digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sebagai sumber daya alam tidak terbarukan, potensi tembaga terdapat dalam jumlah terbatas sehingga perlu dikelola dengan baik agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan nasional. Saat ini, industri pertambangan tembaga masih mengekspor konsentrat tembaga karena kapasitas smelter di dalam negeri hanya mampu memproses satu pertiga dari total produksi konsentrat tembaga nasional. Kemudian, separuh dari produk katoda tembaga dalam negeri diproses oleh industri-antara dan sisanya diekspor. Sementara itu, Indonesia masih mengimpor produk setengah jadi berbasis tembaga akibat masih ada industri-antara tembaga yang belum dikembangkan. Dengan kondisi rantai industri saat ini mengakibatkan tujuan peningkatan nilai tambah mineral yang disebutkan dalam PP No. 23/2010, antara lain untuk menjamin ketersediaan bahan baku di dalam negeri belum tercapai. Sejak ditetapkannya UU Minerba beserta peraturan turunanannya, yang mewajibkan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, industri smelter dan refinery didorong untuk terus tumbuh. Dengan adanya pembangunan smelter dan refinery tembaga baru akan berdampak pada peningkatan pasokan katoda tembaga beserta produk sampingnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang rantai industri tembaga dan estimasi peningkatan nilai tambah yang dapat dihasilkan. Dalam penelitian ini dikembangkan model sistem dinamis (SD). Model SD dipilih karena mampu menggambarkan struktur kompleks dan perilaku dalam rantai industri tembaga. Pada penelitian ini, model rantai industri tembaga Indonesia terdiri dari empat subsistem, yaitu pertambangan, smelter dan refinery, industri-antara, dan konsumsi. Di tahun akhir simulasi (tahun 2030) subsistem pertambangan, jumlah cadangan ada sebanyak 1.239 juta ton dan diperkirakan akan terjadi kelangkaan tembaga dalam 20 tahun mendatang (dihitung dari tahun penelitian) sehingga perlu peningkatan penemuan cadangan baru untuk menjamin pasokan tembaga di dalam negeri. Lebih jauh lagi, selama periode simulasi tahun 2020 hingga 2030, diperoleh total nilai tambah sepanjang rantai industri tembaga sebanyak USD 70.422.840.000, jika smelter dan refinery selesai dibangun di tahun 2023 untuk memproses semua konsentrat dalam negeri. Namun, jika smelter dan refinery tidak dibangun di dalam negeri hingga tahun 2030, maka ekspor konsentrat akan masih dilakukan. Hal ini mengakibatkan Indonesia kehilangan nilai tambah sebanyak USD 6.861.520.000. Selain itu, Indonesia kehilangan nilai tambah sebanyak USD 8.707.930.000, jika smelter dan refinery serta industri-antara tidak dikembangkan di dalam negeri.