COVER Rafi Febrizal Mulyana
EMBARGO  2028-11-05 
EMBARGO  2028-11-05 
BAB 1 Rafi Febrizal Mulyana
EMBARGO  2028-11-05 
EMBARGO  2028-11-05 
BAB 2 Rafi Febrizal Mulyana
EMBARGO  2028-11-05 
EMBARGO  2028-11-05 
BAB 4 Rafi Febrizal Mulyana
EMBARGO  2028-11-05 
EMBARGO  2028-11-05 
BAB 5 Rafi Febrizal Mulyana
EMBARGO  2028-11-05 
EMBARGO  2028-11-05 
Surfaktan merupakan senyawa amfifilik, yakni senyawa yang memiliki gugus hidrofilik dan
gugus hidrofobik. Surfaktan memiliki sifat dapat menurunkan tegangan permukaan,
membentuk emulsi, serta membentuk busa. Karena sifat tersebut, surfaktan dapat digunakan
untuk aplikasi peningkatan perolehan minyak lanjut (Enhanced Oil Recovery, EOR),
pembuatan deterjen dan bahan pembersih, serta formulasi pestisida. Berdasarkan gugus
hidrofiliknya, surfaktan dibagi menjadi beberapa jenis, di antaranya surfaktan anionik,
kationik, nonionik, serta amfoterik. Terdapat beberapa gugus hidrofilik pada surfaktan anionik
yang telah diteliti, seperti gugus sulfonat, sulfat, fosfat, dan karboksilat. Surfaktan internal
olefin sulfonat (IOS) menjadi senyawa yang disintesis pada penelitian ini. Surfaktan IOS
memiliki beberapa kelebihan, seperti ketahanan yang tinggi pada suhu lebih dari 60 oC,
memiliki busa yang tinggi dan daya emulsi yang kuat, serta memiliki ketahanan terhadap
salinitas tinggi yang terdiri dari ion monovalen. Oleh karena itu, surfaktan IOS baik digunakan
dalam aplikasi peningkatan perolehan minyak lanjut serta dalam pembuatan deterjen dan
bahan pembersih lainnya. Pada penelitian ini, dilakukan sintesis IOS dengan C29 melalui jalur
reaksi Wittig menggunakan metode refluks dan metode microwave assisted organic synthesis
(MAOS). Jenis reaksi ini dilakukan karena reaksi ini memiliki penanganan yang lebih mudah,
sehingga tidak memerlukan kontrol reaksi yang spesifik. Kedua metode sintesis dilakukan
sebagai perbandingan hasil antara kedua metode sintesis. Sintesis IOS pertama kali dilakukan
melalui reaksi Wittig antara glutaraldehid, 1-bromododekana, dan trifenilfosfin dengan
menggunakan basa KNaCO3 untuk membentuk senyawa diolefin internal. Selanjutnya,
diolefin internal hasil dari reaksi Wittig dilanjutkan pada reaksi sulfonasi dengan
menggunakan asam klorosulfonat untuk membentuk surfaktan IOS melalui metode refluks
dan metode MAOS. Sintesis produk sulfonasi dilakukan dengan pelarut dan tanpa pelarut
sebagai perbandingan hasil antara kedua metode. Hasil reaksi Wittig dan sulfonasi dilakukan
karakterisasi dengan KLT, FTIR, dan NMR. Hasil KLT dari reaksi Wittig telah berhasil
menandakan terbentuknya senyawa diolefin internal dengan Rf yang lebih tinggi daripada Rf
1-bromododekana. Tetapi, produk masih berupa campuran olefin. Untuk sulfonasi, terlihat Rf
produk sulfonasi yang lebih kecil dibandingkan dengan Rf produk campuran olefin.
Berdasarkan spektrum FTIR pada produk campuran olefin, terlihat adanya puncak ulur C(sp2)
H serta puncak ulur C=C yang menandakan terbentuknya alkena pada produk. Pada spektrum
1H-NMR, tidak terlihat adanya puncak alkena pada pergeseran kimia sekitar 4,5-5,5 ppm. Hal
ini disebabkan masih terdapatnya zat pengotor dalam produk. Pada 13C-NMR, terlihat
spektrum yang menandakan adanya C(sp2)-H pada pergeseran kimia 128-134 ppm. Ketika
melakukan karakterisasi FTIR pada produk hasil sulfonasi, puncak ulur S=O belum dapat
terlihat secara jelas. Namun setelah dilakukan ekstraksi, gugus sulfonat sudah menempel pada
olefin yang ditandai dengan munculnya sinyal ulur S=O pada bilangan gelombang 1381 cm-1.
Selain itu, muncul pula sinyal C=C pada bilangan gelombang 1639 cm-1. Kedua sinyal ini
menandakan telah terbentuknya surfaktan IOS. Tetapi, masih adanya sinyal ulur C-Br pada
produk sulfonasi menandakan bahwa surfaktan IOS yang terbentuk masih berupa campuran.
Perpustakaan Digital ITB