digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Senyawa-senyawa turunan epoksida dengan stereokimia tertentu banyak dijumpai pada senyawa-senyawa alam dengan bioaktivitas tertentu dan pada senyawasenyawa-antara dalam sintesis obat-obat kiral. Pembentukkan senyawa-senyawa turunan epoksida tersebut dapat dicapai melalui reaksi katalisis asimetrik epoksidasi suatu alkena dengan suatu peroksida. Salah satu kelompok katalis epoksidasi asimetrik tersebut adalah turunan amina primer dari alkaloid kina. Secara eksperimen di laboratorium, penggunaan kelompok katalis ini pada reaksi epoksidasi telah banyak dilakukan dan terbukti dapat menghasilkan senyawa turunan epoksida dengan enantioselectivity excess (ee) yang tinggi. Telaah lebih jauh memperlihatkan bahwa produk reaksi tersebut bercabang kepada pembentukan turunan epoksida dan turunan peroksida, yang tergantung kepada kondisi reaksi, yaitu suhu dan waktu reaksi. Berdasarkan hasil-hasil eksperimen tersebut, maka telah diusulkan mekanisme reaksi epoksidasi alkena dengan katalis turunan amina primer alkaloid kina. Namun demikian, penjelasan lebih rinci terhadap mekanisme tersebut belum pernah dilakukan, termasuk dengan menggunakan pendekatan komputasi kimia. Berdasarkan uraian di atas, penelitian yang telah dilaksanakan adalah berkaitan dengan kajian komputasi pada mekanisme reaksi epoksidasi keton ,β-tak jenuh, yaitu calkon, dengan hidrogen peroksida (H2O2), yang meliputi empat aspek reaksi, yaitu model aktivasi reaksi, enansioselektivitas, kemoselektivitas reaksi, dan pengaruh substituen pada katalis dan substrat calkon terhadap perubahanperubahan energi pada koordinat reaksi. Komputasi dilakukan dengan menggunakan teori fungsi kerapatan (DFT, density functional theory) sebagai dasar dari metode B3LYP dengan himpunan basis 631G(d). Perangkat lunak yang digunakan adalah Gaussian 09. Komputasi yang telah dilakukan mengunakan mekanisme dasar reaksi epoksidasi dengan peroksida sebagaimana yang telah diusulkan oleh para ahli, yaitu berjalan melalui dua tahap reaksi: adisi dan eliminasi. Hidrogen peroksida terdeprotonisasi dalam kondisi basa. Adisi anion hidrogen peroksida membentuk senyawa-antara β-peroksi enolat. Resonansi muatan senyawa-antara tersebut menciptakan muatan negatif pada atom oksigen dan C-. Selanjutnya gugus anion C-α akan menyerang atom oksigen dari ikatan O-O sehingga membentuk cincin epoksi, sementara ikatan OO yang lemah terputus dan melepaskan (eliminasi) gugus hidroksi. Keton terkonjugasi dengan alkena pada calkon mengaktifkan atom karbon-β (C- β) sehingga bermuatan positif. Adanya katalis amina primer, yang bereaksi dengan keton membentuk ion iminium, lebih meningkatkan sifat elektrofil C-β melalui adanya resonansi iminium-enamin. Pada komputasi pendahuluan, pembentukan ion iminium terbukti dapat menurunkan energi LUMO sistem π dan mengaktifkan C-β. Di lain pihak, interaksi dari dua pasang elektron bebas di dua atom oksigen O-O pada hidrogen peroksida meningkatkan energi HOMO dari anion (-OOH), sehingga reaksi pembentukan ion iminium menjadi lebih baik dan lebih lunak. Tautomerisasi ke struktur enamina mengaktifkan reaksi selanjutnya dalam epoksidasi, yaitu pembentukan epoksi siklik, yaitu pembentukan ikatan baru antara C- dengan atom oksigen peroksida. Pada struktur enamina atom C- lebih bersifat nukleofil karena meningkatnya energi HOMO sistem. Mekanisme reaksi epoksidasi calkon dengan H2O2 yang dikatalisis oleh amina primer alkaloid kina dievaluasi berdasarkan tiga model aktivasi, yaitu model aktivasi ionik, biradikal dan model aktivasi SOMO (Single Occupied Molecular Orbital). Hasil komputasi memperlihatkan bahwa mekanisme melalui aktivasi ionik lebih memungkin dibandingkan mekanisme melalui aktivasi SOMO dan biradikal. Dalam hal ini walaupun model aktivasi ionik tidak memiliki energi penghalang terendah, energi pengaktifannya pada tahap adisi maupun siklisasi (penutupan cincin epoksida) lebih rendah dibandingkan aktivasi SOMO dan biradikal. Selain itu, model aktivasi SOMO memerlukan ko-katalis lain sebagai aktivator radikal. Stereokontrol reaksi epoksidasi calkon dengan H2O2 yang dikatalisis oleh amina primer alkaloid kina dikaji berdasarkan perbedaan arah serangan oksidator yang akan mempengaruhi