Salah satu strategi berkelanjutan yang dapat diterapkan dalam masa transisi energi pada PLTU berbahan bakar batu bara adalah penerapan teknologi co-firing dengan biomassa. Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara sekaligus meningkatkan proporsi biomassa dalam bauran energi baru dan terbarukan, sehingga dapat mengatasi tantangan lingkungan yang sedang dihadapi.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari variasi campuran bahan bakar antara batu bara, sawdust, dan rice husk. Dengan beberapa variasi yang dilakukan, studi ini berusaha untuk mengetahui bagaimana karakteristik bahan bakar dari tiap campuran yang dilakukan, serta bagaimana potensi penerapan variasi campuran berdasarkan evaluasi potensi Gas Rumah Kaca (GRK) pada kondisi proyeksi target produksi di 2025.
Studi ini berawal dari identifikasi karakteristik bahan bakar melalui analisis termogravimetri (TGA), dari hasi pengamatan terlihat penurunan nilai burnout temperature dan ignition temperature pada campuran antara batu bara dan sawdust serta batu bara dan rice husk. Penurunan ini cenderung terjadi seiring dengan peningkatan kontribusi bauran biomassa. Lalu, penghitungan energi aktivasi (Ea) dan pre-eksponensial faktor (A) untuk mengetahui bagaiman laju reaksi yang terjadi pada beberapa tahapan pada proses pembakaran. Setelahnya dilakukan penghitungan indeks pembakaran melalui nilai ignition index (DI), flammability index (FI), serta comprehensive combustion index (SI), ketiga indeks ini menjadi suatu gambara terkait karakteristik dari setiap variasi pada proses pembakaran dari hasil TGA.
Dalam meninjau aspek emisi, studi ini merujuk pada pedoman perhitungan emisi gas rumah kaca (GRK) yang diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Berdasarkan evaluasi kondisi tahun 2023 dan proyeksi menuju tahun 2025, skenario pencampuran bahan bakar C50SD50 diidentifikasi sebagai opsi yang paling potensial untuk diterapkan dalam skema operasi beban rendah pada tahun 2025. Potensi ini ditunjang oleh proyeksi keuntungan finansial yang signifikan serta nilai faktor emisi yang relatif rendah, yaitu sebesar 0,56 ton CO2eq/MWh.
Diperlukan perencanaan yang komprehensif untuk mendukung implementasi skala besar di PLTU, termasuk memastikan keberlanjutan dan konsistensi dalam pasokan biomassa ke depannya. Hal ini penting guna meminimalkan potensi kerugian yang belum sepenuhnya dapat diantisipasi, khususnya saat menghadapi kondisi pembebanan tinggi, serta untuk memastikan kesesuaian dengan kebijakan dan regulasi yang berlaku di kemudian hari.