digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


2016 TS PP TITA JUWITANINGSIH 1-BAB 1.pdf
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan

2016 TS PP TITA JUWITANINGSIH 1-BAB 2.pdf
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan

2016 TS PP TITA JUWITANINGSIH 1-BAB 3.pdf
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan

2016 TS PP TITA JUWITANINGSIH 1-BAB 4.pdf
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan



Pencarian senyawa antibiotik banyak menarik minat para peneliti seiring dengan banyaknya kasus resistensi bakteri terhadap obat antibiotik yang beredar. Salah satu sumber dalam pencarian tersebut adalah tumbuh-tumbuhan, di antaranya adalah tumbuhan Alpinia (Zingiberaceae), yang dikenal dengan nama “Lengkuas”. Kelompok tumbuhan ini telah banyak dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional, dan berbagai kajian bioaktivitas menunjukkan bahwa ekstrak beberapa spesies Alpinia memiliki potensi sebagai antimikroba. Kajian fitokimia memperlihatkan pula bahwa Alpinia merupakan penghasil metabolit sekunder turunan terpenoid dan aromatik. Namun, kajian yang berkaitan dengan pengujian senyawa murni sebagai antimikroba masih sangat terbatas.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keanekaragaman metabolit sekunder yang terkandung dalam biji A. malaccensis dan A. regia serta menentukan aktivitas antimikroba senyawa-senyawa tersebut terhadap bakteri dan jamur patogen. Isolasi metabolit sekunder dilakukan dalam beberapa tahap, yang meliputi ekstraksi, fraksinasi, dan pemurnian, menggunakan berbagai teknik kromatografi. Struktur molekul senyawa hasil isolasi ditentukan berdasarkan data spektroskopi NMR 1D dan NMR 2D. Uji aktivitas antimikroba telah dilakukan, baik terhadap ekstrak maupun senyawa-senyawa murni hasil isolasi. Pengujian sifat antimikroba didasarkan pada metode standar CLSI M07-A9 (antibakteri) dan CLSI M38-A2 (antijamur) terhadap tujuh bakteri patogen strain ATCC, delapan bakteri isolat klinik, dan tiga spesies jamur Candida. Aktivitas antimikroba dinyatakan dalam MIC dan MBC. Senyawa yang menunjukkan aktivitas yang signifikan kemudian dilanjutkan dengan penentuan kajian time-kill.Pada penelitian ini telah berhasil diisolasi tujuh senyawa, empat di antaranya berasal dari biji A. malaccensis, yaitu 5,6-dehidrokawain (1), malakavalakton (2). (4E,6E)-1,7-difenilhepta-4,6-dien-3-on (3) dan (5R)-trans-1,7-difenil-5- hidroksihept-6-en-3-on (4), dan tiga senyawa dari biji A. regia yaitu galanal A (5), galanal B (6) dan miogadial (7). Senyawa 2 merupakan senyawa baru, sementara enam senyawa lainnya merupakan senyawa yang telah dikenal, yang telah diisolasi dari spesies lain pada genus Alpinia maupun dari genus lain pada famili Zingiberaceae. Penemuan senyawa-senyawa pada kedua spesies Alpinia tersebut memiliki makna pada hubungan kemotaksonomi antar spesies Alpinia dan hubungan kekerabatan antar genus pada famili Zingiberaceae. Pada pengujian bioaktivitas, aktivitas antimikroba ekstrak aseton berada pada kisaran moderat dan lemah (MIC antara 156 – 5000 ?g/mL). Pada tingkat senyawa murni, malakavalakton (2) menunjukkan aktivitas anti-Candida yang cukup tinggi (MIC 30 µM), sementara senyawa lainnya (1, 3-7) menunjukkan aktivitas antimikroba yang bervariasi dari tinggi hingga lemah (MIC 19 – >2183 µM). Aktivitas antimikroba yang tinggi diperlihatkan oleh (4E,6E)-1,7-difenilhepta-4,6-dien-3-on (3), (5R)-trans-1,7-difenil-5-hidroksihept-6-en-3-on (4) dan miogadial (7). Secara umum, ketujuh senyawa tersebut aktif sebagai anti- Candida sedangkan terhadap bakteri, lebih aktif terhadap bakteri Gram-negatif dibandingkan terhadap bakteri Gram-positif. Berdasarkan hasil uji time-kill, senyawa 2 dapat membunuh C. albican ATCC 10231 dalam waktu 2 jam pada konsentrasi 2 x MIC (= 60 µM), sedangkan senyawa 3 mampu membunuh K. pneumonia ATCC 13773 dalam waktu 0,5 jam pada konsentrasi 4 x MIC (= 190 µM) dan terhadap B. cereus ATCC 21772 dalam waktu 1 jam pada konsentrasi 4 x MIC (= 190 µM). Kajian yang sama menunjukkan senyawa 4 mampu membunuh bakteri K. pneumonia dalam waktu 0,5 jam pada konsentrasi 4 x MIC (= 178 µM), dan senyawa 7 mampu membunuh B. cereus ATCC 21772 dalam waktu 0,5 jam pada konsentrasi 4 x MIC (= 78 µM).Kajian hubungan struktur dan aktivitas terhadap senyawa hasil isolasi menunjukkan bahwa pada kelompok senyawa fenilpropanoid adanya gugus farnesil pada senyawa 2 dapat meningkatkan sifat antimikroba yang sangat signifikan dibandingkan dengan senyawa 1 yang mempunyai kerangka yang sama. Pada kelompok diarilheptanoid, adanya gugus hidroksil pada C-5 rantai heptan (senyawa 4) dan ikatan rangkap pada C-4 rantai heptan (senyawa 3) memberikan pengaruh yang positif pada peningkatan aktivitas antimiroba. Pada kelompok diterpen labdan, aktivitas antimikroba yang relatif tinggi pada senyawa7 terhadap mikroba tertentu diduga karena adanya gugus 1,4-dialdehid yang salah satunya berkonjugasi dengan satu ikatan rangkap. Selain itu, perbedaan stereokimia gugus -OH pada galanal A (5) dan galanal B (6) menyebabkan perbedaan aktivitas antimikrobanya.Sebagai kesimpulan, penelitian ini telah berhasil mengungkapkan adanya satu senyawa baru malakavalakton (2) dan enam senyawa lain yang telah dikenal. Ketujuh senyawa telah diuji kemampuannya sebagai antimikroba dan memperlihatkan bahwa beberapa senyawa tersebut potensial untuk dikembangkan sebagai agen anti mikroba.