digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

PT Freeport Indonesia, sebuah perusahaan tambang mineral berkelasinternasional melalui divisi Concentrating memutuskan untuk melakukan expansi pabrik penghancuran bijih (Crusher plant) senilai 49 juta dollar. Sebelumnya PT Freeport Indonesia telah melakukan beberapa ekspansi yang dimulai sejak tahun 1988. Ekspansi kali ini dengan alasan untuk mengantisipasi kenaikan produksi dari tambang bawah tanah yang meningkat dari 70 ribu menjadi 80 ribu ton perhari serta mengantisipasi kemungkinan penurunan produksi dikarenakan jenis batuan tambang yang semakin keras. Dalam perjalanan pengerjaan proyek expansi ini, ditemukan beberapa isu yang sebelumnya tidak diperkirakan oleh perancang dan pelaksana proyek. Isu-isu ini menjadi resiko yang dapat menghambat kelangsungan proyek jika tidak ditangani dengan benar. Isu-isu utama tersebut antara lain yaitu: kehilangan kesempatan produksi selama ada pekerjaan konstruksi, biaya yang kemungkinan membengkak, jadwal yang tidak tepat, kualitas pemasangan yang menurun dan dokumentasi serah terima proyek yang tidak lengkap. Beberapa metoda diterapkan untuk mengidentifikasi semua resiko yang mungkin muncul pada proyek ini seperti pengalaman proyek sebelumnya, manajemen proyek Work Breakdown Structure (WBS), urutan proses konstruksi, dan analisa Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT). Dari resiko-resiko yang teridentifikasi itu, kemudian dicari akar permasalahannya untuk kemudian ditentukan nilai dan prioritasnya. Pendekatan dengan konsep manajemen resiko pada manajemen proyek digunakan untuk menganalisa resiko operasional yang ada pada proyek ini. Dalam manajemen resiko ini diawali dengan identifikasi resiko, analisa akar permasalahan, analisa kualitatif dan kuantitatif, rencana tindakan penanganan resiko serta monitor dan kontrol. Rencana implementasi dari rekomendasi pada proyek ini sebagian sudah dijalankan, namun beberapa tindakan lain masih perlu dilanjutkan supaya proyek bisa selesai dengan sukses.