digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


2018_TA_PP_INTAN_DINNY_NURALIFA_1-COVER.pdf
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan

2018_TA_PP_INTAN_DINNY_NURALIFA_1-BAB_1.pdf
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan

2018_TA_PP_INTAN_DINNY_NURALIFA_1-BAB_2.pdf
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan

2018_TA_PP_INTAN_DINNY_NURALIFA_1-BAB_3.pdf
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan

2018_TA_PP_INTAN_DINNY_NURALIFA_1-BAB_4.pdf
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan

2018_TA_PP_INTAN_DINNY_NURALIFA_1-BAB_5.pdf
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan

2018_TA_PP_INTAN_DINNY_NURALIFA_1-BAB_6.pdf
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan

2018_TA_PP_INTAN_DINNY_NURALIFA_1-PUSTAKA.pdf
Terbatas  yana mulyana
» Gedung UPT Perpustakaan

Resistensi antimikroba menjadi salah satu perhatian utama yang mengancam populasi di seluruh dunia pada peperangan menghentikan penyakit yang disebabkan oleh mikroba. Salah satu penyebab resistensi antimikroba adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat oleh pasien. Selain itu, penggunaan antibiotik ke hewan ternak juga menjadi penyebab yang jarang diperhatikan, padahal sangat memungkinkan adanya efek berbahaya bagi konsumen hewan ternak dalam jangka panjang. Permintaan ayam broiler di pasaran Indonesia meningkat, oleh karenanya peternak harus meningkatkan jumlah produksi dan menjaga hewan ternak dari penyakit atau kematian. Salah satu obat antimikroba yang sering digunakan untuk mencegah ayam broiler dari penyakit adalah siprofloksasin. Kandungan siprofloksasin pada ayam broiler yang akan dikonsumsi harus berada di bawah BMR untuk mengurangi risiko paparan residu siprofloksasin terhadap konsumen yang dapat memicu berkembangnya resistensi terhadap siprofloksasin. Demi tercapainya hal tersebut, farmasis perlu menentukan profil farmakokinetik dan waktu tunggu dari siprofloksasin dalam tubuh ayam broiler. Pada penelitian ini, siprofloksasin diberikan kepada ayam broiler melalui rute intravena dan oral cekok. Sebanyak enam ayam broiler digunakan sebagai subjek yang diberikan siprofloksasin dan tiga ekor ayam broiler sebagai kontrol yang tidak diberikan obat atau zat apapun. Sampel darah diambil setiap 0,25; 0,5; 0,75; 1; 1,5; 2; 4; 6; 8; 12; dan 24 jam setelah pemberian siprofloksasin. Lalu plasma darah ayam disiapkan dengan metode presipitasi protein dan semua sampel dianalisis menggunakan HPLC dengan detektor UV. Siprofloksasin baik melalui rute pemberian intravena maupun oral cekok menunjukkan model dua kompartemen. Parameter farmakokinetik yang diperoleh melalui rute intravena yakni A = 8,459 ߤ g/mL, α= 4,298 / jam, B = 0,160 ߤ g/mL, β= 0,016/jam, K12 = 5,252 /jam, dan K21 = 0,065 /jam. Parameter farmakokinetik yang diperoleh melalui rute oral cekok yakni A = 1,384 ߤ g/mL, α= 0,386/jam, B = 0,372 ߤ g/mL, β= 0,033/jam, C = 1,556 ߤ g/mL, Ka = 0,907 /jam, K12 = 0,166 /jam, dan K21 = 0,183 /jam. WT rute intravena dengan perhitungan ADI adalah 218,84 jam dan perhitungan BMR adalah 9,87 jam. Sedangkan WT rute oral cekok melalui perhitungan ADI adalah 26,65 jam dan perhitungan BMR adalah 9,83 jam.