digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Partikel silika berstruktur nano bicontinuos concentric lamellar (bcl), KCC-1, telah menarik banyak perhatian karena struktur pori tiga dimensinya yang terbuka menyebabkan akses ke permukaan bagian dalam partikel lebih mudah dibandingkan dengan partikel silika mesopori konvensional. Mengingat aplikasinya yang cukup luas, maka diperlukan pemahaman yang baik terhadap morfologi KCC-1. Penelitian ini mengkaji mekanisme pembentukan KCC-1, modifikasi sifat kimia KCC-1, dan uji aktivitasnya pada reaksi katalitik heterogen, yaitu pada sintesis asetal siklik dan imida siklik. Ruang parameter pembentukan morfologi KCC-1 dipelajari berdasarkan pengamatan morfologi sampel terhadap komposisi prekursor. Mekanisme pembentukan morfologi KCC-1 dipelajari melalui 2 pendekatan, yaitu pendekatan eksperimental dan pendekatan teoritik. Pendekatan eksperimental dilakukan dengan mengamati evolusi morfologi KCC-1 sebagai fungsi waktu. Pendekatan teoritik dilakukan dengan membagi tahapan–tahapan segregasi fasa pada mekanisme pembentukan morfologi sehingga perhitungan untuk kajian termodinamika dapat dilakukan. Proses aluminasi pasca sintesis dilakukan pada KCC-1 agar dapat meningkatkan keasaman material tersebut tanpa adanya perubahan morfologi yang signifikan. Uji katalitik pada Al-KCC-1 dilakukan pada reaksi pembentukan asetal siklik dan imida siklik karena minimnya kajian katalis berbasis silika mesopori pada kedua reaksi ini. Pada penentuan ruang parameter pembentukan KCC-1, Morfologi bcl teramati pada konsentrasi CTAB tertentu, yaitu pada komposisi molar 0,1 < CTAB/Si < 0,65 dan pada rasio volume 2 < toluena/air < 0,55. Pendekatan eksperimental menunjukkan adanya sistem air terkungkung dalam emulsi prekursor KCC-1, yang direpresentasikan oleh sistem misel terbalik. Pada eksperimen sintesis KCC-1, reaksi hidrolisis dan kondensasi prekursor silika (TEOS) dimulai segera setelah semua prekursor dicampur pada tahap pengadukan. Berdasarkan pengamatan morfologi partikel dan penampang lintang KCC-1, evolusi morfologinya menunjukkan bahwa bentuk bikontinyu sudah terbentuk sejak 30 menit pertama sintesis. Namun, partikel yang terbentuk tidak memiliki bagian tengah yang lebih padat. Evolusi berlanjut dengan perbesaran ukuran partikel yang disertai dengan kemunculan konsentrisitas (memadatnya bagian tengah). Dengan kata lain, KCC-1 mengalami evolusi dari morfologi bicontinuous lamellar (bl) menjadi bicontinuous concentric lamelar (bcl). Pendekatan teoritik yang dikaji terfokus pada tahap akhir usulan mekanisme pembentukan, yaitu pada tahap segregasi fasa polisiloksan. Tahap segregasi fasa dipecah secara termodinamika menjadi beberapa tahap berdasarkan fungsi energi bebas Helmholtz sebagai fungsi keadaan. Fenomena orientasi lamelar (orientasi paralel dan tegak lurus) yang terjadi pada blok kopolimer digunakan untuk mengkaji mekanisme pembentukan KCC-1 dan dipelajari terhadap penurunan energi bebasnya. Kajian teoritik yang dilakukan menunjukkan bahwa ketika polisiloksan–polisiloksan dengan beragam panjang rantai berkumpul, maka struktur lamelar akan terbentuk dengan orientasi yang dipengaruhi oleh ketebalan polisiloksan yang terlibat. Saat ketebalannya rendah, maka orientasi lamelarnya akan tegak lurus. Saat polisiloksan–polisiloksan tersebut menjadi lebih tebal, lamelarnya dapat memiliki kombinasi orientasi tegak lurus dan paralel (orientasi kompleks). Struktur lamelar yang terhimpit pada suatu bidang datar dapat mengalami transformasi topologi. Bidang datar yang menyangga struktur lamelar itu dapat dibayangkan untuk mengalami transformasi topologi berupa lipatan membentuk bola. Ketika bidang tersebut mengalami transformasi topologi membentuk bola, maka orientasi tegak lurus dari lamelar tersebut akan memiliki morfologi bl sedangkan struktur dengan orientasi kompleks akan memiliki morfologi bcl. Proses aluminasi pasca sintesis terhadap KCC-1 dapat meningkatkan kekuatan dan jumlah situs asam. Dengan teknik tersebut, sifat kimia KCC-1 dapat dikendalikan tanpa adanya perubahan yang signifikan pada morfologi partikel. Uji aktivitas katalitik Al-KCC-1 menggambarkan kedua reaksi dapat berlangsung dengan baik bahkan untuk substrat–substrat lain yang analog. Al-KCC-1 yang dihasilkan mampu mengkatalisis pembentukan berbagai senyawa asetal siklik dan imida siklik. Pemakaian katalis untuk 6 kali siklus reaksi menunjukkan penurunan kerja maksimum sekitar 20% dengan aktivitas 80% untuk sintesis asetal siklik. Sementara penurunan kerja sebesar 31% dengan aktivitas 69% masih dimiliki oleh katalis pada sintesis imida siklik. Aktivitas katalis Al-KCC-1 yang baik dapat dipengaruhi oleh morfologi KCC-1 yang memudahkan akses substrat terhadap situs aktif, hidrofobisitas material, keberadaan oxygen vacancy atau aluminium dengan koordinasi pentahedral pada material katalis.