digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Azura Sekararum Maro [17018033]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

Hidup sebagai perempuan di tengah dunia laki-laki membuat penulis merasa tidak nyaman dengan tubuhnya. Pencarian makna mengenai keperempuanan dalam upaya merasa nyaman dengan tubuh yang ditinggali membawa penulis berkenalan dengan sosok bernama Dewi Durga. Sebagai salah seorang shakti dari Dewa Siwa, sosoknya memiliki pengaruh yang besar di kepulauan Nusantara. Salah satu sisinya yang paling banyak dijumpai sebagai dewi pejuang Durga Mahisasuramardini yang memberikan inspirasi mengenai perempuan dan agensi tubuhnya. Semakin mengenal Durga membawa penulis kepada hubungannya dengan shakti Siwa yang lain yaitu Dewi Uma. Hubungan antara kedua dewi tersebut diceritakan dalam kidung Sudamala dari Jawa Timur abad ke-15 M yang tidak ditemui jejaknya di India. Kisah ini menceritakan Uma yang dikutuk menjadi raksasa bengis bernama Durga. Sudamala mengisahkan kedua dewi yang saling bertolak belakang sebagai satu entitas yang sama menawarkan pemahaman baru mengenai keperempuanan yang hanya ada di kepulauan ini. Tugas akhir ini juga merupakan upaya untuk mengekspresikan keperempuanan yang dilihat dalam kontras relasi Uma-Durga demi menghadirkan sebuah harmoni. Proses penciptaan karya lukis sebagian besar dilakukan secara intuitif yang kemudian menghasilkan simbol untuk mengekspresikan keperempuanan. Simbol Durga dibuat dengan warna merah dengan sapuan kuas akrilik, dan simbol Uma dibuat dengan tekstur warna putih yang dibangun dengan teknik impasto menggunakan modeling paste. Melalui tugas akhir ini penulis menyadari bahwa keperempuanan merupakan sebuah kaos yang tidak dapat dikekang, sebagaimana Uma yang ada di dalam tiap diri perempuan untuk disadari ketika Durga mulai bergejolak.