digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar kedua di dunia. Menurut laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE), pasar syariah Indonesia akan menjadi yang terbesar ketiga di dunia pada tahun 2023, setelah Malaysia dan Arab Saudi. Oleh karena itu, untuk mempercepat pertumbuhan ekosistem halal, pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendirikan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI). Setelah membuka cabang di Dubai, Uni Emirat Arab, BSI berencana untuk membuka cabang di Arab Saudi dalam waktu dekat. Investor strategis dibutuhkan agar BSI dapat mengakses pasar keuangan Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. Kementerian BUMN mendorong BSI untuk mencari mitra strategis, yaitu dengan mencari investor dari Timur Tengah untuk meningkatkan value creation dan sesuai dengan visi BSI untuk menjadi sepuluh besar bank syariah global. Investor membutuhkan informasi dan analisis terkait potensi keuntungan yang akan diperoleh sebelum memutuskan untuk berinvestasi di BSI. Tujuan pertama dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kinerja BSI dengan industri perbankan dengan menggunakan metode matriks analisis pesaing. Kedua, menganalisis aspek lingkungan makro dengan menggunakan metode PESTLE dan Porter's Five Forces. Ketiga, melakukan penilaian saham BSI dengan menggunakan metode penilaian excess return, penilaian berbasis aset untuk menentukan nilai intrinsik menggunakan metode discounted cash flow (DCF) dengan model excess return dan penilaian berbasis aset serta penilaian relatif dengan menggunakan perbandingan PER dan PBV dengan sepuluh besar perbankan berbasis aset. Hasil dari studi matriks analisis kompetitor, menunjukkan BSI mendapatkan skor 4,61 yang berarti kinerja BSI berada di atas rata-rata industri. Berdasarkan analisis lingkungan makro, baik PESTLE maupun Porter's Five Forces sangat mendukung BSI di masa depan. Terutama dukungan yang kuat dari pemerintah untuk mengembangkan ekosistem halal. Mengingat persaingan antar bank sangat ketat, BSI perlu terus melakukan inovasi produk dan layanan serta program loyalitas untuk menjaga daya saing di pasar. Berdasarkan perhitungan nilai intrinsik menggunakan metode excess return model dengan menerapkan tiga skenario. Berdasarkan hasil proyeksi, nilai intrinsik BRIS pada skenario terbaik sebesar Rp 2.949, skenario moderat sebesar Rp 2.435, dan skenario terburuk sebesar Rp 2.101. Berdasarkan perhitungan nilai intrinsik dengan menggunakan model berbasis aset, nilai intrinsik yang dihasilkan adalah Rp 2.616 per saham. Rata-rata rasio harga saham terhadap laba bersih (price to earnings ratio) dari sepuluh bank terbesar adalah 11,08 sedangkan BRIS 19,05 dan rata-rata rasio harga saham terhadap nilai buku (price to book value/PBV) adalah 1,76 sedangkan BRIS 3,05. Berdasarkan hasil simulasi Monte Carlo, diperoleh titik puncak pada kisaran 2.000-2.500 yang mengindikasikan bahwa sebagian besar hasil simulasi memprediksi harga saham pada kisaran tersebut. Nilai rata-rata dari seluruh hasil simulasi adalah Rp 2.718. Harga saham BRIS per 11 November 2024 sebesar Rp 2.820 per saham, berdasarkan simulasi probabilitas kenaikan sebesar 35%.