enansioselektivitas. Hidrogen peroksida sebagai oksidator dapat menyerang pada arah si-face dan re-face terhadap C- dan C-β. Hasil komputasi memperlihatkan bahwa stereokimia pada posisi C- dan C-β tergantung kepada sterokimia di C-8 dari katalis amina primer alkaloid kina. Epoksida calkon dengan konfigurasi αR,βS dapat dihasilkan apabila reaksi menggunakan katalis 9-amina (9-deoksi) kuinin (QnNH2) dan 9-amina (9-deoksi) epikuinidin (e-QdNH2). Sedangkan epoksida calkon dengan konfigurasi αS,βR digunakan katalis 9-amina (9-deoksi) kuinidin (QdNH2) dan 9-amina (9-deoksi) epikuinin (e-QnNH2). Keadaan transisi (TSAB) pada saat atom oksigen pada hidrogen peroksida berikatan dengan ikatan rangkap pada calkon menentukan konfigurasi C-β, sedangkan keadaan transisi pembentukan siklis (TSBC) menentukan konfigurasi C-α. Perbedaan energi pada keadaan transisi dan zat antara awal masing-masing katalis sekitar 3 sampai 10 kkal/mol. Secara keseluruhan enansioselektivitas dipengaruhi oleh pembentukan ikatan hidrogen antara atom hidrogen dari H2O2 yang sudah terikat pada atom N gugus kuinuklidin katalis dan atom oksigen dari H2O2 yang sudah terikat dengan Cα substrat, serta ditentukan oleh kontrol sterik yang dilihat dari atom C8-C9 katalis dan Cα-Cβ calkon. Keadaan transisi awal TSAB juga menentukan senyawa produk pada reaksi ini, yaitu apakah menghasil produk epoksida atau produk peroksida. Keadaan transisi ini menghasilkan senyawa-antara enamina (B) atau senyawa-antara β-perokso iminium (B1). Senyawa-antara enamina (B) menghasilkan produk epoksida calkon, sedangkan senyawa-antara peroksoiminium (B1) menghasilkan β-peroksi atau peroksihemiketal calkon. Perubahan energi (ΔH) senyawa-antara enamina (B) lebih besar dibandingkan senyawa-antara β-peroksoiminium (B1). Namun demikian, epoksida calkon lebih stabil dibandingkan β-peroksi atau peroksihemiketal calkon. Hasil-hasil ini dapat menjelaskan hasil penelitian laboratorium sebelumnya, dimana produk epoksida terbentuk pada waktu reaksi yang lebih lama dan pada suhu reaksi yang relatif lebih tinggi. Hal ini juga sejalan dengan pengamatan peneliti lain, yaitu bahwa pembentukan epoksida didahului oleh gugus peroksohemiketal. Perkiraan atas pengaruh gugus pada katalis dan substrat (calkon) juga telah dilakukan pada penelitian ini. Pada katalis yang tidak memiliki gugus metoksi pada gugus quininolin, seperti pada katalis sinkonin CnNH2 dan sinkonidin CdNH2, menyebabkan peningkatkan energi penghalang reaksi. Tapi enansioselektivitasnya sesuai dengan katalis yang mempunyai stereomer yang sama. Penghilangan gugus vinil pada cincin kuinoklidin juga tidak menurunkan energi penghalang reaksi. Hasil yang sama diperoleh pada penambahan gugus Nmetil membentuk amina sekunder. Variasi gugus pendorong dan penarik elektron pada substrat secara keseluruhan menunjukkan bahwa gugus pendorong elektron menurunkan perubahan energi penghalang pada setiap tahapan reaksi. Penurunan tersebut dapat dijelaskan karena pengaruh mesomeri maupun karena pengaruh induksi. Namun gugus pendorong elektron, terutama pada cincin A, menaikkan energi pengaktifan pada tahapan adisi anion peroksida tapi menurunkan energi pengaktifan tahap penutupan cincin sehingga dapat mempercepat pembentukkan siklis epoksi. Sebagai kesimpulan, penelitian ini telah berhasil, mengungkapkan mekanisme reaksi epoksidasi calkon dan turunannya dengan H2O2 yang dikatalisis oleh amina primer alkaloid kina. Dari model aktivasinya, pengaktifan secara ionik, lebih dimungkinkan dan lebih sederhana dibandingkan dengan model aktivasi radikal yang memerlukan ko-katalis. Energi sistem yang lebih tinggi dapat dikompensasi dengan adanya energi solvasi yang sesuai selama reaksi berlangsung. Enantioselektivitas reaksi ternyata berkaitan dengan stereokimia katalis amina primer alkaloid kina pada C-8, sementara kemoselektivitas terjadi berkaitan dengan energi transisi yang berbeda pada arah pembentukan epoksida dan peroksida. Pada penelitian ini juga telah dikaji pengaruh perubahan struktur katalis amina primer dan berbagai substituent pada substrat calkon terhadap perubahan energi penghalang di setiap tahapan reaksi. Adanya gugus pendorong elektron meningkatkan nukleofilisitas C-α tersebut, sehingga reaksi penutupan cincin ini berjalan lebih cepat.