digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Beberapa pengeboran eksplorasi pada batuan dasar di Jawa Barat telah berhasil menemukan cadangan migas yang cukup signifikan. Keberhasilan ini telah memicu kegiatan eksplorasi migas lebih jauh pada batuan dasar di Jawa Barat, termasuk di Daerah Rengasdengklok. Daerah Rengasdengklok yang merupakan daerah penelitian, terletak di Cekungan Jawa Barat Utara, meliputi Subcekungan Ciputat, Kepuh dan Tinggian Rengasdengklok. Subcekungan dan tinggian tersebut merupakan serangkaian horst dan graben berarah utara-selatan yang terbentuk pada rezim tektonik ekstensional pada awal Tersier. Batuan dasar di daerah penelitian, yang didefinisikan sebagai sikuen pre-rift dalam terminologi tektonostratigrafi, terdiri dari beberapa jenis litologi yang dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu batuan beku pluton berupa granodiorit, monsonit, diorit dan mikrodiorit; batuan piroklastik berupa tuf yang telah mengalami ubahan; batuan sedimen yang terdiri dari batugamping dolomitik dan serpih yang telah mengalami rekristalisasi dan batuan metamorf berupa sekis aktinolit-biotit. Batuan dasar tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan data seismik, data log sumur dan data petrografi. Pada penampang seismik yang diikat dengan data kedalaman batuan dasar di Sumur RDK-2, reflektor batuan dasar dapat ditelusuri dengan baik. Kenampakan onlap pada batuan dasar dapat diamati terutama di Subcekungan Ciputat. Interpretasi citra formasi (FMI) juga memperlihatkan adanya perbedaan karakter antara batuan dasar dan batuan sedimen di atasnya. Data FMI Sumur PDM-1 menunjukkan kontak yang jelas antara batuan dasar berupa batugamping dan batupasir dan serpih sekuen syn-rift (ekuivalen Formasi Talang Akar) yang diendapkan di atasnya. Batuan dasar, dicirikan oleh banyaknya rekahan baik terbuka maupun tertutup, yang menunjukkan bahwa batuan tersebut telah mengalami deformasi. Porositas gerowong yang juga banyak dijumpai pada batugamping ini menunjukkan telah terjadinya diagenesa yang melibatkan kehadiran air meteorik di permukaan. Kenampakan deformasi juga dapat dilihat pada pengamatan petrografi terhadap sejumlah sampel sayatan tipis batuan dasar berupa batugamping dan serpih yang telah mengalami rekristalisasi dari sumur-sumur di Lapangan Pondok Makmur. Beberapa sampel sayatan batugamping dolomitik memperlihatkan adanya pemadaman bergelombang dan perekahan yang cukup intensif. Pada beberapa sayatan serpih bahkan terlihat adanya urat kalsit pengisi rekahan yang mengalami pelengkungan. Perekahan, pemadaman bergelombang dan pelengkungan pada urat kalsit adalah indikasi deformasi yang telah terjadi pada batuan dasar. Sementara itu pada batupasir dan serpih ekivalen Formasi Talang Akar yang diendapkan di atas batuan dasar tidak memperlihatkan adanya kenampakan deformasi tersebut. Penentuan umur batuan sedimen berupa batugamping dan serpih sebagai batuan dasar di Lapangan Pondok Makmur dilakukan dengan analisis biostratigrafi terhadap sampel serbuk bor dari beberapa sumur. Hasil analisis tersebut memberikan umur kisaran umur Eosen hingga Oligosen Akhir. Berdasarkan hasil analisis tersebut di atas dapat diinterpretasikan umur rifting yang membentuk subcekungan-subcekungan di Jawa Barat Utara, khususnya Subcekungan Ciputat. Untuk mengetahui lingkungan tektonik dan afinitas magma batuan beku sebagai batuan dasar di daerah penelitian, telah dilakukan analisis geokimia terhadap beberapa sampel batuan beku yang diambil dari sumur-sumur pengeboran di Tinggian Rengasdengklok. Kandungan unsur utama menunjukkan bahwa magma pembentuk batuan beku tersebut mempunyai afinitas kalk alkali dan telah mengalami diferensiasi ko-magmatis, sedangkan analisis unsur jejak memberikan indikasi bahwa magma yang bersangkutan termasuk tipe orogenik yang berhubungan dengan zona subduksi. Keberadaan hidrokarbon pada batuan dasar yang di antaranya dijumpai di Lapangan Pondok Makmur tidak terlepas dari sistem petroleum yang telah bekerja dan terbukti di Subcekungan Ciputat. Batugamping terekristalisasi yang merupakan reservoir utama di Lapangan Pondok Makmur mempunyai porositas yang cukup besar. Pembentukan porositas rongga dan rekahan pada batugamping ini kemungkinan terjadi pada saat batuan tersebut tersingkap. Proses-proses tektonik mengakibatkan terbentuknya rekahan-rekahan sedangkan hadirnya air meteorik pada saat batuan tersingkap mengakibatkan proses diagenesa termasuk pelarutan, yang menyebabkan terbentuknya porositas rongga hingga gerowong, sementasi, dan pengisian rekahan oleh kristal-kristal kalsit berjalan secara efektif. Posisi reservoir batugamping saat ini berada pada lereng timur Subcekungan Ciputat, ditutupi oleh sedimen ekivalen Formasi Talang Akar yang telah terbukti sebagai batuan induk di daerah ini. Migrasi hidrokarbon dapat terjadi secara vertikal maupun horisontal dari batuan induk dengan posisi lebih dalam ataupun sejajar dengan batuan dasar yang bertindak sebagai batuan reservoir.