Pembangunan perkotaan yang memiliki ketahanan (urban resilience) membutuhkan perencanaan pembangunan yang komprehensif dan terintegrasi mulai dari skala yang kecil yaitu hunian, sampai pada skala yang lebih besar yaitu lingkungan permukiman dan perkotaan. Hunian yang memiliki ketahanan didefinisikan sebagai ketahanan hunian untuk mempertahankan fungsi dan struktur dasar sehingga masyarakat dapat tinggal dan bekerja dengan nyaman. Hunian dituntut untuk tidak rentan terhadap ancaman bencana, tekanan, maupun gangguan.
Mengidentifikasi gangguan berhuni dan respon adaptif terhadap gangguan tersebut dapat membangun kerangka konstruktif hunian yang memiliki ketahanan. Memahami kemampuan adaptasi berhuni dapat berimplikasi pada prinsip ataupun strategi rancangan mendatang yang meminimalisir gangguan dalam hunian. Kecenderungan penelitian yang ada mengungkap ketahanan hunian dalam konteks yang lebih luas yaitu, permukiman. Akan tetapi, masih terbatas penelitian yang meninjau ketahanan hunian pada hunian vertikal.
Sementara itu, penelitian terkait gangguan dan adaptasi berhuni masing-masing umumnya dikaji secara parsial. Dalam penerapannya, sumber gangguan dapat menyebabkan kerentanan pada gangguan lainnya. Sementara itu, adaptasi berhuni umumnya fokus pada 1 (satu) atau beberapa strategi. Dengan demikian, penelitian terkait gangguan berhuni dan adaptasi berhuni sebaiknya dilakukan dengan mengidentifikasi keseluruhan sumber gangguan dalam hunian dan kemungkinan strategi adaptif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengungkap karakteristik hunian yang cenderung menyebabkan gangguan serta respon adaptif penghuni terhadap gangguan tersebut. Penelitian dilakukan dengan meninjau permasalahan tersebut pada rumah susun umum dan komersial di Kota Bandung sebagai studi kasus. Kota Bandung dipilih dengan pertimbangan bahwa wilayah metropolitan Bandung merupakan salah satu wilayah dengan pasokan hunian vertikal terbanyak di Indonesia.
Pada tahap awal, peneliti melakukan studi percobaan (pilot study), kajian literatur yang bersifat eksploratif, dan observasi singkat (pilot survey) untuk mengidentifikasi karakteristik hunian, sumber gangguan berhuni, dan strategi adaptasi berhuni. Pada tahap selanjutnya, pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mengungkap hubungan karakteristik hunian dengan gangguan berhuni serta gangguan berhuni dengan adaptasi berhuni. Tahap ini bersifat eksplanatori.
Pengumpulan data dilakukan baik secara objektif maupun subjektif. Karakteristik hunian diukur secara objektif dengan melihat kondisi hunian secara faktual. Sementara itu, gangguan dan adaptasi berhuni ditanyakan langsung kepada penghuni rumah susun umum dan komersial. Pengumpulan data ini dilakukan melalui kuesioner yang dibagikan secara online maupun langsung. Data dianalisis dengan faktor analisis untuk mendapatkan variabel laten yang mewakili variabel-variabel terukur. Multivariate analysis digunakan untuk meninjau korelasi antar variabel laten gangguan dan adaptasi berhuni. Analysis of variance (ANOVA) dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh karakteristik hunian dengan gangguan berhuni dan prediktor gangguan dan adaptasi berhuni.
Hasil korelasi antar faktor gangguan berhuni dan adaptasi mengungkap 3 (tiga) isu besar yang mewakili. Isu pertama menemukan bahwa manajemen buruk yang mencakup ketidaksiapan pengelolaan baik secara fisik bangunan maupun regulasi memiliki korelasi positif dengan keinginan pindah. Ketidaksiapan pengelolaan umumnya dirasakan oleh penghuni yang tinggal di unit hunian yang kecil/sempit. Untuk mengurangi intensi pindah, perawatan unit dan lingkungan hunian secara berkala untuk mempertahankan performa hunian dan keterlibatan penghuni dalam menentukan kebijakan diperlukan.
Isu selanjutnya berkaitan dengan proses mengatasi (coping) terhadap gangguan ketidakselamatan dan ketidaknyamanan lingkungan. Gangguan ini dipersepsikan oleh penghuni yang tinggal di level lantai hunian yang tinggi, khususnya ibu rumah tangga yang memiliki anak kecil. Ketidakberdayaan untuk mengubah situasi yang ada menyebabkan penghuni untuk bersabar dan memaklumi. Intervensi desain dapat dilakukan dengan merancang hunian sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan. Sementara itu, peningkatan performa bangunan melalui perawatan unit hunian dilakukan untuk mereduksi ketidaknyamanan lingkungan.
Isu terakhir merepresentasikan penyediaan ruang personal yang terbentuk secara spasial. Penghuni yang tinggal di hunian tingkat tinggi merasakan gangguan yang menghambat aktivitas secara fungsional. Ketidaknyamanan spasial diatasi dengan transformasi ruang dan penyesuaian komposisi keluarga yang tinggal bersama. Transformasi fisik berkaitan dengan ekspansi ruang dan perubahan fungsi dan layout ruang. Gangguan spasial pada hunian bertingkat tinggi dapat direduksi dengan menawarkan view/pemandangan yang restoratif, pemilihan dan peletakan perabot, dan penggunaan material. Sementara itu, penyesuaian komposisi keluarga dilakukan dengan mengendalikan tingkat kelahiran dan mendorong anggota keluarga untuk tinggal secara terpisah.
Ketahanan hunian akan meningkat dengan mereduksi gangguan berhuni dan meningkatkan kemampuan adaptasi penghuni. Gangguan berhuni tidak hanya dapat direduksi melalui intervensi desain tetapi juga melalui hubungan sosial antar penghuni. Ikatan sosial (attachment) antara penghuni dan tetangga dapat mengurangi gangguan yang akan dirasakan. Penyediaan ruang-ruang informal yang dapat memaksimalkan interaksi antar tetangga. Untuk meningkatkan kemampuan adaptasi, hunian harus dapat mengakomodasi kebutuhan penghuni yang terus berubah. Perubahan fisik hunian menjadi satu solusi yang tidak dapat dihindari untuk menampung segala kebutuhan dan siklus kehidupan. Pendekatan “open building” dengan sistem infill dapat menjadi solusi kebutuhan penghuni yang secara dinamis berubah.
Peneliti menyarankan penelitian lebih lanjut dengan objek dengan karakteristik beragam. Pengumpulan data secara langsung dengan jumlah sampel yang lebih banyak sangat diperlukan untuk menghasilkan temuan yang lebih representatif dalam mengungkap fenomena yang ada. Penelitian longitudinal perlu dilakukan untuk meninjau persepsi gangguan berhuni untuk mengurangi bias penelitian.
Perpustakaan Digital ITB