digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penyediaan infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), terutama pengisian daya cepat dan ultra-cepat, sangat penting bagi transisi transportasi berkelanjutan di Indonesia. Investasi masih terbatas karena tingginya belanja modal (CAPEX), utilisasi yang rendah (di bawah 30%), dan IRR yang tidak memadai, seringkali di bawah ambang batas kelayakan 11%. Insentif berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2023, seperti tarif curah, pembebasan biaya berlangganan, dan perizinan berbasis OSS, tidak memadai di daerah dengan populasi kendaraan listrik yang rendah. Studi ini menggunakan metode Discounted Cash Flow (DCF) untuk menganalisis dampak dasar (tanpa insentif), insentif CAPEX, insentif tarif, dan insentif berbasis kinerja (PBI) terhadap kelayakan investasi SPKLU cepat dan ultra-cepat. Indikator keekonomian meliputi Net Present Value (NPV), IRR, dan Payback Period, berdasarkan utilisasi di bawah 30%, yang umum terjadi di luar pusat kota besar. Tanpa insentif, proyek menunjukkan NPV negatif dan IRR di bawah ambang batas. Insentif CAPEX mengurangi biaya awal, insentif tarif meningkatkan arus kas, dan PBI menghubungkan bantuan keuangan dengan penjualan tenaga listrik, sehingga meningkatkan keberlanjutan. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa IRR sangat bergantung pada pemanfaatan dan CAPEX, yang menyoroti perlunya insentif yang tepat sasaran. Kombinasi antara dukungan modal dan insentif berbasis output dapat menutup viability gap, mempercepat penyediaan SPKLU, meningkatkan kepercayaan investor, dan mendukung pertumbuhan infrastruktur yang inklusif dan layak.