digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Daerah Khusus Ibukota (DKI)-Jakarta secara geografi terletak di antara dua perairan laut Jawa dan lautan Hindia. Kondisi tersebut sangat memungkinkan terjadinya pembentukan awan konvektif yang mengakibatkan hujan lebat. Bencana alam banjir yang melanda daerah Jakarta dan sekitarnya, terjadi hampir tiap tahun yang disebabkan oleh hujan torensial. Ada beberapa kasus terburuk dari kejadian banjir tahun 2002 dan 2007 yaitu, dimana bencana banjir tersebut melanda mencakup sekitar 70% seluruh wilayah DKI Jakarta. Salah satu ide pemikiran dalam mencari solusi bencana alam banjir tersebut yaitu, dengan memahami penyebab banjir dan menganalisis prekursor curah hujan ekstrim serta aplikasi teknologi yang memungkinkan. Pemahaman mengenai pola dinamika atmosfer di DKI-Jakarta sangat diperlukan, mengingat proses tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pola fluktuasi curah hujan. Kajian dinamika awan akan menjelaskan terjadinya curah hujan ekstrim penyebab banjir. Penerapan teknologi modifikasi cuaca model Ground Based Generator (GBG) diharapkan dapat mengurangi intensitas curah hujan ekstrim tersebut. Hasil analisis dinamika atmosfer mengenai prekursor curah hujan ekstrim di wilayah DKI Jakarta untuk kejadian banjir periode 2002 dan 2007, terdapat kesamaan pola keberadaan seruak dingin (cold surge) dan rotasi sirkulasi vektor angin yang kuat (strong vortex). Sebagai analisis pengaruh efek lokal, hal tersebut menyebabkan terjadinya updraft yang mengakibatkan pertumbuhan awan konvektif besar. Analisis gelombang Maden-Julian Oscillation (MJO) dan anomali Multivariat ENSO Index (MEI) mengindikasikan bukan faktor dominan dibandingkan dengan pengaruh terjadinya Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap fenomena banjir dari efek regional. Karakteristik pola awan yang tumbuh saat kejadian banjir Jakarta, dari perhitungan indeks konvektif baik dari data radiasi gelombang panjang (Outgoing Longwave Radiation, OLR) maupun data Temperatur Infra Red chanel 1 (IR 1) menunjukan pertumbuhan konvektif terlokalisir disekitar Jakarta. Sebagai analisis global, dimungkinkan pengaruh aktivitas matahari dan fluks sinar kosmik menjadi faktor dominan kejadian curah hujan ekstrim di DKI Jakarta. Hal tersebut berdasarkan adanya korelasi antara tahun banjir, curah hujan maksimum reanalisis daerah Jakarta terhadap indeks sunspot dan keterkaitan antara variabilitas fluks sinar kosmik dengan pola tutupan awan. Simulasi dinamika awan banjir DKI-Jakarta tahun 2007 menggunakan model Weather Research and Forecast (WRF) dengan data Final Analysis (FNL) yang merupakan data global sebagai masukan model. Validasi hasil simulasi curah hujan ekstrim dengan curah hujan spasial data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) diperoleh korelasi 0,7. Berdasarkan analisis simulasi awan, diindikasikan terjadi pertumbuhan awan konvektif besar yang mengakibatkan terjadinya curah hujan ekstrim. Simulasi vektor angin dan perubahan temperatur vertikal dari keluaran model WRF digunakan sebagai input model GBG, diperoleh hasil bahwa vektor pergerakan bahan semai sampai ke dasar awan dengan konsentrasi terhitung sebesar 12,6 g/m3. Sebagai validasi hasil di atas dilakukan perhitungan konsentrasi bahan semai dengan model WRF, dimana diperoleh konsentrasi minimal 150 g/m3 untuk mulai terjadi pertumbuhan awan.