digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Bahan kebutuhan pokok masyarakat (BKPM) yang diproduksi dari hasil pertanian, sebagai contoh komoditi gula pasir, memiliki disparitas pasokan yang sangat mencolok antara musim tanam dan musim panen. Disparitas pasokan tersebut dapat menyebabkan kelangkaan dan fluktuasi harga sehingga menimbulkan kerugian bagi produsen, pedagang, dan konsumen. Pada studi kasus distribusi gula pasir di Indonesia, ditemukan tiga faktor utama penyebab masalah tersebut. Pertama, jumlah pasokan domestik tidak naik secara signifikan akan tetapi permintaan terus menerus naik. Kedua, terdapat perbedaan jumlah pasokan yang sangat signifikan antara musim panen ketika pabrik gula menggiling tebu dan musim tanam ketika petani menanam tebu. Ketiga, harga komoditas di pasar global lebih murah jika dibandingkan dengan harga domestik sehingga pasokan dari pasar global menyebabkan harga di level produsen turun. Jika masalah disparitas pasokan dan fluktuasi harga tidak diredam, situasi tersebut dapat menimbulkan masalah pangan yang kompleks dan berdampak pada kerawanan sosial dan politik. Di sisi lain, pemerintah berkewajiban menjamin produsen agar terhindar dari distorsi harga jual dan mewujudkan ketahanan pangan yaitu terpenuhinya pangan pada harga yang terjangkau bagi konsumen. Fenomena masalah ini dapat diredam pemerintah melalui kebijakan intervensi pasar. Skema persediaan penyangga (SPP) dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengendalikan pasokan ke pasar agar harga stabil dan kebutuhan terpenuhi. Untuk itu, penelitian ini membahas permasalahan tentang bagaimana cara menentukan SPP sebagai instrumen program intervensi pasar bagi pemerintah dalam rangka menjamin ketersediaan dan kestabilan harga komoditas pokok yang bersifat musiman. Model-model tentang ketersediaan dan kestabilan harga komoditas pokok dengan menggunakan SPP telah banyak dikembangkan pada penelitian terdahulu. Dari kajian literatur dapat disimpulkan bahwa: (i) metode optimisasi telah digunakan untuk menentukan tingkat ketersediaan persediaan penyangga guna menjamin pemenuhan kebutuhan dari jumlah dan waktu pengadaan; (ii) metode ekonometrik telah digunakan untuk meredam harga dengan menggunakan jumlah dan harga persediaan penyangga; (iii) program intervensi pada umumnya hanya iii mempertimbangkan harapan produsen atau konsumen, dan (iv) pada umumnya kebijakan pengelolaan SPP hanya melibatkan program pengadaan dan penyimpanan. Dengan pernyataan lain, model-model terdahulu belum melibatkan: (i) opsi kebijakan yang mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, (ii) pengelolaan SPP yang terdiri dari program perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pengeluaran, dan (iii) sistem intervensi yang memungkinkan pelaku intervensi sebagai pemain pasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan opsi kebijakan saluran distribusi bagi pemangku kepentingan sistem distribusi dan mengembangkan model matematis sebagai alat bantu menyusun kebijakan intervensi pasar. Penelitian ini menghasilkan opsi kebijakan saluran distribusi dan Model SPP. Alternatif kebijakan intervensi terdiri dari intervensi langsung (direct market intervention/DMI) melalui operasi pasar dan intervensi tidak langsung (indirect market intervention/IMI) melalui fasilitas sistem resi gudang (SRG). Berdasarkan kebijakan DMI dan IMI tersebut selanjutnya dikembangkan model matematis yang terdiri dari tiga model DMI yaitu Model I-a, I-b, dan I-c dan tiga model IMI yaitu Model II-a, II-b, dan II-c. Model DMI merupakan problema NLP yang dapat dipecahkan dengan algoritma sequential linear programming (SLP). Sedangkan Model IMI merupakan problema MINLP dengan kategori NP-hard dimana solusi dicari dengan menggunakan metode enumerasi dan algoritma SLP. Dibandingkan model terdahulu, Model DMI dan IMI berlaku pada kondisi umum dalam hal: (i) tersedianya opsi kebijakan intervensi dan opsi saluran distribusi, (ii) luaran model dapat digunakan untuk pengelolaan SPP yang terdiri dari program perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pengeluaran; (iii) opsi kebijakan IMI memungkinkan pelaku intervensi secara proaktif sebagai pemain pasar. Dari analisis numerik dan analitis terbukti bahwa model dapat digunakan untuk menentukan tingkat ketersediaan, batasan harga produsen, batasan harga konsumen, jumlah impor, dan menyelesaikan masalah SPP. Dari analisis Model DMI dapat disimpulkan bahwa: (i) dampak dari operasi pasar dapat dinikmati oleh produsen dan konsumen secara langsung dan (ii) operasi pasar dapat mengendalikan perilaku spekulan secara langsung. Dari Model IMI dapat disimpulkan bahwa intervensi dengan fasilitas SRG tidak dibutuhkan modal yang besar. Pelaku intervensi yaitu badan layanan umum penyangga pangan (BLUPP) dapat secara proaktif sebagai pelaku pasar sepanjang periode. Kontribusi utama hasil penelitian ini pada bidang kajian sistem inventori dan distribusi adalah: (i) mengintegrasikan pendekatan model ekonomi dengan model optimisasi untuk penentuan SPP, (ii) mengembangkan Model SPP dengan mempertimbangkan kebijakan intervensi pasar, dan (iii) mengembangkan model kebijakan intervensi pasar melalui suatu agen pemerintah yang secara proaktif sebagai pemain pasar.