digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

PT Petrokimia Gresik merupakan produsen pupuk di Indonesia di bawah naungan PT Pupuk Indonesia. PT Petrokimia merupakan produsen pupuk terlengkap di Indonesia dengan produk: Urea, ZA, SP-36, NPK Phonska dan pupuk organik. PT Petrokimia Gresik memiliki masalah pada Pabrik Produksi II. Permasalahan tersebut adalah proses produksi yang tidak berjalan lancar yang terjadi karena kondisi inventori pada gudang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan Pabrik Produksi II akibat kekurangan bahan baku. Saat ini, tingkat pelayanan Gudang Bahan Baku dan Gudang Produksi yang mengalirkan bahan baku untuk proses produksi pada Pabrik Produksi II adalah 85,14% untuk Gudang Bahan Baku dan 91,78% untuk Gudang Produksi II. Berdasarkan hasil wawancara, kekurangan bahan baku disebabkan karena tidak adanya kebijakan dalam pemesanan bahan baku. Hal ini menyebabkan membengkaknya ongkos yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengadakan bahan baku yang tidak tersedia tersebut pada periode berikutnya yang memiliki kontribusi sebesar 52,25% dari ongkos inventori. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, model acuan yang digunakan adalah model Periodic Review Echelon Base-stock Policies (Lagodimos & Skouri, 2015). Model ini merupakan integrasi antara model newsvendor dan periodic review untuk two-echelon inventory. Model ini akan mengkaji Gudang Bahan Baku dan Gudang Produksi Pabrik II secara berkesinambungan agar dapat menghasilkan rata-rata ongkos inventori minimum dan peningkatan tingkat pelayanan. Variabel keputusan dalam menentukan nilai rata-rata ongkos inventori adalah order-up-to level Gudang Bahan Baku dan Gudang Produksi dan review interval Gudang Bahan Baku dan Gudang Produksi. Penyelesaian permasalahan dilakukan secara iteratif. Proses iterasi berhenti ketika didapatkan rata-rata ongkos inventori single-echelon yang lebih besar daripada rata-rata ongkos inventori two-echelon. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa review interval pada bahan baku yang dialirkan dari Gudang Bahan Baku ke Gudang Produksi II adalah 2 bulan pada Gudang Bahan Baku dan 1 bulan pada Gudang Produksi II. Rata-rata ongkos inventori yang dihasilkan pada model memiliki nilai yang lebih kecil daripada ongkos inventori sistem kondisi nyata dengan perbedaan sebesar 13,11% dari Rp19.670.505.552,82 menjadi Rp17.390.059.234,28. Tingkat pelayanan Gudang Bahan Baku dan Gudang Produksi yang dihasilkan pada model lebih besar daripada tingkat pelayanan sistem kondisi nyata dengan perbedaan per bahan baku memiliki rata-rata sebesar 14,87% pada Gudang Bahan Baku dan 7,6% pada Gudang Produksi.