Penggunaan antibiotik profilaksis bedah sangat penting dalam mencegah infeksi luka operasi (ILO),
khususnya pada pasien anak yang rentan akibat sistem imun yang belum matang. Penelitian ini
bertujuan mengevaluasi pola penggunaan antibiotik profilaksis serta dampaknya terhadap luaran
klinis pada pasien bedah anak di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Studi retrospektif ini menganalisis data
rekam medis pasien anak yang menjalani pembedahan selama periode penelitian. Hasil
menunjukkan bahwa antibiotik profilaksis digunakan pada pasien bedah anak, dengan 83,53%
penggunaan telah sesuai pedoman klinis dari segi jenis, dosis, waktu pemberian, dan durasi terapi.
Sebanyak 16,47% penggunaan ditemukan tidak sesuai, terutama terkait pemilihan jenis dan durasi
antibiotik. Hasil menunjukkan bahwa pasien menerima antibiotik profilaksis, dengan 83,5% sesuai
jenis antibiotik dalam pedoman, 94,12% tepat waktu pemberiannya (30–60 menit sebelum insisi),
dan 98,82% memiliki durasi terapi ?24 jam. Sefazolin adalah antibiotik yang paling sering digunakan
(83,5%). Sebanyak 90,59% pasien memiliki nilai leukosit pascaoperasi dalam batas normal, dan
82,7% pasien menjalani rawat inap ?10 hari. Tidak ditemukan efek samping berat, 9,41% pasien
mengalami keluhan nyeri pascaoperasi. Uji statistik menunjukkan bahwa beberapa hubungan
antara variabel, seperti kadar leukosit berdasarkan ketepatan waktu pemberian antibiotik
menunjukkan hasil yang signifikan (p = 0,000). Serta hubungan variabel antara lama rawat inap
dengan kesesuaian pemberian antibiotik profilaksis menunjukkan hasil yang signifikan (p=0,000).
Penggunaan antibiotik profilaksis yang tepat terbukti menurunkan insiden ILO dan memperpendek
lama rawat inap, sedangkan penggunaan yang tidak tepat meningkatkan risiko resistensi antibiotik
dan komplikasi pascaoperasi. Penelitian ini menegaskan pentingnya pengawasan dan optimalisasi
penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah anak untuk meningkatkan outcome klinis dan
menekan risiko resistensi di masa mendatang.
Perpustakaan Digital ITB