Sebagai sumber daya alam tidak terbarukan, potensi tembaga terdapat dalam jumlah
terbatas sehingga perlu dikelola dengan baik agar dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan nasional. Saat ini, industri pertambangan tembaga masih mengekspor
konsentrat tembaga karena kapasitas smelter di dalam negeri hanya mampu
memproses satu pertiga dari total produksi konsentrat tembaga nasional. Kemudian,
separuh dari produk katoda tembaga dalam negeri diproses oleh industri-antara dan
sisanya diekspor. Sementara itu, Indonesia masih mengimpor produk setengah jadi
berbasis tembaga akibat masih ada industri-antara tembaga yang belum
dikembangkan. Dengan kondisi rantai industri saat ini mengakibatkan tujuan
peningkatan nilai tambah mineral yang disebutkan dalam PP No. 23/2010, antara
lain untuk menjamin ketersediaan bahan baku di dalam negeri belum tercapai.
Sejak ditetapkannya UU Minerba beserta peraturan turunanannya, yang
mewajibkan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, industri smelter
dan refinery didorong untuk terus tumbuh. Dengan adanya pembangunan smelter
dan refinery tembaga baru akan berdampak pada peningkatan pasokan katoda
tembaga beserta produk sampingnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
tentang rantai industri tembaga dan estimasi peningkatan nilai tambah yang dapat
dihasilkan. Dalam penelitian ini dikembangkan model sistem dinamis (SD). Model
SD dipilih karena mampu menggambarkan struktur kompleks dan perilaku dalam
rantai industri tembaga.
Pada penelitian ini, model rantai industri tembaga Indonesia terdiri dari empat
subsistem, yaitu pertambangan, smelter dan refinery, industri-antara, dan konsumsi.
Di tahun akhir simulasi (tahun 2030) subsistem pertambangan, jumlah cadangan
ada sebanyak 1.239 juta ton dan diperkirakan akan terjadi kelangkaan tembaga
dalam 20 tahun mendatang (dihitung dari tahun penelitian) sehingga perlu
peningkatan penemuan cadangan baru untuk menjamin pasokan tembaga di dalam
negeri.
Lebih jauh lagi, selama periode simulasi tahun 2020 hingga 2030, diperoleh total
nilai tambah sepanjang rantai industri tembaga sebanyak USD 70.422.840.000, jika
smelter dan refinery selesai dibangun di tahun 2023 untuk memproses semua
konsentrat dalam negeri. Namun, jika smelter dan refinery tidak dibangun di dalam
negeri hingga tahun 2030, maka ekspor konsentrat akan masih dilakukan. Hal ini
mengakibatkan Indonesia kehilangan nilai tambah sebanyak USD 6.861.520.000.
Selain itu, Indonesia kehilangan nilai tambah sebanyak USD 8.707.930.000, jika
smelter dan refinery serta industri-antara tidak dikembangkan di dalam negeri.
Perpustakaan Digital ITB