digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

1993_TS_PP_SUSILAWATIE_1.pdf
PUBLIC Ena Sukmana

Seperti kota-kota metropolitan lainnya di dunia, Jakarta sedang dan terus menghadapi masalah serius dalam bidang transportasi. Dalam situasi dimana demand perjalanan yang sangat tinggi, justru sistem transportasinya tidak efisien. Pengadaan sistem angkutan masal akan besar sekali manfaatnya dalam upaya mengatasi masalah transportasi tersebut. Sebenarnya, pengadaan suatu jaringan sistem angkutan masal di Jakarta telah direkomendasikan sejak awal tahun 1970-an. Akan tetapi rencana pembangunan jaringan angkutan masal di Jakarta baru ditangani secara intensif sejak tahun 1992. Sebuah tim antar departemen yang disebut Kelompok Kerja Persiapan Pelaksanaan Pembangunan Sistem Angkutan Umum Masal Jabotabek (Pokja P3SAUMJ) telah dibentuk oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk mempersiapkan pelaksanaan pembangunan sistem angkutan masal Jabotabek. Kelompok Kerja P3SAUMJ telah memilih teknologi Light Rail Transit (LRT) atau Kereta Rel Ringan untuk diterapkan, agar dapat mengantisipasi proyeksi demand sebesar 40.000 orang/jam/arah pada tahun 2015. Mengingat biaya investasi untuk pembangunan sistem LRT sangat tinggi, maka Pemerintah, yang diwakili oleh Pokja P3SAUMJ, mengundang pihak swasta untuk turut berperan serta dalam upaya ini Direncanakan sistem LRT ini mulai beroperasi awal tahun 2000. Konsorsium Bimantara Citra-Danayasa Arthatama, sebagai salah satu calon investor mempunyai pandangan yang agak berbeda dengan Pemerintah mengenai rencana penerapan teknologi LRT secara langsung dikoridor Blok M-Kota. Dalam proposal yang akan diajukan kepada Pemerintah, disebutkan bahwa dari sudut pandang finansial penerapan teknologi Guided Bus System atau Sistem Bus Terpandu dan teknolgi LRT secara bertahap mempunyai tingkat kelayakan yang lebih tinggi dibandingkan jika langsung menerapkan tekonologi LRT. Sistem Bus Terpandu dapat dioperasikan mulai tahun 1998, dua tahun lebih awal dari rencana Pemerintah, sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah transport di koridor Blok M-Kota lebih awal. Studi ini dilakukan sehubungan dengan proposal yang akan diajukan Konsorsium Bimantara Citra-Danayasa Arthatama. Dengan membandingkan beberapa parameter yang merupakan kriteria penilaian (IRR dan NPV) dari alternatif penerapan bertahap Sistem Bus Terpandu-Sistem LRT dengan alternatif penerapan Sistem LRT secara langsung, akan diperoleh gambaran mengenai tingkat kelayakan relatif antara kedua alternatif tersebut. Dalam hal ini masing-masing alternatif tersebut mempunyai benefit (manfaat) yang sama, dan profit yang terjadi ternyata selalu negatif, sehingga kriteria-kriteria pemilihannya ditujukan untuk meminimisasi profit negatif tersebut. Selain itu, evaluasi tingkat kelayakan relatif antara kedua alternatif tersebut juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan incremental Analysis. Besarnya pendapatan tambahan yang diperlukan oleh masing-masing alternatif, untuk suatu tingkat pengembalian tertentu yang diinginkan, juga dapat digunakan sebagai kriteria dari tingkat kelayakan masing-masing alternatif. Proyeksi demand angkutan umum di koridor Blok M-Kota, didasarkan pada hasil Jakarta Mass Transit System Study, 1992. Ada tiga kondisi demand yang akan ditinjau, yaitu pessimistic scenario, most likely scenario, dan optimistic scenario. Dalam studi ini demand moda baru tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas feeder service yang tersedia, jika kondisi-kondisi lainnya sama. Pessimistic scenario berhubungan dengan kondisi feeder service yang kurang baik (seperti keadaan sekarang), most likely scenario berhubungan dengan feeder service yang cukup baik, dan optimistic scenario berhubungan dengan feeder service yang baik. Kondisi feeder service yang baik adalah suatu kondisi dimana sarana angkutan dari terminal antara ke asal perjalanan dapat diandalkan, efisien, nyaman dan aman. Hasil-hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif penerapan bertahap Sistem Bus Terpandu-Sistem LRT ternyata mempunyai tingkat kelayakan yang lebih tinggi dari alternatif penerapan Sistem LRT secara langsung. Baik pada pessimistic scenario, most likely scenario, maupun optimistic scenario semua parameter yang merupakan indikasi tingkat kelayakan investasi dari alternatif penerapan bertahap Sistem Bus Terpandu-Sistem LRT lebih unggul dibandingkan alternatif penerapan Sistem LRT secara langsung.