digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Upaya penyelesaian persoalan transportasi dengan mengaktifkan kembali jalur kereta api yang tidak beroperasi menghadapi persoalan lain antara lain kondisi prasarana jalan kereta api yang sudah berubah menjadi bangunan berupa hunian, tempat usaha maupun fasilitas umum dan pemerintahan. Selain itu tidak adanya upaya penertiban yang dilakukan baik berupa administrasi maupun secara fisik menjaga keberadaan jalur dan peralatan disisi rel kereta api. Sementara penertiban yang dilakukan seringkali mengundang konflik yang tidak dapat diselesaikan secara baik. Lokasi penelitian di kompleks bekas stasiun gudang Bandung dipilih karena sebagai salah satu contoh pelaksanaan pembebasan lahan di Kota Bandung dalam skala cukup besar. Dalam kegiatan untuk dijadikan kompleks Paskal Hypersquare ini, pembebasan dilakukan oleh pihak swasta. Sedangkan lokasi Manggarai pada proyek double – double track dipilih karena sebagai salah satu contoh pembebasan oleh pihak pemerintah dengan menggunakan anggaran negara. Dengan perbedaan lokasi dan karakteristiknya maka diharapkan akan ditemukan kompleksitas yang berbeda sebagai perbandingan untuk analisis dan hasil yang lebih mampu mengakomodir kebutuhan penanganan penertiban lahan yang lebih baik. Pada daerah Ciroyom, faktor konflik diawali dengan ketidaksepakatan harga penggantian, namun terdapat isu lain yang mencuat yaitu ada kepentingan lain bermain diantaranya politis, memanfaatkan isu SARA serta kesenjangan. Sementara pada jalur double – double track Manggarai – Cikarang konflik diawali dengan penggantian yang sepihak, dengan berkembang pada kepastian hukum tanah dan transparansi. Perlawanan berupa demonstrasi dan tindakan perlawanan fisik, peran dan momentum politik digunakan untuk mencari dukungan bagi warga di Ciroyom seperti akses ke parlemen dan eksekutif baik di tingkat kota maupun nasional. Di Manggarai yang paling menonjol adalah isu status hukum tanah kereta api dan isu penyelewengan dana (korupsi). Pendekatan konflik di Ciroyom belum di lakukan dengan cara yang sesuai dengan nilai – nilai yang berkembang seperti keagamaan dan kesantunan dengan mengurangi friksi terhadap masalah sensitif seperti SARA. Pendekatan di Manggarai lebih mengedepankan ketegasan untuk mengikuti aturan dan transparansi dalam negosiasi. Perlu dikaji apakah penertiban lahan negara dapat dilakukan oleh pihak swasta. Tata kelola aset pemerintah khususnya tanah kereta api belum dilakukan dengan baik, hal ini terbukti di kedua daerah tersebut menimbulkan konflik dalam penertibannya.