, produk yang dikembangkan dari penelitian ini adalah model solusi dalam bentuk integrasi peraturan perundang-undangan antara Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Undang-Undang No. 32/2014 tentang Kelautan dalam rangka pelaksanaan penataan ruang laut Indonesia dan pembangunan yang berorientasikan ke laut.